Unduh Aplikasi
52.94% Ruby Jane / Chapter 9: Party Again

Bab 9: Party Again

Sonia memutuskan untuk kembali praktik seperti biasa. Rencana cuti selama sebulan berantakan sejak semalam. Sebenarnya alasan ia hendak mengambil cuti bukanlah karena jenuh, melainkan karena Ruby. Pertama kali bertemu dengan Ruby, Sonia dapat merasakan jika perempuan itu bukanlah seseorang yang mudah. Namun dengan optimis ia menghadapinya. Di hari kedua pertemanan mereka, Sonia ingin memastikan jika kehadirannya tidak mengganggu Ruby. Jawaban Ruby mengubah semua rencana yang telah ia susun.

Ia merasa kecewa karena dugaannya tepat, Ruby tidak mengharapkan keberadaannya. Kata kehilangan sangat bersahabat dalam hidup Sonia. Sepanjang jam praktik, Sonia tidak bergairah memeriksa pasien. Ia tidak bisa berkonsentrasi seperti biasa. Apa karena Ruby? Pikirnya. Begitu jam makan siang tiba, ia segera menuju restoran yang telah ia janjikan pada teman-temannya. Sonia datang melengkapi empat perempuan yang telah lebih dulu ada di sudut ruangan.

Saat sedang asyik mendengarkan salah seorang temannya bercerita, matanya terusik oleh seorang perempuan yang berjalan didepan restoran. Mata Sonia mengikuti langkah perempuan itu. Ia tak lagi mendengar temannya bercerita, melainkan terus menatap sosok perempuan yang tak lain adalah Ruby. Sonia bergegas keluar dari restoran dan mengikuti Ruby hingga parkiran.

Jantung Sonia berdetak kencang, ingin sekali ia menghampiri Ruby namun niat itu urung karena teringat percakapan mereka semalam di telepon. Ia terus mengikuti Ruby hingga perempuan itu masuk kedalam mobil. Sonia menatap kantong belanja yang dibawa perempuan itu. Begitu mobil Ruby melaju, Sonia termangu. Ia langsung pergi dari tempat itu dan pulang ke rumah, tidak berniat kembali ke tempat praktik.

"Kenapa denganku? Kenapa Ruby terus merasuki pikiranku? Hanya dua hari aku mengenal perempuan aneh itu. Tapi aku sulit terlepas darinya. Apa aku kecanduan dirinya? Tidak! Aku seorang dokter. Aku tidak boleh seperti itu. Ruby hanya seorang gadis kecil yang butuh pertolongan. Aku harus melupakannya". Batin Sonia yang pikirannya mulai kacau. Ditambah jalanan macet membuatnya semakin gila terjebak didalam mobil.

Sementara itu sejak siang hingga petang Ruby hanya diam melamun sambil meneguk beberapa botol vodka. Perempuan itu bilang tidak peduli dengan kepergian Sonia, tapi hatinya berkata lain. Masalahnya sosok Sonia terus mengganggu pikirannya, perempuan itu membuatnya tidak ragu untuk berbagi cerita. Meskipun ada bagian-bagian yang memang Ruby simpan sendiri. Rasanya agak aneh hari ini tidak mengobrol dan bertemu Sonia.

Saat hendak mematik rokok, dering teleponnya berbunyi.

"Apaan?". Teriak Ruby yang merasa terganggu, tanpa tahu siapa gerangan yang menelepon dirinya.

"Hai Ruby apa kabar? Ingat gue kan?". Ruby mengernyitkan keningnya begitu mendengar suara diseberang.

"Penting gitu buat gue tahu siapa lo?". Sahut Ruby jutek. Rokoknya kembali ia sulut kemudian dihisap dalam beberapa kali sembari menunggu orang diseberang sana menyahuti.

"Ck! Ini gue Sofia, nanti malam mau ikut enggak?". Ruby menarik sudut bibirnya begitu mengingat sosok Sofia. Perempuan yang mengadakan pesta liar dan nakal malam itu.

"Ke mana?".

"Dugem, cantik". Ruby sedikit menimang tawaran Sofia. Dugem ya? Hemmm, kebetulan Ruby juga sedang penat malam ini. Jack pergi keluar kota untuk urusan bisnis, lelaki itu tidak bisa menemani Ruby hari ini.

"Boleh juga".

"Ya, nanti jam sepuluh gue jemput. Oke?".

"Oke".

Seringai kecil terpatri diwajah cantik Ruby, Sonia kira ia tidak bisa berteman dengan orang lain? Dikira tidak ada yang mau berteman dengannya? Ruby akan buktikan pada dokter cantik itu jika kehilangan seorang teman seperti sosok Sonia bukanlah masalah besar.

Ruby bergegas mandi. Ia menyisir rambutnya yang basah setelah memakai hair tonic di depan cermin. Ia melepaskan handuk merah pekat yang membalut tubuhnya. Ia tersenyum sendiri menatap buah dadanya yang bulat dengan ukuran lumayan besar. Tangan Jack yang besar dan lebar bahkan tidak bisa menangkup penuh buah dadanya.

Ia membalik tubuhnya melihat pantatnya dicermin. Lagi-lagi ia tersenyum melihat pantatnya yang bulat besar. Depan-belakang besar, setidaknya Jack pasti puas dengan tubuhnya. Ahhh... lagi-lagi teringat Jack, Ruby jadi rindu padanya. Melupakan sejenak sosok Jack, Ruby segera memakai bra coklat muda sepasang dengan celana dalamnya. Ia menyemprotkan parfum ke dada dan lehernya. Ia memakai tank top merah muda dan celana jeans pendek sepaha. Wajahnya bersih tanpa make up, hanya bibirnya teroleskan lipstik berwarna merah. Ia telah siap pergi, tinggal menunggu Sofia menjemputnya.

***

Malam itu disuatu ruangan, Ruby dan teman-temannya larut dalam suasana hingar bingar. Sofia sudah mabuk berat. Hampir semua pesta alkohol ditempat itu. Hanya Ruby dan lima temannya yang masih sadar. Ia merasa tidak tenang dan hendak pulang namun ingat jika ia belum melakukan sesuatu.

Ruby mengambil ponsel di dalam tas, ada beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari Jack saat ia mengaktifkannya. Ia abaikan pesan dan panggilan itu, dicarinya kontak Sonia kemudian memanggilnya via video call. Tak berselang lama Sonia langsung mengangkat panggilan video dari Ruby. Terlihat wajah dokter itu sembab, Sonia pasti sudah tidur saat Ruby menghubunginya.

"Malam dokter, maaf mengganggu. Aku hanya mau beri tahu kalau aku tidak membutuhkanmu lagi. Aku sudah punya banyak teman, jadi tidak usah merasa kasihan padaku". Kata Ruby dengan pongahnya sembari mengarahkan ponsel kearah teman-temannya yang tengah mabuk.

"Begitu? Syukurlah, aku juga sibuk jadi tidak bisa selalu menemanimu. Kamu pergi bersama Jack?". Tanya Sonia berbasa-basi kendati dirinya merasa sedih karena perkataan Ruby.

"Aku juga tidak perlu terlalu bergantung pada Jack, aku bisa menjaga diriku sendiri". Sahut Ruby dengan kesal.

"Tapi Ruby, kamu sedang ada di tempat hiburan malam. Disana berbahaya jika...".

"Sudahlah kamu tidak perlu sok baik padaku dokter. Sekali lagi aku tekankan, aku tidak membutuhkan dirimu. Selamat malam".

Tuuuttt... tuut... tuuut...

Ruby memutuskan telepon sepihak, Sonia mulai cemas. Takut terjadi sesuatu pada Ruby, apalagi posisi perempuan itu yang sedang berada di club malam. Bagaimana kalau Ruby dimanfaatkan oleh lelaki brengsek disana? Tanpa pikir panjang Sonia langsung menghubungi Jack.

"Halo Jack, maaf malam-malam begini mengganggu".

"Iya tadi pagi saya telepon kamu, saya ingin menanyakan keadaan Ruby karena dia tidak bisa saya hubungi".

"Maaf Jack, hari ini saya tidak ke rumah Ruby. Jadwal praktik saya padat". Bohong Sonia.

"Saya hanya ingin membicarakan perihal pembayaran yang belum terselesaikan". Sonia menghela nafas panjang sebelum menjawab.

"Sudahlah, Jack. Aku tidak menyembuhkannya sebagai pasien. Aku ini temannya. Ada yang lebih penting daripada itu".

"Maksud Dokter gratis? Terimakasih banyak. Hal penting apa yang ingin kamu bicarakan?".

"Apa kamu tahu kalau malam ini Ruby pergi ke club malam bersama teman-temannya?".

"Apa club malam? Saya benar-benar tidak tahu karena saya sedang ada urusan bisnis di luar kota. Ruby juga sulit sekali saya hubungi". Sahut Jack yang terdengar panik sekali.

"Jack, tenang. Kalau begitu biar saya saja yang menjemput Ruby di club, kamu selesaikan urusan kamu saja".

"Tidak dokter, saya bisa langsung pulang sekarang. Lagian saya hanya sedang ada di Bandung. Boleh tolong beri tahu alamat club nya?".

"Oke, akan saya kirim lewat pesan". Setelah mematikan sambungan telepon. Sonia langsung mengetikan alamat club yang sudah familiar bagi perempuan itu. Sonia memang tidak seliar Ruby, namun hingar bingar club malam sudah tidak asing baginya.

***

Jack memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebelah tangannya mengusap wajahnya yang nampak kuyu. Ruby memang tidak bisa ditinggal walau hanya barang sehari. Jack tidak bisa membayangkan jika ia meninggalkan Ruby seminggu untuk mengurus pekerjaan, apa yang akan dilakukan perempuan itu? Bunuh diri? Jack tidak bisa membayangkan, tidak mau.

Perjalan dari Bandung ke Jakarta cukup memakan waktu. Tepat pukul 24.30 Jack sampai di club yang dimaksud Sonia. Semoga saja Ruby masih ada ditempat itu dan tidak diculik oleh lelaki hidung belang. Jack masuk ke dalam club setelah menunjukan kartu identitas pada security yang berjaga di depan pintu. Lelaki itu mengernyitkan dahinya begitu mencium aroma alkohol dan rokok yang tidak biasa baginya.

Jack bukan perokok, tapi kadang bibirnya bersetubuh dengan puntung rokok. Ia bukan peminum ataupun pemabuk, tapi ia memberi izin alkohol melewati kerongkongannya. Tetapi yang paling penting baginya di dunia ini adalah kepuasan seksual. Untuk mencapai orgasme ia butuh waktu kurang lebih tiga puluh menit. Wajah tidak terlalu penting, yang penting apa yang dimiliki perempuan itu sesuai dengan kriterianya.

Lelaki itu langsung bisa menangkap sosok Ruby yang tengah tertawa bersama teman-temannya, lagi-lagi Ruby bergaul dengan Sofia yang menurutnya memberi pengaruh buruk. Begitu sampai didepan Ruby, perempuan itu kelihatan mabuk. Hendak dirangkul oleh seorang pria namun Jack sudah lebih dulu menyingkirkan pria itu. Ditariknya tangan Ruby agar berdiri kemudian menyampirkan jasnya ke bahu terbuka sang kekasih.

"Jack?". Panggil Ruby dengan mata menyipit karena pandangannya kabur. Jack diam saja sambil menatap perempuan didepannya ini dengan tatapan tidak mengerti. Lelah sekali karena tidak bisa menebak bagaimana keadaan Ruby yang sebenarnya. Entah Ruby enjoy atau tidak dengan teman-temannya ini, Jack pun tidak tahu.

"Wah. Tampan sekali, mau bermain denganku lima ronde?". Pekik salah satu teman Ruby yang sudah mabuk berat hingga jadi linglung begitu. Ruby menepis tangan temannya yang hendak mencolek dagu Jack sambil cemberut.

"Dia pacar gue! Awas lo macem-macem". Ancam Ruby galak pada temannya kemudian beringsut merangkul leher Jack dengan tatapan super manja.

"Aku merindukanmu... rindu sekali". Tanpa malu Ruby langsung menyambar bibir Jack didepan teman-temannya hingga semuanya memekik heboh.

Dengan cepat Jack menarik Ruby untuk segera pergi dari tempat itu. Sungguh Jack merasa pusing dengan alunan musik yang berisik di dalam club. Jack membiarkan Ruby tidur di mobil selama perjalanan pulang. Setahu Jack Ruby memiliki kadar konsumsi alkohol yang tinggi, mungkin setelah tidur sebentar perempuan itu akan sadar.

Dan benar saja, ketika mereka sampai di rumah, Ruby sudah tidak semabuk tadi. Jack menuruti keinginan Ruby yang menawarkannya untuk masuk ke dalam rumah. Jack sibuk menceramahi Ruby, sementara itu pikiran Ruby justru bercabang kemana-mana. Ia membayangkan laki-laki disampingnya ini menyetubuhinya diruang tamu. Ia membayangkan Jack mencium lehernya, menggerayangi lekuk tubuh mungilnya, meraba buah dada ranumya yang bulat, memukul pantatnya seperti malam itu. Ia tidak lagi mendengarkan Jack berbicara. Matanya kosong, melamun. Hingga Jack menepuk pundaknya.

"Hei! Sayang, kamu dengar tidak?". Imajinasi liar itu bubar. Jack menggeser tubuhnya mendekati Ruby. Tangan Jack yang kekar meremas tangan mungil Ruby. Jack mencium jari telunjuknya. Ruby hanya menatap Jack dan menanti bibir lelaki itu berada dibibirnya. Tapi ternyata Jack hanya mencium dahinya sekilas. Ia kemudian berpamitan pulang dan Ruby tidak menahannya.

"Maaf sudah merepotkanmu". Jack mengacak rambut Ruby gemas.

"Tidak masalah. Berjanjilah untuk tidak begitu lagi. Aku tidak bisa tenang jika terjadi sesuatu padamu".

Ruby mengantar Jack hingga masuk ke dalam mobil. Mereka saling berpandangan. Entah apa yang membuat Jack keluar dari mobil. Ia menghampiri Ruby dan mencium bibir perempuan itu ganas. Seketika tubuh Ruby lemas seketika, kakinya tidak bisa menapak tanah dengan benar. Sementara itu sebelah tangan Jack melingkari pinggul Ruby, menahan tubuh perempuan itu agar tidak jatuh.

Mereka saling melumat di teras sampai kemudian selangkah demi selangkah bergerak masuk ke dalam rumah. Mereka bergumul di ruang tamu seperti yang diimajinasikan Ruby beberapa menit yang lalu. Dan Jack melupakan Tuhan, Dosa, serta kondom. Ruby tersenyum karena bisa kembali merasakan Big Dick? Long Dick, milik Jack.

***


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C9
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk