Unduh Aplikasi
50% UNREQUITED / Chapter 3: Dalam Kenangan

Bab 3: Dalam Kenangan

Pulang sekolah Kalisha berjalan sendiri melalui gerbang belakang. Entah mengapa, ia sedang merasa ingin sendiri saat ini. Gerbang belakang sekolah Kalisha tembus ke sebuah perumahan. Perumahan itu tidak terlalu ramai Karena yang tinggal di sana kebanyakan adalah pensiunan. Kalisha berbelok ke kiri dan berjalan lurus melalui pohon-pohon cemara yang berjejer rapih menghiasi pinggir-pinggir jalan komplek itu.

Kalisha kembali terkenang. Pertama kali melalui jalan itu adalah ketika ia berada di kelas satu. Statusnya sebagai 'murid baru' mengharuskannya untuk meminta tanda tangan semua Pengurus OSIS yang menjabat saat itu. Tentu tidak semudah itu mendapatkan tanda tangan para pengurus OSIS Karena mereka harus menuruti semua perintah yang diajukan oleh kakak kelas itu.

Ada seorang kakak kelas XII, Tian namanya. Pertama kali melihat Kalisha, ia merasa tertarik. Kejahilannya pun dimulai. Berawal dari hanya sekedar menyuruh Kalisha ke kantin untuk membelikan makanan hingga akhirnya meminta Kalisha untuk mengambilkan sketch-book yang tertinggal di bangku taman.

"Hah, di bangku taman!?" Kalisha tidak habis pikir.

"Iya, di bangku taman komplek belakang sekolah ini. Ntar pulangnya lewat belakang sekolah aja!"

"Ta-tapi..."

"Ok, makasih! Jangan lupa, ya! soalnya, itu penting banget!!" Dan Tian pun pergi meninggalkan Kalisha setelah mengatakan itu semua.

Sekarang jalan itu terasa lebih sepi dibandingkan sebelumnya pertama kali Kalisha ke sini. Terkadang Kalisha tidak habis pikir, mengapa teman-temannya lebih menyukai pulang lewat gerbang depan sekolah. Memang sih, kalo pulang lewat gerbang belakang seperti ini jadinya agak lebih memutar menuju jalan raya. Tapi, apa mereka tidak sadar kalau pemandangan yang ditawarkan di sini jauh lebih berharga dari jalanan yang penuh dengan asap kendaraan bermotor di gerbang depan.

Kalisha pun sampai di sebuah taman kecil tak jauh dari gerbang sekolahnya. Ia duduk di sebuah kursi kayu kecil di taman itu. Lagi-lagi suasana tampak lenggang. 'Kenapa gak banyak anak-anak yang main di sini?' pikir Kalisha dalam hati. Terlihat seperti ada sesuatu hal yang berat di dalam hatinya.

'Pasti Tian bakalan bilang kalo anak-anak jaman sekarang lebih suka main PS atau sejenisnya, jadinya mereka sudah tidak tertarik lagi mainan pasir di sini!' pikir Kalisha lagi dalam hati. Ia tersenyum pahit mengingat kenangannya dengan Tian. Terasa seperti ada sesuatu yang menusuk-nusuk di dalam hatinya. Setiap kali kenangan itu muncul, semakin sakit pula rasa yang ada di hatinya.

Kalisha memejamkan matanya sejenak. Jiwanya mencoba untuk kembali merasakan setiap detail yang berada di taman ini. Saat ini memorinya berjalan mundur. Kalisha teringat kembali saat ia benar-benar pergi menuju gerbang belakang untuk mencari buku sketsa kakak kelas yang paling disebalinya itu. Seketika ia terpana melihat jalan di komplek itu. Sederhana namun rapih. Kalisha merasa seperti memasuki dunia lain yang ada di dekatnya namun baru ia ketahui saat ini. Ia merasa seperti baru saja keluar dari gua yang gelap dan sampai di alam lain sekolah ini. Daun-daun pohon cemara yang mulai menguning dan berguguran ke tanah, Karena saat itu sudah masuk musim kemarau.

Kalisha terus berjalan pelan sambil menghirup udara segar yang berada di tempat ini. Hingga akhirnya ia sampai di sebuah taman kecil. Kalisha segera menemukan buku yang dicarinya berada di atas kursi yang ia tempati sekarang. Ia pun memungut buku itu. Rasa penasarannya timbul kala melihat tulisan sketch-book dan nama Fatian Munaf tertera di buku itu. Kalisha pun duduk di kursi dan memulai membuka buku itu lembar demi lembar.

'Maaf ya, kak' ujar Kalisha dalam hati lalu membuka lembaran pertama buku itu. "Another world" tertera di bawah gambar suatu pemandangan. Pemandangan jalan komplek menuju taman ini yang tadi Kalisha lalui tergambar dengan indah di buku yang dipegangnya saat itu. Baru membuka lembaran pertama, Kalisha sudah merasa takjub melihat goresan-goresan yang dibuat oleh kakak kelasnya itu. Suatu hal lain yang dilihat olehnya dari pemilik buku itu. Lembaran berikutnya Kalisha melihat gambar sosok belakang seorang wanita dan anak kecil sedang bergandengan tangan menuju jalan keluar dari taman ini. "Come home" judul yang tertera di bawahnya. Dan gambar-gambar lain yang tidak kalah indah di mata Kalisha. Tanpa sadar dari tadi ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh dan saat ini sudah sampai di sampingnya.

"Ehm!" Suara itu mengagetkan Kalisha tiba-tiba. Kalisha segera menegakkan duduknya. Ia tahu siapa yang saat ini sudah berada di sampingnya. Suara pria yang akhir-akhir ini sudah tidak asing di telinganya. Dan tepat dugaannya, Tian sudah berdiri di sampingnya.

"Siapa yang bilang kamu boleh lihat!?" tanya suara itu agak ketus. Kalisha panik ditanya seperti itu, ia merasa sedikit bersalah namun, ia mencoba untuk tenang.

"Gak ada." jawabnya singkat saat itu.

"Terus kenapa dilihat?" Tanya Tian lagi masih dengan suara ketusnya.

"Gambarnya bagus, ya!" Ujar Kalisha mengacuhkan pertanyaan Tian itu. Ia kembali membuka buku sketsa itu.

"Hei, aku ngomong sama kamu!"

"Yang ini, gambar jalan belakang sekolah kan!? Bagus banget! Kakak belajar gambar dimana?"

"Anak baru gak boleh lancang!"

"Ini anak perempuan apa laki-laki sih?" Kalisha menunjuk gambar anak dan wanita yang bergandengan tangan tadi. Tian terdiam, ia menatap Kalisha kesal. "Aku boleh minta gambar yang ini?" Tanya Kalisha lagi polos. Kalisha menatap Tian penuh harap. Yang ditatap pun melunak.

"Hah...terserah kamu deh!" Ujar Tian menyerah akhirnya kemudian duduk di sebelah Kalisha. "Aku kira kamu gak bakalan dateng" Lanjutnya lagi.

"Ya, nggak lah...aku gak suka ingkar janji!" Jawab Kalisha singkat. Matanya masih tidak bisa lepas dari gambar-gambar itu. Dan obrolan pun berlanjut sampai sore hari. Ada beberapa hal yang Kalisha tarik kembali perihal Tian di pikirannya. Keduanya pun menyadari bahwa ada banyak kecocokan diantara mereka. Saat pulang pun Tian mengantar Kalisha dengan mobilnya pulang ke rumah. Kalisha sudah menolak, namun Tian memaksa. "Orang mau dapat pahala kok dicegah? Dosa loh!" ujarnya saat itu dan Kalisha tidak dapat menolak lagi.

Tak terasa hubungan mereka semakin dekat. Kalisha dan Tian sering berada di taman itu. Bagi mereka, itulah spot terbaik. Tian sosok yang lucu dan bersemangat, dia sangat suka menggoda Kalisha dengan joke-joke 'receh'nya. Namun ketika menggambar, wajahnya akan terlihat sangat serius benar-benar berbeda dari keseharian yang ia tampilkan. Kalisha suka menemani Tian menggambar, mendengarkannya bercerita atau mendapatkan perlakuan-perlakuan kecil yang sering kali membuat Kalisha berdebar.

'Di sini aku pertama kali melihat gambar kak Tian, di sini pertama kali aku merasa lebih mengenal kak Tian, di sini kak Tian pertama kali menggambar aku, dan di sini juga...aku kehilangan dia...' Kenang Kalisha dalam hati. Ingatan Kalisha kembali berjalan. Sore itu Tian menyatakan perasaanya kepada Kalisha di taman ini. Tian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, wajahnya memerah dan terlihat sangat gugup. Kalisha kaget mendengar pengakuan tiba-tiba juga ikut menjadi gugup, Ia tidak mengerti harus berbuat apa. Ini adalah pertama kalinya bagi mereka berdua. Tian pun akhirnya membuat suatu permainan. Kalau Kalisha menerima cintanya, maka besok pukul 3 sore Kalisha harus hadir di taman ini. Tian memberikan waktu semalam untuk Kalisha berfikir tentangnya. Tian pun berjanji, apapun jawaban Kalisha tidak akan merubah sikapnya kepada Kalisha. Kini tidak ada alasan bagi Kalisha untuk tidak dapat menjawab.

Semalaman otak Kalisha berfikir keras. Ia selalu merasa tidak yakin dengan apa yang ia perbuat. Esok hari pun tiba. Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, butuh waktu setengah jam bagi Kalisha dari rumahnya untuk sampai di taman itu. Ia masih merasa tidak yakin dengan keputusan yang diambilnya semalam. Akhirnya ia mengandalkan perasaannya untuk menjawab pertanyaan dari Tian. "Tuhan, berikanlah aku yang terbaik!" doanya saat itu.

Jam di taman itu menunjukkan pukul 02.50. Suasana lenggang di Taman ini tidak jauh berbeda dengan biasanya. Hanya ada seorang wanita yang duduk di bangku kayu kecil taman sambil berharap yang ditunggunya cepat datang.

Kalisha kecepatan 10 menit untuk berada di taman itu. Akhirnya, perasaannya mengatakan bahwa ia harus datang ke taman itu. Ya, Kalisha menyukai Tian juga! Kalisha melirik jam tangannya. Pukul 02.55. Lima menit lagi ia akan melihat Tian turun dari motornya dan tersenyum senang melihat dirinya. Kalisha sudah membayangkan seperti apa senyumnya nanti. Kalisha menutup wajahnya dengan malu. Baru membayangkannya saja sudah bisa membuatnya tak henti-hentinya tersenyum.

Jam di taman sudah berdentang tiga kali, namun tanda-tanda kehadiran Tian belum juga ada. Kalisha mulai gelisah. Entah mengapa perasaanya tidak enak sekali.

'Apa aku salah pakai baju, ya!?' Kalisha menatap baju yang dikenakannya. Namun, tidak ada tanda-tanda kesalahan di situ. Kalisha kembali melirik jam tangannya. 'Kak Tian pasti kena macet!'

Kini, jam di taman sudah berdentang empat kali, namun Tian belum juga menampakkan wajahnya. Kalisha hanya diam. Langit sudah mulai gelap. Sama seperti suasana hatinya saat itu. Kalisha sudah bersiap-siap akan pergi hingga tiba-tiba handphone-nya berdering. Kalisha menatap ID yang tertera di layar handphone-nya.

"Kak Tian" tertera di layar handphone-nya. Kalisha ragu untuk mengangkatnya. Ia merasa sudah dipermainkan oleh Tian. Kalisha merasa benar-benar dibodohi. Rasa kesalnya kini sudah hampir setingkat amarah. Seperti apapun kak Tian meminta maaf kepadanya nanti, Kalisha tidak yakin dapat benar-benar memaafkannya. Ia pun memutuskan untuk tidak mengangkat panggilan itu. Kalisha berjalan cepat meninggalkan taman itu.

Namun, handphone Kalisha terus berdering. Entah mengapa Kalisha merasa ada sesuatu hal penting yang akan disampaikan Tian saat itu. Akhirnya, Kalisha berhenti berjalan. Rasa penasarannya mendorongnya untuk mengangkat panggilan itu. 'Aku akan diam saja!' pikir Kalisha sebelum mengangkat telepon itu.

"Kal!" Seru suara di seberang sana. 'Bukan suara kak Tian!?' Bingung Kalisha dalam hati. Lagi pula, Tian biasa memanggil Kalisha dengan panggilan "Kira" yang diambil dari nama panjangnya, Kirana Kalisha Ashadi.

"Iya?" Jawab Kalisha bingung.

"Kal, kamu di mana!!?" Ujar suara itu panik. Suara seorang pria yang juga tidak terlalu asing di telinganya.

"I-ini siapa!?" Kalisha berusaha tenang.

"Ini Andre!" Ujar suara itu cepat. Kakak kelasnya, teman baik Tian yang juga merupakan salah satu pengurus OSIS.

"'Ooh...kak Andre. Iya, ada apa kak?"

"Tian, Kal..." Omongan Andre terhenti. Seketika perasaan tidak enak yang tadi sempat menyergap Kalisha kembali menjalar dengan cepat ke seluruh tubuhnya. Namun, Kalisha tetap berusaha untuk tenang. Ia menunggu kelanjutan omongan Andre.

"Tian..." Andre mengulang kembali kata-katanya. Ia merasa tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya. Perasaan Kalisha semakin cemas.

"Tian...Tian pergi..."

Hujan turun cukup deras. Bau tanah yang terguyur tetes-tetes air mulai tercium. Seorang wanita turun dari taksi dengan terburu-buru dan berlari cepat memasuki bangunan berbau steril berwarna putih. Kamar Mawar no.3 lantai 3 yang menjadi tujuan utamanya saat ini.

Kalisha pun sampai di lantai yang menjadi tujuannya. Ia celingak-celinguk sebentar, merasa bingung dengan lantai bangunan Rumah Sakit yang semua terasa mirip. Seorang suster lewat dan langsung dicegat olehnya.

"Sus, Kamar Mawar no.3 di mana!?" Tanya Kalisha cepat.

"Lurus aja terus belok kiri kamar di sebelah kanan." Jawab suster itu memberi penjelasan.

"Makasih, sus!" Balas Kalisha cepat kemudian berlari menuju tempat yang dijelaskan oleh suster tadi. Hampir-hampir ia menabrak orang sakit ketika sedang berlari menuju kamar yang dimaksud. Tepat saat Kalisha berbelok ke kiri, Ia terhenti.

Suasana di tempat itu terasa sangat tidak nyaman. Rasanya Kalisha ingin segera pergi dari tempat itu tanpa tau kejadian apa yang baru saja terjadi. Jantungnya berdetak cepat, terlebih saat melihat teman-teman Tian menangis di depan kamar bernomer tiga. Andre yang berdiri di depan pintu hanya dapat menatap Kalisha lirih. Matanya merah menahan tangis.

Kalisha berjalan pelan mendekati pintu kamar itu. Kakinya berat sekali untuk melangkah. Rasa takutnya muncul. Kalisha sampai di depan pintu. Matanya menatap ruangan di balik pintu. Seketika ia merasa lumpuh.

Sesosok tubuh terbaring di tempat tidur di kamar itu. Tertutup selimut putih hingga kepala. Di sekitarnya banyak orang yang menangis seperti tidak dapat merelakan sesuatu. Kalisha benar-benar merasa seperti mimpi. Jantungnya berdetak cepat. Matanya terasa panas, air matanya tumpah seketika. Hampir Kalisha ambruk di depan pintu kamar. Untungnya Andre sigap menangkap tubuh yang merasa kehilangan dunianya itu.

"Gak mungkin..." Kalisha berujar lirih. Air matanya terus berderai, tangannya menutup mulut yang merasa ingin muntah.

"Tenang, Kal..." Andre berujar pelan menenangkan Kalisha. Tangannya masih menopang tubuh yang akan ambruk itu. "Tadi siang saat Tian mau pergi, penyakitnya kumat..." Andre menjelaskan perlahan kepada Kalisha. "Serangan jantung...", lanjutnya lagi pelan. Kalisha Syok mendengar omongan Andre, Ia tidak percaya bahwa Tian mengidap penyakit seperti itu. Andre kemudian menjelaskan bahwa Tian memiliki Kelainan jantung bawaan sejak lahir. Kelainan itu menyebabkan Tian tidak dapat melakukan aktivitas berat, dia tidak handal di bidang olah raga, itulah mengapa Tian lebih fokus ke bidang seni.

"Tapi, kak Tian sudah janji...dia akan datang ke taman..." Kalisha berujar pelan. Suaranya parau Karena menangis. Untuk pertama kalinya, Kalisha merasakan sakit yang teramat sangat. Air matanya tidak dapat berhenti berderai. Masih ada hal yang belum ia sampaikan kepada Tian. Tian belum tahu bahwa Kalisha juga mencintainya. Kehilangan orang yang ia sayangi dengan cara yang amat tiba-tiba. Membuatnya masih tidak percaya bahwa yang terbaring kaku itu adalah Tian.

Dan untuk detik berikutnya, Kalisha tidak sadarkan diri.

"Kamu yang namanya Kalisha?" Tanya wanita setengah baya, kala Kalisha hadir di pemakaman Tian. Kalisha menatap sosok itu cermat. Tatapan lembut wanita itu mengingatkannya kepada seseorang.

"Iya." Jawab Kalisha sopan.

"Saya ibunda Tian." Ujar Wanita itu lagi. Kalisha kaget mendengarnya. Pantas ia seperti mengenal tatapan lembut yang dimiliki wanita itu. Seketika perasaan Kalisha seperti hidup kembali.

"Sebelum kepergianny, Tian sempat sebut nama kamu." Lanjut ibu itu lagi. Matanya yang sembab pertanda tak henti-hentinya menangis kembali memerah. "Dia bilang...mau bertemu kamu..." Lanjut ibunda Tian lagi. Kali ini air matanya sudah kembali berderai. Kalisha terdiam.

"Tian...Tian..." Ibu itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Mulutnya terlanjur bergetar menahan tangis seorang ibu yang masih tidak rela kehilangan anak yang amat disayanginya. Kalisha merapatkan tubuhnya dengan wanita itu. Ia pun menggenggam tangan wanita itu.

"Saya merasa sangat kehilangan Tian tante..." Ujar Kalisha pelan. Hampir suaranya tak terdengar. Ia berusaha menahan tangisnya agar wanita itu dapat sedikit lebih tenang. "Saya cuma ingin Kak Tian tahu, kalau saya... saya juga sangat sayang Kak Tian..." Dan air mata Kalisha sudah tidak dapat terbendung lagi.

. . . . . .

Sekarang, berada di taman ini masih membuat Kalisha merasakan sakit yang teramat dalam. Ia merasa seperti ada hal yang tertinggal dan tidak dapat terselesaikan. Hutang yang akan terus ia ingat sampai ia tua nanti. Namun, rasa kangennya akan sosok Tian hanya dapat ia temukan di sini. Bagaimanapun juga ini adalah tempat kenangannya dengan seorang Fatian Munaf.

Hari semakin sore. Suasana di taman ini semakin gelap. Namun, kegelapan yang berada di sekitarnya sama sekali tidak membuat Kalisha takut. Ia tetap merasa nyaman seolah-olah ia bersama dengan Tian saat itu. Tetapi, Kalisha sadar, ia tidak dapat terus berada di situ. Kesadarannya sebagai keluarga mengharuskannya untuk pulang ke rumah. Akhirnya, Kalisha bangun dari kursi taman itu.

"Hah..." Kalisha mendesah pelan. Ia menatap sejenak ke arah langit. "Kak Tian, aku pulang dulu, ya..." Kalisha berujar pelan. Pikirannya masih serasa melayang dengan kenangan-kenangan tadi.

"Oia, sebentar lagi sekolah kita mau mengadakan PENSI, doain semoga lancar, ya kak!" Lanjut Kalisha lagi seolah-olah sedang berbicara dengan Fatian saat itu. Kalisha tersenyum sejenak, kemudian menunduk. "Mungkin aku masuk OSIS pun karena kakak.."

"Aku sayang kakak…" Kalisha kembali terdiam, lalu bangkit dari duduknya.

"Amat sayang kakak..." dan Kalisha pergi dari tempat itu.


PERTIMBANGAN PENCIPTA
DaoistC67AJc DaoistC67AJc

The sadest part..

Siapa yang pernah mengalami kejadian seperti ini? Cinta pertama yang tidak terwujud, semoga kalian semua dikuatkan..

Tetap semangat! Waktu akan memulihkan semuanya..

Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C3
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk