"Ka bangun!! Sekolah nggak?"
Suara Yuuki menggema kecil dalam ruangan kamar yang tertutup rapat ini, bersama Ryuga yang sedikit menyapu mata lalu berdiri, aku mencoba meregangkan otot-otot tanganku yang terasa sangat pegal.
"Aku pulang dulu."
Ryuga yang sudah berdiri mengambil HP-nya yang tercharger di atas meja belajarku itu lalu membuka pintu kamar. Aku mengikutinya dari belakang sampai ke depan rumahku.
Pagi ini sedikit gerimis, sepeda Ryuga yang malam tadi di parkirnya di samping rumahku juga basah, akan tetapi Ryuga tetap pergi sambil mengayuhnya.
Aku bersiap ke sekolah, meja makan sudah di penuhi dengan sarapan yang terlihat enak.
"Ka, aku berangkat duluan ya."
Yuuki memasang sepatunya terlihat dari pintu yang terbuka lebar saat aku sudah memakai seragam sekolahku.
Membawa payung putih sambil melangkah besar seolah sedang berlari kecil.
"Hemm."
Saat aku duduk dan siap menyantap apa yang ada di meja makan, Yuuki kembali menampakan dirinya yang bisa terlihat jelas dari sini.
"Kelas kaka deket sama perpus kan? Tolong bawain buku Aki ke kelasku istirahat nanti ya!"
Teriakan Yuuki terdengar sangat kecil dari sini, namun aku bisa mendengarnya dengan jelas.
"Tung.... "
Sebelum aku mengatakan "Tunggu" dengan sempurna, Yuuki sudah menghilang lagi.
Bukannya aku tak mau, hanya saja untuk apa aku harus memberikannya saat di sekolah? Bukankah kami akan bertemu saat di rumah?
Setelah selesai dengan segalanya, aku mengikat keras tapi sepatu milikku, sedikit memandang rumah Ishiki untuk memastikan dia sudah berangkat lebih dahulu.
Jujur saja, aku masih belum sanggup bertemu dengan Ishiki apapun alasannya, wajah Ishiki beberapa kali terlintas begitu saja saat aku sedikit terdiam.
Aku juga membawa payung karena gerimis tadi sedikit lebih cocok di sebut dengan hujan, langkah kakiku sangat lambat karena efek slow kemalasan dari hujan ini.
Saat aku menyusuri jalan kearah sekolah ini, aku bertemu Rainata tepat di depan rumahnya yang baru saja terlihat sedang mengunci pintu.
Rainata menyadari keberadaan dan terlihat sedikit menunggu sampai akhirnya aku beriringan dengannya.
"Aku kita kau udah sama Yuuki."
Sebenarnya aku dari tadi berniat untuk diam, tapi layaknya memandang langit yang murung di atas, Rainata juga membuat raut wajah yang terkesan sama.
"Aku telat bangun, hehe."
Tawanya juga terdengar sangat dibuat-buat, ada apa dengannya, bukankah dia sudah terlalu lama murung?
"Rai kau kenapa?"
Kini kedua pasang mataku fokus ke depan sambil menahan nafas seperti sedang menghadapi masalah besar.
Maksudku, apa yang kira-kira membuat Rainata bisa semurung ini?
"Aku nggapapa kok."
Rainata kini memasang wajah senyumnya, mengalihkan wajahnya kearah ku seperti meminta aku tak perlu khawatir.
Untuk sekarang aku biarkan saja, prioritasku saat ini adalah bagaimana aku bisa bertahan melawan tetapan kejam dari Ishiki walaupun tak begitu menurut orang lain.
Kami sampai di depan gerbang sekolah, membuat kebiasaan ku keluar, aku sedikit melambatkan jalanku untuk mendahulukan Rainata.
Beberapa langkah Rainata berjalan ke depan, tiba-tiba saja angin mendengus kencang satu kali, Rainata yang berdiri di depan menutup wajahnya dengan satu tangannya seolah sedang menghentikan angin itu menerpa wajahnya.
Hembusan tadi membawa hujan itu pergi, Rainata yang sadar dengan itu langsung menurunkan payungnya lalu berpaling kearah ku.
"Oi, ngapain diam aja?"
Aku juga menurunkan payungku, mendesah kasar lalu berjalan menghampirinya yang terdiam sambil sedikit memasang senyum yang lebih alami dari tadi.
Kami naik ke kelas kami, lalu berpisah untuk menuju tempat kami masing-masing.
Di dalam kelas ini sudah banyak orang, tapi Billy selalu sibuk dengan kesendiriannya.
Membaca buku di antara orang yang sibuk berbicara adalah cara pelarian ku supaya tak diganggu oleh orang lain, lebih tepatnya supaya aku tak mengikuti pembicaraan membosankan mereka, mungkin dia juga.
Yah, sebenernya aku sama sekali nggak ngerti apa yang kebanyakan dibahas dalam kelas ini, jadi aku selalu bosan.
Jadi, bisa disebutkan bahwa bosan terjadi karena kita tak tahu apapun itu. Sama seperti hubungan orang-orang yang mengatakan bahwa "Aku sudah bosan denganmu."
Hah? Apanya? Aku sepertinya sedang menghina seseorang? Tentu saja, memangnya salah? Orang-orang yang biasa mengatakan hal itu memang sudah pantas untuk di hina, bahkan untuk diriku sendiri.
Setelah pelajaran yang terasa sedikit panjang, bel istirahat berbunyi, membuat suara hening dari kelas ini menghilang entah kemana.
Beberapa orang bahkan rela berdesak-desakan melewati pintu yang memang hanya ada satu tepat setelah guru keluar dari kelas ini.
Mungkin saja, hentakan kaki dari mereka semua terdengar jelas oleh murid-murid di kelas bawah.
Aku lebih memilih kelaparan di sini!
Tak lama, rombongan besar tadi menghilang, sama sekali tak ada orang yang tersisa di dalam kelas ini.
Aku juga melangkah cepat keluar dari kelas ini karena takut waktu istirahat akan berakhir.
Jika aku harus menjelaskan, aku sekarang berada di kelas 12C di mana kelas yang paling ujung dari ruangan lain di area gedung ini, kelas Ishiki adalah 12B dan setelahnya adalah kelas 12A.
Sekolah kami ini, terdiri dari beberapa gedung di setiap jurusannya, jika berbeda jurusan, maka kami akan berbeda gedung, begitulah faktanya.
Jadi jika aku harus ke perpustakaan, aku harus melewati dua lalu lintas di area yang memberi jarak antara Kelas 12A dengan perpustakaan yang di seberangnya lagi adalah tangga turun.
Di area itu terletak sebuah tempat untuk membasuh tangan dan kaca besar di depannya, aku juga tak pernah ke sana, tapi kebanyakan yang biasanya terlihat, tempat itu dijadikan tempat kumpulnya gadis-gadis dari gedung ini.
Setelah masuk di perpustakaan yang memang menjadi backsound khas dari perpustakaan, kesenyepan ini bukan berarti semua orang menuruti peraturannya, lebih tepatnya tak ada orang di sini kecuali penjaga perpustakaan.
Yah, jika dipikir-pikir lagi mungkin suatu saat jika aku beruntung di masa depan, aku berharap bisa menjadi penjaga perpustakaan. Itu pasti menyenangkan karena aku bisa melakukan hal yang aku sukai bahkan dapat gajih.
Aku juga bisa duduk seharian, itu pasti pekerjaan yang sempurna untukku.
Aku mengambil buku ini bukan karena Yuuki yang memintaku, sebenarnya aku juga sudah lama ingin membaca buku yang sudah ada di tanganku ini untuk diriku sendiri.
Tangan kananku menggenggam buku itu sambil mengikuti arah zig-zag langkah kaki serta kedua tanganku, setelah mengambil izin kepada ibu penjaga perpustakaan itu aku beranjak pergi.
Tepat di depan lorong area tempat biasanya siswi berkumpul, aku menyadari sesuatu setelah mendengar nama yang diucapkan sangat keras di ujung sana.
Tempat yang biasanya ramai itu kini di kuasai oleh tiga gadis yang mengelilingi seseorang seolah sedang menjadi barang rusak di toko mewah.
Yah, itu memang pembulian, tapi yang paling membuatku terkejut adalah fakta bahwa orang yang sedang berada di tengah mereka menatap adalah Rainata.