Unduh Aplikasi
53.92% Perjalanan Cinta KIRA / Chapter 55: Aston Martin Valhalla

Bab 55: Aston Martin Valhalla

Kira dengan cepat berdiri, lalu menatap ke Ryan.

"Aku mau pulang, kau mau aku tinggal disini, dan aku tambah hukuman mereka jadi tiga ratus kali hukum cambuk atau kau ikut aku pulang?"

Ryan tak menunggu jawaban Kira, dia langsung menuju mobilnya. Kali ini, Ryan berjalan ke kursi driver, mengendarai mobilnya sendiri. Ryan naik ke dalam Aston Martin Valhalla berwarna putih, yang merupakan mobil egois, karena hanya memiliki dua kursi, untuk driver dan penumpang di sebelahnya. Kira yang masih sesegukan, terpaksa mengejarnya dan berinisiatif segera naik ke kursi penumpang di samping kursi pengemudi, sebelum mobil Ryan meninggalkannya pergi.

Bruuuuum

Mobil Ryan melaju dengan cepat meninggalkan kampus Kira.

"Haaah.. Mengerikan sekali! Kenapa berkendara sekencang ini?" Kira ketakutan berada di dalam mobil.

"Ehmm. Bisa kita bicara sebentar?" Kira memberanikan diri.

"Aku mohon padamu, teleponlah Asisten Andi, dan batalkanlah perint.."

"Sekali lagi kau bicara aku akan buat hukuman cambuk untuk mereka bertambah, dan lihat, kita cuma berdua, kalau kau tak membuka itu, aku akan telepon Andi untuk membuat hukuman mereka jadi dua kali lipat!" Ryan berbicara dengan tatapan lurus ke depan, hanya sesekali Ryan melirik Kira, di saat Kira tak menyadarinya.

Kira segera membuka cadarnya. Duduk diam menghadap ke jalan. Tangannya sudah berkeringat. Karena sangat takut melihat Ryan yang berkendara begitu cepat.

"Bagaimana ini.. Kalau aku tak bicara, Sari dan yang lainnya akan dipukuli oleh algojo itu.. Kalau aku bicara, hukuman mereka juga akan di tambah! Aku harus bagaimana... Huffff!" hati Kira serba salah. Dia tak tahu apa yang diperbuat olehnya hingga semua harus menanggung kesalahannya. Kira tak tahu harus bagaimana. Perang batin di hati Kira sangat menyakitinya. Hingga tak sadar, air mata Kira sudah mengalir deras. Walaupun Kira tidak meraung-raung.

Ciiiit

Ryan berhenti mendadak.

"Kenapa kau menangis? Apa aku menyuruhmu menangis?" Ryan melirik Kira dengan tatapan tak suka.

Kira tak menjawab. Air matanya justru mengalir lebih banyak saat Ryan bertanya.

"Andi, lipat gandakan jadi seratus lima puluh kali cambuk setiap orang!"

Klik

Ryan tadi mengambil telepon di saku jasnya dan menghubungi Asisten Andi. Cara Ryan tadi, berhasil memancing Kira untuk berbicara.

"Tuan.. Hamba mohon, hukum hamba saja.. Tolong lepaskan mereka, tuan.."

DEG - jantung Ryan berdegup sangat kencang.

Handphone di tangan Ryan juga terjatuh dari pegangan tangannya.

"Apa tadi kau bilang? Kau.. Kau panggil aku apa?" Hati Ryan bagai dihunus ribuan pedang mendengar panggilan Kira terhadapnya. Rasa sakit, yang membuatnya hampir kehilangan harga dirinya karena ingin menangis kali ini.

"Kau menyuruh memanggil Tuan saat kita hanya berdua kan?" Kira menjawab agak ragu.

"Kau.." Ryan tak berkata apa-apa lagi. Dia langsung mengambil handphone yang terjatuh di jok mobilnya.

"Andi, bunuh mereka semua!" Ryan berteriak ke Asisten Andi.

"Jangaaaan" Kira membuka seatbeltnya dan bersusah payah langsung memeluk Ryan.

"Aku mohon jangan bunuh mereka.. Mereka temanku, aku mohon... Maafkan mereka, ini semua salahku, hukum aku saja tolonglah hukum aku saja jangan mereka.. Aku salah.. S..suamiku.. Aku mohon.. Aku mohon suamiku.." Kira memeluk Ryan dan merubah Panggilan Ryan. Kira sadar, yang menyulut api amarah Ryan barusan adalah perubahan panggilan namanya.

"Apa maunya sekarang? Apa dia ingin di panggil dengan sebutan suamiku? Haah.. Bahkan dia ingin menyiksaku walau kami hanya berdua? Dia ingin aku meresapinya sebagai suamiku, sebelum dia membunuhku dengan kejam, kan? Arghhhh.. Kenapa sih aku ingin sekali bertemu dengannya.. Harusnya aku tak perlu berdoa untuk bertemu dengannya kalau ujungnya akan seperti ini!" kira sudah sangat jengkel. Dia tak tahu bagaimana lagi menghadapi Ryan sekarang.

"Kau mau menanggung semua kesalahan dan hukuman untuk mereka?"

"Aku mau!" jawab Kira cepat.

"Mereka ada tujuh orang, itu artinya tujuh ratus kali cambuk!" Ryan menjelaskan lagi. .

"Aku mau!" jawab Kira lagi.

"Andi, kau dengar itu? Bebaskan mereka semua. Segera susul aku."

"Kau puas?" Tanya Ryan pada Kira.

"Terima kasih.. Terima kasih... Kira tak tahan dan menangis."

"Bahkan kau berterima kasih padaku, padahal kau akan mendapat hukuman yang berat! Apa susahnya untukmu memohon maaf kepadaku dan memohon ampunanku untuk tak menyiksamu? Apa susahnya memintaku untuk menyayangimu? Kenapa kau tak mau meminta padaku?" Sakit di hati Ryan karena berpikir Kira sangat membencinya, membuat Ryan memendam kekecewaan dihatinya.

Ryan menarik napas bersandar di sandaran jok mobilnya dan menutup matanya.

"Kenapa kau masih menangis? Aku sudah membebaskan mereka dari hukumannya!" Ryan mengatakan masih sambil menutup matanya..

Kira tak juga berhenti, dia masih menangis.

"Kenapa kau masih menangis? Atau kau ingin aku menelepon Andi lagi dan menyuruhnya memberikan hukuman kepada mereka lagi?" Ryan membuka matanya, merubah posisi duduknya menjadi tegak dan memandang Kira

"Jangan.. Aku akan berhenti menangis."

"Bagaimana aku mengentikannya? Air mataku tak berhenti keluar, sakit sekali rasanya menahan tangis, bagaimanan aku harus menghentikannya?" Kira sangat kebingungan di dalam dirinya sendiri untuk menghentikan tangisannya, air matanya seakan tak ingin untuk berhenti dan masih saja bercucuran, Kira tak tahu bagaimana lagi menghentikannya..

"Apa aku harus selalu mengancammu untuk melakukan apapun? Apa kau begitu bodoh?" Ryan sudah sangat frustasi memperhatikan Kira.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku sudah penuhi semua yang dia minta, kenapa dia masih menangis seperti itu? Kalau dia tersiksa denganku, kenapa tadi dia tak pergi dengan pria itu? Padahal aku sudah susah payah menanahan amarahku kalau dia ingin pergi? Dia bertahan denganku, tapi dia selalu menangis disisiku, apa maunya?" Ryan tak mengerti apa yang harus dilakuannya dengan Kira.

"Kau masih tak ingin diam?" Tanya Ryan kali ini. Tapi Ryan sudah tak bicara sekeras dan sekasar tadi.

"Aku mau diam. Tapi, aku ga tahu gimana caranya. Air mataku mengalir terus." Kira berbicara terbata-bata, masih dengan isak tangisnya.

"Apa yang membuatmu menangis?"

"Hufff.. Kenapa aku bertanya sebodoh itu padanya!" diri Ryan melalukan protes karena pertanyaan yang di ajukan Ryan ke Kira.

"Aku ga tahu... Rasanya, cuma mau nangis aja.." Kira berusaha menjelaskan ke Ryan, sejujur-jujurnya.

"Kau tahu kalau kau bodoh?"

Kira mengangguk

"Kau tahu kalau kau idiot?"

Kira mengangguk

"Kau tahu kalau kau menyebalkan?"

Kira mengangguk

"Kau bodoh, idiot, menyebalkan, kau tahu itu semua hah?"

Kira mengangguk lagi

"Lalu kenapa kau masih di mobilku? Apa kau ingin membuatku gila dengan semua kebodohanmu, tingkahmu yang idiot dan sikapmu yang menyebalkan?"

"Baiklah, akau akan segera turun." Kira hendak mengambil tasnya, dan memegang pintu mobil untuk turun.

"Berani kau turun, besok pagi kau akan melihat mayat Sari di depan apartemen" Ryan sudah membentak Kira lagi.

"Baiklah aku akan tetap tinggal di mobil ini!"

"Apa kau pikir ini mobilmu? Apa kau pikir aku mengizinkanmu tinggal di mobil ini? Kau pikir kau siapa hah? Kau tahu, berapa harga mobil ini? Apa kau tahu, mobil ini seharusnya keluar tahun depan, dan hanya aku satu-satunya yang punya di awal waktu peluncurannya, apa kau tahu berapa besar aku keluarkan untuk mobil ini dan kau berani menaikinya, hah? Kapan aku menyuruhmu naik?" Ryan berbicara dengan telunjuk tangannya sudah menuding-nuding kepala Kira.

"Maafkan Aku.. Aku harus bagaimana sekarang?"

"Haaaah.. Aku tak peduli berapa harga mobil ini, aku tak peduli apa kau membeli, meminta atau apapun hingga bisa mendapatkan mobil ini lebih cepat.. Aku ga ngerti jalan pikirianmu, lalu aku harus berbuat apaaaa? Apa kau belum puas memakiku?" Kira sudah kehabisan akal. Dalam hatinya, dia terus memaki Ryan. Kira sudah lupa, betapa berharapnya dia ingin bertemu Ryan dari kemarin. Saat ini, yang diinginkan Kira adalah menjauhi kegilaan Ryan.

"Kenapa kau begitu bodoh! Harus bagaimana aku membuatmu pintar, hah? Apa aku harus mengganti otakmu dengan otak Einstein?"

Kira tak menjawab, hanya menunduk.

"Apa kau bilang? Siapa yang bodoh? Semua orang menjadi bodoh mengikuti kegilaanmu ini.. Aku sudah menjawab sesuai yang kau mau mengikuti semua perintahmu, tapi kau masih juga menyalahkanku? Kenapa tak kau ganti sendiri otakmu dengan otak einstein? Kenapa harus memaki otakku?" tapi jauh di otak Kira, sudah sangat ramai memaki Ryan dengan segala umpatan untuknya.

"Kau tak ingin menjawabku? Mau sampai kapan kau menyuruhku menunggu jawaban seperti ini? Atau kau benar-benar ingin aku menghukum semua ajudanmu karena kebodohanmu sekarang?"

"Baiklah.. Kau ingin aku menjawab apa?" Kira sudah benar-benar berhenti menagis sekarang.

Ryan diam tak menjawab Kira

"Apa aku harus selalu memakimu seperti tadi untuk menghentikanmu menangis? Aku hanya ingin kau berhenti menangis.. Tapi kau tak berhenti-berhenti. Aku harus menyakiti hatiku untuk memakimu baru kau mau berhenti menangis? Kau.. Hufff.. Apa kau ingin aku selalu kasar dan tak bersikap lembut padamu?" Ada rasa lega di hati Ryan melihat Kira sudah berhenti menangis. Ryan merasa sangat sakit tadi melihat Kira masih juga menangis walaupun dia sudah mengabulkan permintaan Kira untuk tak menghukuk ajudan yang sudah di anggap Kira sebagai temannya. Ryan memang sangat kebingungan untuk menghentikan Kira menangis. Dan sekarang, rasa kesal di hatinya sudah hilang. Melihat Kira sudah tak lagi menumpahkan air mata.

"Huff.. Tuan, Kenapa Anda sangat bodoh sekali! Harusnya Anda memeluk Kira bukan memakinya seperti itu!" Asisten Andi berkomentar dalam hatinya, mendengar percakapan di telepon yang lupa ditutup tadi.

Apa benar Ryan bodoh? Ya.. Bisa dibilang begitu.. Karena Ryan tak tahu, untuk meredakan tangisan wanita adalah dengan pelukan. Ryan tak paham akan hal ini, sehingga yang dilakukannya adalag seperti tadi. Memaki Kira dan menimbulkan jiwa perlawanan dalam diri Kira..


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C55
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk