Kemudian terdengar suara dari lift dan lift sudah tiba.
Xue Xi dan Ji Silin masuk ke dalam lift bersama-sama. Saat lift mulai turun, Ji Silin membenarkan posisi kacamatanya dan dengan wajah lembutnya berkata, "Hipnotis itu ada tapi mungkin itu tidak ada hubungannya dengan masalahmu saat ini karena aku tidak melihat jejak hipnotis dalam dirimu."
Mata Xue Xi yang besar terlihat tertegun, dia tidak meragukan perkataan Ji Silin sama sekali hanya saja… Jika bukan hipnotis lalu apa?
Saat Xue Xi sedang kebingungan, lift sudah tiba di lantai 1.
Ji Silin tersenyum dan berkata, "Kamu memiliki handphone?"
Xue Xi menjawab, "... Ada."
Mereka berdua bertukar pandang kemudian Ji Silin menghela nafas tidak berdaya dan berkata, "Jika ada yang bertanya kamu memiliki handphone atau tidak itu berarti orang itu ingin mengetahui nomor teleponmu. Beritahu aku nomor teleponmu, kelak jika kamu menemui masalah kamu bisa menelponku."
Xue Xi bersikap seolah baru mengetahui hal itu. Dia mengeluarkan handphonenya, setelah bertukar nomor telepon dengan Ji Silin, dia baru mengangkat kepalanya dan berkata, "Sampai jumpa Kak Silin."
Setelah Ji Silin tidak terlihat lagi, dia berbalik badan dan kembali ke atas.
Saat masuk dia mendengar Song Wenman sedang bicara dengan Ye Li, "Pasti seperti itu! Jika kamu terus mengalah maka dia akan semakin keterlaluan, dulu kan mama sudah tidak setuju kamu menikah dengan Xue Cheng…"
Saat itu Xue Cheng yang duduk di samping mereka berdeham dengan canggung untuk mengatakan bahwa dirinya masih ada di sana.
Song Wenman langsung melihat ke arah Xue Cheng dengan tidak senang, tapi dia tidak mengatakan apapun. Dia melambaikan tangannya ke arah Xue Xi dan berkata, "Xixi kemari, nenek bawa kamu menemui kakek."
Xue Xi menganggukkan kepalanya.
Dia mengikuti Song Wenman masuk ke dalam kamar tidur utama dan dia melihat seorang kakek tua berambut putih yang sedang duduk di atas kursi bambu dan sedang memejamkan matanya, berjemur di bawah sinar matahari.
Setelah mereka berdua masuk, kakek itu membuka matanya. Dia tertegun saat melihat Xue Xi kemudian tersenyum dan bertanya, "Lili, bukankah kamu masih kuliah? Kenapa sudah pulang?"
Xue Xi sedikit tertegun mendengar itu.
Song Wenman menghela nafas kemudian berkata, "Dia kehilangan ingatannya dan hanya ingat dengan kejadian 20 tahun yang lalu.
Setelah mengatakan itu dia melihat ke arah kakek Ye dan berkata, "Ini adalah Xixi, anak perempuan Lili."
Kakek Ye tidak membuat keributan, dia tetap tersenyum dan berkata, "Untuk apa kamu membohongiku? Bagaimana mungkin Lili sudah memiliki anak sebesar ini."
Dia terlihat mengantuk, setelah selesai bicara dia kembali bersandar di kursi dan tertidur.
Saat siang hari Ye Li dan Song Wenman memasak di dapur, Xue Xi ingin membantu tapi dia malah diusir keluar.
Xue Cheng membawa kakek Ye keluar untuk berjalan santai, sementara Xue Xi merasa menyesal karena tidak membawa soal latihannya karena jika dia membawa soal latihannya maka dia bisa mengerjakan soal itu.
Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan ke sekitar rak buku yang ada di ruang tamu karena merasa bosan dan tiba-tiba saja dia melihat setumpuk kertas yang terlihat mulai menguning. Dia mengeluarkannya dan melihat beberapa baris, dia baru sadar itu adalah pengetahuan tentang matematika, Xue Xi seketika terlihat begitu antusias.
Tiba-tiba dia mendengar suara yang bertanya, "Kamu menyukainya? Kalau begitu untukmu saja."
Xue Xi mengangkat kepalanya dan melihat Xue Cheng serta kakek Ye sudah kembali.
Dia sama sekali tidak sadar bahwa dia sudah melihat tumpukan kertas itu hampir 1 setengah jam lamanya.
Xue Xi dengan mata berbinar menjawab, "... Iya."
Kakek Ye merasa sangat lapar, dia berjalan ke arah meja makan dan berkata, "Lapar sekali!"
Mereka makan siang bersama dan saat pukul 3 sore mereka pulang.
Dalam perjalanan pulang Xue Xi tiba-tiba merasakan dadanya terasa sedikit sakit. Dia langsung duduk dengan tegak dan mengingat kembali bagaimana dia bisa mengenal Xiang Huai.
Ye Li tiba-tiba bertanya, "Xixi, kamu sedang memikirkan apa?"
Xue Xi memiringkan sedikit kepalanya lalu dengan jujur menjawab, "Pacarku."
"..."
Ye Li merasa begitu terkejut seolah tiba-tiba saja ia digigit oleh seekor anjing.
Tapi karena Xue Xi menyebutkan hal itu dia jadi ingin lebih memahami keadaan Xue Xi sehingga dia bertanya, "Xixi, apa yang kamu suka darinya?"
Xue Xi berpikir dengan keras dan melihat ke arah Ye Li dengan kebingungan.
Ye Li tahu bahwa kemampuannya merespon lebih lama sehingga dia coba untuk bertanya lagi, "Apa dia tampan?"
Xue Xi mengingat wajah tampan Xiang Huai yang sering bersembunyi dalam kegelapan dan dia menganggukkan kepalanya, "Hm."
"..."
Ye Li jadi bertanya-tanya apakah Xue Xi menyukai pacarnya itu karena wajahnya yang tampan...
Xue Cheng yang duduk di belakang kemudi mobil berdeham dan bertanya, "Ehm, Xixi, kamu masih punya cukup uang?"
Xue Cheng mengira pacar Xue Xi sangat materialistis jadi dia yakin orang itu sudah menghabiskan banyak uang Xue Xi.
Saat Xue Cheng sedang memikirkan itu Xue Xi menganggukkan kepalanya, "Hm, masih ada 10.000 yuan."
"Bukankah papa hanya memberimu 10.000 yuan?" Tanya Xue Cheng.
"Iya."
"Lalu berapa uang yang kamu berikan kepada pacarmu?"
"Ehm, 300 yuan."
"..."
Di dalam mobil menjadi sangat sunyi.
Setelah itu Ye Li merasa ada yang janggal dan bertanya, "Kamu hanya memberinya 300 yuan dalam 1 minggu?"
Aku tidak mengerti kenapa orang yang materialistis hanya akan meminta uang 300 yuan dari Xixi, sedikit sekali… Batin Ye Li.
Hingga mereka tiba di rumah, Ye Li masih kebingungan dan saat ingin bertanya lagi, Xue Xi sudah masuk ke dalam kamarnya dan kembali mengerjakan soal latihan olimpiade.
Xue Xi menghabiskan sisa waktu akhir pekannya untuk mengerjakan soal latihan hingga akhirnya hari Senin tiba.
Mobil berhenti di depan pintu minimarket Ye Lai Xiang, Xue Yao melihat keluar kemudian mengolok Xue Xi, "Aku sudah menduga kenapa setiap pagi kamu selalu turun di sini, ternyata kamu pergi untuk menemui pacar bayaranmu!"
Semenjak Xue Yao mengetahui bahwa pacar Xue Xi adalah bos minimarket, Xue Yao kembali merasa arogan dan sombong, dia mengangkat dagunya, "Apa kamu tahu? Saat Fan Han kelas 2, dia langsung mendapatkan beberapa undangan dari universitas ternama tapi dia menolaknya karena targetnya adalah Universitas Hwa Hsia! Semua orang lulusan universitas itu pasti akan menjadi orang sukses di berbagai bidang."
Setelah dimarahi oleh Ye Li terakhir kali, Xue Yao menjadi lebih berhati-hati dan dia jadi ingin membanggakkan dirinya.
Tapi sayang sekali Xue Xi sama sekali tidak memperdulikannya, dia turun dari mobil dan masuk ke dalam minimarket dengan santai.
Xiang Huai duduk di belakang meja kasir seperti biasanya dan dia sedang membaca buku. Dia terlihat sedang bersantai dan saat dia melihat Xue Xi masuk, bola matanya yang berwarna coklat itu melihat tubuh Xue Xi setelah itu dia meletakkan bukunya di atas meja dan berjalan ke arah meja makan.
Semuanya terlihat seperti biasanya...
Xue Xi tidak tahu apa yang dia rasakan tapi dia tidak memikirkannya, dia hanya sarapan bersama Xiang Huai dan Lu Chao.
Setelah itu dia duduk termenung sambil memegang dadanya.
Xiang Huai bangkit berdiri lalu menghampirinya, setelah itu suaranya yang mempesona terdengar, "Kenapa? Tidak mau berpisah dariku?"
Xue Xi melihat ke arahnya dengan tenang kemudian dia menggelengkan kepalanya dan berkata dengan bingung, "Dadaku masih terasa sedikit sakit."
Xiang Huai tertegun kemudian dia tertawa tidak berdaya, suara tawanya terdengar begitu mempesona dan seolah tertanam di hati Xue Xi.
Xiang Huai kemudian berkata, "Adik kecil, berikan tanganmu kepadaku."
Xue Xi mengulurkan tangannya kemudian Xiang Huai menggenggam tangan Xue Xi dengan erat.
Tubuh Xue Xi seketika membeku dan dirinya benar-benar tertegun.
Tangan Xiang Huai sangat besar hingga tangannya dapat membungkus seluruh tangan Xue Xi. Telapak tangan Xiang Huai terasa hangat dan perasaan hangat itu seolah mengalir ke tangannya hingga ke tubuhnya dan membuat wajahnya terasa panas.
Saat dia baru tersadar dan ingin menarik tangannya, dia mendengar pertanyaan Xiang Huai, "Sudah tidak sakit?"
Xue Xi tertegun.
Dia merasakan dadanya kemudian dengan kebingungan menjawab, "Iya, kenapa bisa seperti ini?"
Xiang Huai tersenyum dan berkata, "Mungkin hanya bertemu setiap hari sudah tidak cukup jadi perlu bergandengan tangan."
Mendengar itu, di dalam kepala Xue Xi muncul sebuah tanda tanya.
Kemudian tanpa sadar dia langsung bertanya, "Lalu kelak jika bergandengan tangan sudah tidak cukup maka bagaimana?"