"Kita menang!"
"Fujiwara telah jatuh!"
"Benteng musuh telah direbut!"
Teriakan saling bersahutan terdengar keras sekali. Beberapa prajurit Fujiwara tampak ada yang menjadi bulan – bulanan karena enggan menyerah. Beberapa lainnya memilih meninggalkan senjata mereka. Mereka yang ditangkap mungkin akan dipenjara dalam waktu yang lama.
Tepat tanggal 20 sampai 27 Juni tahun 1869 masehi menjadi tanggal yang akan segera masuk dalam tinta emas sejarah. Pengepungan singkat. Fujiwara jatuh dan tidak akan bisa bangkit lagi.
Tidak ada klan manapun yang menduga tentang kejatuhan Fujiwara yang digdaya itu. Selama puluhan tahun tidak ada serangan yang mampu meruntuhkannya. Tapi, hari ini, keperkasaan Fujiwara telah tumbang. Klan itu telah jatuh. Tembok bentengnya telah roboh diterjang ribuan serangan bola – bola api dari manjanik pasukan Oda.
Hal yang lebih menyesakkan dada adalah Fujiwara tumbang oleh klan yang dulu pernah berada di bawah wilayah kekuasaannya. Fujiwara tak kuasa menahan kepungan pasukan Oda hanya dalam tujuh hari.
Pasukan klan Oda yang awalnya hanya berjumlah ratusan saja, kini dalam tujuh tahun terakhir telah menjelma menjadi salah satu kekuatan paling diperhitungkan. Dulu Fujiwara begitu angkuh ketika membiarkan pasukan Oda berkembang biak. Bagi mereka, pasukan Oda yang hanya berjumlah ratusan saja tidak mungkin bisa menghancurkan Fujiwara yang menjadi kiblat militer bagi klan – klan lain.
Kini, semuanya telah menjadi bubur.
Kejatuhan Fujiwara membuat beberapa klan yang bekerja sama dengan mereka, ikut terkena imbasnya. Beberapa klan di sebelahnya menjadi waspada. Mereka merasa tidak aman karena selama ini Fujiwara selalu menjadi pelindung dan nama yang menakutkan bagi klan musuh manapun. Hari ini dan selamanya, Fujiwara hanyalah cerita sejarah yang tidak mungkin bisa diukir ulang.
Kata – kata yang dibanggakan orang – orang Fujiwara; kekuatan tempur, luas wilayah, kekayaan, dan keberanian, kini tertinggal dalam coretan sejarah. Terukir abadi namun tidak lagi bisa ditemui keberadaannya. Mereka telah hancur sampai akar – akarnya .
Masa depan wilayah yang pernah dikuasai Fujiwara kini menjadi masa depan klan Oda, sebuah klan kecil yang sempat diremehkan. Klan yang dulu hidup nomaden dari satu kampung ke kampung lain, dari satu belantara ke belantara lain. Harapan mereka memiliki pusat kekuasaan, mempunyai wilayah, kini telah hadir di hadapan. Tak mungkin disia – siakan .
***
"Jangan coba – coba melawan," seru Aoyama, seorang prajurit yang memegang erat rantai pengikat Akira.
Akira beringsut. Dia tak menduga apa yang menjadi kekhawatirannya terjadi hari ini. Fujiwara kalah hanya dalam waktu yang sangat singkat sekali.
Para pasukan Fujiwara yang masih hidup, ditangkap untuk segera diadili. Beberapa dari mereka dipenjara seumur hidup. Adapula prajurit yang dibebaskan, tetapi sebelum itu, kedua tangan dan kaki mereka dilumpuhkan agar tak bisa mengumpulkan kekuatan untuk memberontak.
Para pasukan Oda mulai membereskan tenda – tenda mereka keesokan harinya. Mereka mendirikan tenda di lokasi yang berjarak lima belas kilo meter dari benteng Fujiwara. Griffin berniat menjadikan benteng itu sebagai pusat pemerintahan Oda. Kehidupan yang baru pun akan segera dimulai.
Pasukan Oda berjalan dengan waspada. Mereka memeriksa setiap mayat yang tergeletak tak terurus di jalur yang dilalui. Dengan pedang – pedang tajam mereka, mayat – mayat itu ditusuk untuk memastikan mereka tak berpura – pura mati.
Setelah setengah hari berjalan, pasukan Oda sampai di depan benteng Fujiwara. Bendera kebesaran Fujiwara di depan benteng diturunkan dan diinjak – injak, diganti bendera kebesaran Oda.
Tembok depan benteng itu tampak berantakan, malah beberapa sisinya telah bolong. Satu pintu gerbangnya telah porak – poranda, hilang entah kemana. Sementara satu pintu lainnya masih berdiri, walaupun sedikit ringsek.
Griffin membuka satu pintu gerbang utama benteng yang berbentuk segilima itu. Dengan kepuasan yang tiada tara, dia langsung membentangkan kedua tangannya lalu menatap langit dan menarik nafas dalam – dalam. Dia merasa seperti mimpi bisa menguasai benteng itu dalam waktu cepat.
"Pertahananmu tak seperti mitos yang selama ini kubaca. Pertahananmu rapuh, terlalu mudah ditaklukkan," kata Griffin balik badan menatap kepada para pasukannya.
Griffin kembali melangkah pelan menaiki anak tangga lalu berdiri tepat di depan pintu utama benteng yang telah kosong. Dia sedikit mengeluarkan euforia kemenangan.
"Ini kemenangan Oda. Ini kemenangan kita," teriak Griffin masih semangat meski usianya telah lanjut.
Para pasukan Oda bersorak – sorai, bertepuk tangan, dan mengangkat panji Oda tinggi – tinggi. Hari itu juga, mereka menguburkan pasukan Oda yang telah tewas dengan layak. Sementara mayat – mayat pasukan Fujiwara dibakar hingga tiada tersisa.
***
"Besok adalah hari penghakiman," teriak Griffin lagi. Dia memastikan tidak ada bibit Fujiwara di masa kepemerintahan yang baru. "Tidak boleh ada pasukan musuh yang dibiarkan hidup."
Griffin membuka gagang pintu utama yang terbuat dari tembaga kuat. Pintunya berkilau. Beberapa kabar tersiar bahwa pintu itu dilapisi berlian pilihan, sehingga siapapun yang menjadi utusan datang ke benteng itu akan langsung ciut karena kebesarannya.
Dia pun masuk ke dalam benteng yang masih rapi, tak tersentuh peperangan. Karpet merah melintang panjang hingga singgasana. Kanan dan kiri karpet itu berdiri kokoh tiang pancang menjulang. Langit – langitnya tampak indah dengan beragam lukisan dan pernak – pernik terbaik pada masa itu.
"Tempat ini sangat nyaman. Pantas saja kau betah berlama – lama," kata Griffin pelan seraya duduk di atas kursi yang menjadi identitas dan kebesaran benteng itu. Kursi itu sangat mewah dilengkapi dengan meja kecil di sebelah kanan, dan kursi permaisuri di sebelah kirinya.
"Maaf, Tuanku," kata Jashin, orang kepercayaan Griffin. "Hiroshi tak bisa ditemukan di manapun. Dia mungkin telah pergi ke suatu tempat."
Griffin tak menanggapi ucapan Jashin. Telapak tangan kirinya melambai – lambai ke luar, memberi aba – aba agar Jashin bergeser dan tidak mengganggu mood–nya yang sedang dalam tingkat kesenangan tertinggi dalam hidupnya.
Di luar benteng, pasukan Oda masih sibuk membersihkan mayat – mayat korban perang besar itu. Sementara para komandan peleton sedang membagi – bagi rampasan perang, juga permukiman yang telah kosong, untuk dihuni pasukan Oda.
Jashin mendekati Jiro yang tengah memberi saran kepada Akira.
"Maaf, mengganggu, Tuan Muda," kata Jashin berbisik. "Hiroshi tidak ditemukan di manapun. Apakah kita perlu mencarinya?"
Jiro sempat melupakan Hiroshi, pemimpin Fujiwara yang sampai sekarang belum diketahui rimbanya. Sempat tersentak mendengar nama itu, dia pun meminta Jashin mengutus beberapa ninja andalannya untuk mencari Hiroshi.
Jashin melaksanakan perintah itu dan bergegas mengumpulkan ninja terlatih.
Jiro menarik rantai pengikat Akira dan mendekatkan musuh bebuyutannya ke depan wajahnya. "Kau beruntung, tuanmu masih hidup. Tapi tenang saja, kami akan segera menemukannya."
Jiro menampilkan wajah tegas dan dingin. Jelas sekali dia adalah orang yang sangat keras. Akira membalas dengan wajah yang tak menampakkan seperti orang yang gentar. Dia adalah ninja yang sempat menjadi bulan purnama di tengah kegelapan Fujiwara.
"Sudah diputuskan, kau akan diadili dalam waktu dekat. Lima temanmu juga akan menerima hukuman yang sama. Tapi, aku sudah meminta para algojo untuk mengeksekusimu terakhir. Aku ingin lihat wajah ketakutanmu."
Jiro berdiri dari kursinya. Sementara tangan kanannya masih memegang erat rentai pengikat itu.
Akira sempat ingin menyerah. Tapi, dia teringat desanya dan mencari cara agar bisa segera lolos dari tempat itu. Bola matanya mondar – mandir mencari celah kesempatan sekecil apapun agar bisa lolos dari tempat itu.
"Aoyama.."
Sebuah perintah lantang menggema di ruangan depan benteng itu. Jiro meneriaki salah satu prajuritnya. Suaranya keras sekali terdengar beberapa kali. Tentu saja teriakan dari Jiro membuat sesosok prajurit dari balik pintu tampak gemetaran mendekati Jiro.
Seorang pemuda berumur kurang dari tiga puluh tahun, dengan pakaian prajurit khas klan Oda, dan merasa memiliki nama Aoyama berjalan terburu – buru. Badannya yang kekar tertutupi baju prajurinya. Dia menarik nafas dalam – dalam karena berlari dari luar benteng.
"Siap, Tuan Muda. Apa yang bisa saya bantu?"
Jiro mengulurkan tangan kanannya ke depan. Dia memberikan rantai pengikat Akira dan memintanya untuk membawa tawanan itu dimasukkan ke dalam penjara khusus. Penjara itu sudah dilengkapi dengan teknik penetralan jurus, sehingga jurus apapun tidak akan berguna.
"B.. baik, Tuan Muda," kata Aoyama terbata – bata seraya menerima rantai itu. "Aku akan membawany ke sana."
Aoyama menarik keras rantai pengikat itu sampai – sampai tindakannya membuat Akira hampir tersungkur ke depan. Dia pun berjalan pelan, yang mau tak mau harus diikuti Akira di belakangnya.
Akira yang memang sudah mengenal luar dalam benteng itu tak kesulitan mencari celah keluar. Sekarang yang ada di kepalanya adalah bagaimana bisa melepaskan diri dari rantai itu dan kabur menemui Hiroshi dengan segera.
Prajurit di depan Akira seperti membaca apa yang sedang dipikirkan Akira. Dia menarik rantai pengikat itu untuk memberikan rasa kejut bagi Akira.
"Jangan berpikir untuk kabur dariku," gerutuk Aoyama yang menoleh ke belakang. "Tak ada kesempatan untukmu melakukan itu."
"Hehehe.." Akira justru tertawa pelan. Bibirnya mengembang seperti sudah mendapatkan ide untuk kabur.
"Apanya yang lucu?" tanya Aoyama yang tiba – tiba berhenti dan balik badan.
"Tidak, bukan apa. Aku hanya kasihan melihatmu yang hanya menjadi budak orang – orang Oda," ejek Akira memprovokasi Aoyama.
"Kau berbicara seolah lebih baik dariku."
Aoyama melanjutkan jalannya. Dia kembali menarik rantai pengikat itu dengan keras dan mengagetkan. Berjalan melewati pagar samping, lalu menuruni tangga ke bawah. Akira akan dijebloskan ke dalam penjawa bawah tanah.
Selagi Aoyama fokus pada jalannya, dia tidak menyadari Akira sedang berusaha melepaskan diri dari lilitan erat rantai pengikat itu. Ikatannya yang mulai sedikit lebih renggang membuat Akira bisa membuat segel tangan.
Akira mengeluarkan teknik pusaran angin miliknya dan langsung merusak rantai pengikat itu. Secepat kilat, Akira langsung menggunakan teknik teleportasi dan lenyap dari hadapan Aoyama.
Prajurit yang mengawal Akira masuk ke dalam jeruji besi di bawah tanah terbelalak kaget. Ternyata orang yang tadi dibawanya bukanlah ninja biasa. Dia adalah Fujiwara no Kiiroi Senko atau Si Kilat Kuning Fujiwara.
Jiro yang mendengar keributan langsung berlari menuju keluar pintu. Dia hanya mendapati Aoyama yang tergeletak kaget dan potongan rantai pengikat bekas lilitan tangan Akira.
"Kemana orang itu?" teriak Jiro ke arah Aoyama. "Lari kemana dia?"
Jiro seperti melupakan kemampuan Akira yang bisa berpindah tempat dengan cepat. Tidak, seharusnya Akira tidak memiliki segel di tempat lain karena sudah dibersihkan. Dia juga tidak memiliki kesempatan membuat segel untuk berteleportasi.
Sejurus kemudian, Jiro mulai mengingat dan menyadari bahwa Akira sempat meninggalkan kunainya sesaat setelah membunuh pengkhianat Fujiwara.
Kejadian itu terjadi sangat cepat di pinggir hutan dekat lapangan luas yang menjadi lokasi pendirian tenda pasukan Oda ketika mengepung Fujiwara.
"Bodoh sekali. Kenapa saat itu aku tak menyadarinya," kata Jiro kesal karena dia sempat melihat Akira membuang kunai itu. Dia tak pernah menduga bahwa kunai tersebut adalah rencana Akira sejak awal untuk melarikan diri. (RS)