Unduh Aplikasi
8.33% Patah Paling Parah / Chapter 3: Kedatangan Calon Ibu

Bab 3: Kedatangan Calon Ibu

Mungkin ini adalah hari yang paling menyebalkan semur hidup. Bisa-bisanya ayah datang membawa seorang wanita, entah itu siapa namanya. Intinya Ndari tidak suka.

"Ndari …" panggil Atmaji tersenyum, "Ayo sayang kamu kenalan sama calon ibumu."

Deg! Padahal waktu itu kakinya belum menginjak lantai rumah. Namun, ayah sudah menyambutnya dengan ucapan demikian. Ndari yang baru pulang sekolah langsung mendorong pintu yang hanya terbuka sebelah sisi. Kemudian masuk menatap tamu itu.

"Ndari sini … ayo, kenalan."

"Yah, boleh enggak Ndari coba ngomong sebentar." Hatinya sangatlah was-was.

"Ohhh ya tentu. Mau ngomong apa, silakan. "

Tamu wanita itu masih tampak diam sembari tersenyum manis. Sepertinya dia bukan orang baik, walaupun sudah mencoba tersenyum. Namun, aura jahatnya sangat terasa.

"Empat mata ayah," pinta Ndari lirih.

"Oke." Atmaji menyanggupi dan bergegas bangkit mengikuti putrinya.

Setelah cukup aman dan memastikan wanita itu tak mendengar pembicaraan mereka. Ndari langsung berbisik ke ayah, ''Yah, ayah bagimana sih. Ndari itu enggak pernah setuju kalo ayah nikah lagi. Pasti ayah mau nikah lagi kan?"

"Ayah lakukan ini demi kebaikan kamu."

"Kebaikan aku? Sisi baiknya dilihat dari mana, Yah? Tanpa ibu Ndari baik-baik aja kok," protesnya.

Atmaji menghembus napas mengamati ekspresi putrinya.

"Kemarin Ayah lihat kamu enggak ikhlas masak. Jadi, kalo kamu punya ibu enak enggak perlu capek-capek pulang sekolah tinggal makan."

Astaga! Jadi hanya karena itu alasannya? Tidak! Sepertinya tidak mungkin, pasti ayah tengah mencari alasan untuk menutupi kebohongan. "Kita bisa cari pembantu Yah, kalo cuman soal masak-memasak apa sih susahnya? Lagian enggak mungkinkan gaji Ayah habis buat bayar pembantu?"

"Ndari jaga mulutmu!"

"Ayah yang harusnya jaga mulut." Tatapan matanya mendelik.

"Ndari!!!"

Jantung Ndari berdegup kencang saat mendengar bentakan itu. Entalah. Sepertinya sudah hilang akal sampai berani menatap bola mata ayahnya sendiri dengan tajam. Apa hal seperti ini bisa disebut anak durhaka?

"Ayah sudah mencoba sabar tapi kamu malah seenaknya. Kamu pikir Ayah ini temenmu? Tidak punya sopan santun sama sekali."

Tak terasa air mata menitik. Kepalanya mencoba untuk kembali tegak seperti semula. Matanya terfokus pada rahang yang mulai mengeras. Terdnegar juga gretakan gigi yang saling digesekan.

"Maaf yah," lirih Ndari menundukan padangan.

"Pokoknya enggak mau tahu. Kamu temu calon ibu barumu sekarang," ucapnya dengan kedua tangan di pinggang.

"Tapi Ndari enggak setuju kalo ayah nikah lagi."

Atmaji semakin panas dengan suasana seperti ini. Ingin sekali tangannya mendaratkan sebuah tamparan. Namun, masih sadar yang di depan adalah putrinya. "Sudah jangan buat ayah semakin stres, ganti baju dan temui ibumu."

Ndari yang masih sesenggukan membalik badan melangkah. Ternyata diam-diam wanita itu mendengar semua pembicaraan dan kepergok oleh Atmaji. "Mitha kok kamu ada di sini?"

"Ehhh ... eee, iya ni Mas. Aku kebelet … toiletnya di mana?"

"Owhhhh, masuk aja terus dan belok kanan."

"Makasih ya Mas. Aku mau ke toilet sebentar," ucap Mitha.

Atmaji kembali ke sofa untuk duduk, sedangkan Ndari masih sibuk menghapus air mata. Saat ingin melangkah menuju kamar. Tak menyangka wanita itu tiba-tiba di hadapannya. Keduanya sama-sama menghentikan langkah. Saling pandang dan tampak melempar senyum licik. Ndari merasa wanita itu tidak baik. Bagimana nanti jika jadi ibunya.

"Kamu... Ndari?" tanya Mitha memulai percakapan.

Ndari hanya menganggukan kepala. Ia tak ingin melihat wanita itu dan langsung melanjutkan langkah.

"Idihhh, sombong banget," gumam Mitha mengembuskan napas kesal. Membalik badan untuk menuju sofa. Karena memang alasan ke toilet hanya pura-pura saja.

***

"Halo, Ndari ada apa?" tanya Miko dari balik telepon.

"Halo Mik. Maaf menganggu, aku mau cerita tentang Ayahku. Dia membawa wanita ke rumah dan berniat menikah lagi. Sedangkan aku tak mau memiliki ibu baru," renggeknya.

Ndari mencoba mengusap-usap air mata yang berulang kali menetes. Tak bisa lagi membendung sakit hati yang dirasakan. Sakit kali ini bukan main-main. Miko yang berpeluh keringat setelah olah raga malah semakin panik memikirkan.

"Kamu yang sabar ya, Sayang. Coba kamu ambil hikmahnya. Ambil sisi positif dan mencoba menerima."

"Mana bisa! Mamaku itu tak tergantikan. Mana mungkin bisa digantikan orang lain?"

"Aku tahu, aku ngerti kok. Aku hanya berusaha membuatmu tenang. Kalo seperti ini, aku harus bagaimana?"

Miko malah balik bertanya, tentu saja Ndari semakin bingung dan mempertegas tangisnya.

"Ndari!!!"

Seketika tangisnya terhenti saat mendengar terikan Ayah. Langsung dimatikan telepon, bergegas berganti baju. Mencuci wajah dan menempelkan bedak agar bekas tangisnya tertutupi.

"Kenapa lama sekali!" protes Ayah.

Ndari duduk di depan ayah dan Mitha. Ekspresi wanita itu masih saja sama. Sadis dan jahat. Terlihat begitu jelas dari lirikan matanya. "Kenalin ini Tante Mitha. Cantikan? Sama persis seperti ibumu, dan ini adalah calon ibumu."

"Yah … " lirih Ndari tak dapat lagi melanjutkan kata-kata. Matanya berkaca-kaca.

Atmaji menatap dengan menyelidik penuh kebencian.

"Sudahlah, Mas. Tadi kami sudah kenalan kok, iyakan sayang?" Mitha tersenyum.

"O ya, kapan kenalannya?" Wajah Atmaji kembali ceria.

"Tadi pas Mitha ke toilet."

''Ohhh, baguslah. Aku juga ingin, kamu bisa anggap Ndari sebagi anak sendiri."

"Itu pasti, Mas." Mitha langsung menyahut antusias.

Suasana yang awal mulai tegang kini sudah kembali lega. Namun, tetap saja Ndari tak bisa menerima Tante Mitha sebagi ibunya. Sampai kapan pun mama tak akan pernah tergantikan.

"Ndari juga, Ayah harap kamu tidak membanding-bandingkan kedua ibumu."

Ndari hanya diam. Hatinya kecewa luar biasa. Kenapa ia tak mati saja kemarin? Andai saja bunuh diri itu tidak gagal, pastilah hatinya tak merasakan sesakit ini.

"Ndari … " panggil ayah lirih.

"Iya, Yah," sahutnya lirih.

Atmaji tersenyum manis, sejenak menolehkan kepala dan melihat ke arah calon istrinya. Mitha turut tersenyum membalas. "Kamu setujukah apa yang Ayah katakan?"

"Maaf Ayah, Ndari enggak fokus. Bisa diulang lagi, apa yang ditanyakan?"

"Mitha yakin Ndari setuju, kalo kita menikah. Tenang aja, Mas." sela Mitha di tengah-tengah pembicaraan.

Yang paling menonjol dan tidak disukai Ndari dari wanita itu adalah tingkah genitnya. Mengusap-usap lembut telapak tangan ayah. Seperti orang yang tidak tahu tempat saja. Rasanya Ndari ingin melampiaskan emosi. Apa tak ada wanita lain? Setidaknya yang lebih baik akhlaknya.

"O ya, sampai lupa. Ndari kamu buatkan minum buat ibumu, Nak."

What! Yang benar saja? Ayah mengatakan ibu dan seolah-olah menyuruh betul-betul menganggap seperti ibu kandung.

"Enggak usah, Mas. Enggak usah repot-repot Sayang, Ndari cantik. Kamu duduk aja," tolaknya kalem.

"Ayo buatkan Ndari. Kasihan ibumu kehausan dari tadi."

"Mas, inikan ada air putih. Aku minum air putih aja," ucapnya lembut sembari melihat ke arah meja.

Memang di atas meja itu disediakan air putih kemasan. Namun, Atmaji menggelengkan kepala seoalah tak setuju. "Ayo ke dapur dan buatkan ibumu. Kasihan kalo cuman minum air putih."

"Baik, Ayah."

Ndari sengaja memperlambat membuat jus mangga yang akan diberikan. Bahkan saking kesalnya berani memasukan garam. "Baiklah kita mulai peperangan ini. Aku akan membuatmu tidak betah berada di sini."

"Makasih Sayang, kamu udah mau buatkan minum," sambut Mitha ramah.

Apalagi saat melihat yang dibawanya jus tentu langsung tersenyum senang. Tak sabar untuk meminum. Ndari mempersilakan segelas jus itu pada tamu.

"Emmm... Ya Allah, kok rasanya asin begini sih!" Mitha mengerutkan kening. Langsung berlari keluar memuntahkan apa yang barusan diteguk. Tinggallah ayah yang mentap tajam Ndari.

"Kamu sengajakan!" serunya kedu tangan sudah mengepal.

"Enggak ayah. Ndari melamun memikirkan Mama. Jadi, mungkin salah tuang garam," terangnya gelagapan dan panik. Padahal jauh dalam hati merasa puas karena rencananya berhasil.


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C3
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk