"Kenapa kau malah memandangiku? Kau harus menjawab apa yang mesti kau jawab.
Apa kau benar-benar tidak ingat pada janjimu sendiri?" tanya Spider kembali dengan pandangan matanya yang intens namun menuntut.
Lagi-lagi Luci tidak bisa menjawab. Bahkan sekarang ini gadis itu menunduk dan tidak berani memandang ke arah Spider.
Hal tersebut membuat Spider merasa bahwa ini saatnya menghentikan kejahilannya pada Luci.
"Aku bercanda, Bee. Aku tidak akan marah padamu.
"Julukanku bukan Spider Beracun, tapi Spider Berkacamata.
" Itu karena aku suka membaca. Jadi kau tidak perlu takut begitu.
" Ayo angkat wajahmu dan pandang aku!" pinta Spider dengan suara lembutnya yang sangat menyentuh.
Luci meragu pada mulanya, Namun kelamaan gadis itu mengangkat wajahnya juga.
Lalu dia memandangi Spider lagi, menyisiri wajahnya yang berbentuk kotak itu. Matanya yang menjorok ke dalam telah menatapnya dengan layu.
"Aku hanya sedang ingin menggodamu. Jujur aku merindukanmu. Kau satu-satunya orang dari masa kecilku yang akhirnya bisa kutemui.
"Kupikir ini memang takdir. Kita ditakdirkan bertemu dan aku yakin itu semua memiliki tujuan," ungkap Spider berusaha untuk memaparkan pendapatnya.
Lagi-lagi Luci tidak menjawab. Sementara itu matanya mulai memandang ke langit yang sudah benar-banr terang dan diliputi oelh cahaya matahari.
Gedung-gedung di sini juga mulai terlihat dengan jelas.
Tempat ini ternyata tidak sekumuh yang ia lihat pada malam hari walau pun jarum suntik, puntung rokok, alat kontrasepsi, dan botol minuman keras basih berserakan di beberapa sudut.
"Kau tidak keberatan jika aku menanyaimu satu hal lagi?" tanya Spider dengan matanya yang tak akan pernah teralihhkan dari wajah Luci.
Baginya wajah dan mata itu adalah kedamaian dan rumahnya untuk berpulang.
Lagi-lagi Luci meragu, namun akhirnya dia mengangguk juga.
"Kau ingat kenapa aku sampai dipukul babak belur begitu?" sambung Spider setelah melihat sebuah anggukan lirih berasal dari Luci.
Ini mungkin bukan momen yang tepat untuk mengenang masa lalu apalagi ketika ada seorang anak yang sakit dan butuh untuk segera dilarikan ke rumah sakit. Namun bahkan ambulan pun belum datang.
Lagi-lagi Luci menggeleng. Namun kali ini wajah gadis itu mendongak dan menatap dalam mata Spider.
Spider tahu bahwa saat ini Luci sedang meminta kejelasan dari kejadian paling mengerikan di hidup lelaki itu.
Momen itu atau kenangan itu adalah duri dan juga penyakit di tubuh Spider. Bahkan di masa muda Spider hampir gila yang disebabkan oleh depresi dan trauma.
Beruntungnya Spider, seseorang mau memungutnya di jalan dan merawatnya hingga kini.
Suatu saat dia ingin memberi tahu Luci semua masa lalunya. Spider ingin membuat Luci bangga bahwa Spider masih bisa bertahan hidup sejauh ini.
Dan itu pun berkat tekad kuat Spider untuk menagih janji Luci.
"Sebenarnya aku tau garis berasnya. Tapi aku tidak ingat betul," ungkap Luci.
Ketegangannya mulai sedikit berkurang. Saat ini yang tersisa di dalam hati Luci adalah rasa penasaran dan iba.
Luci masih ingat bagaimana keadaan Spider saat dipukul babak belur oleh tukang pukul di keluarga angkatnya dulu.
Wajahnya bahkan sampai tidak bisa dikenali. Luci pun juga sempat menyangka bahwa Spider tewas dan dikubur di dalam hutan.
"Benarkah kau ingat?" lonjak Spider terlihat sangat terkejut namun sangat gembira.
Kenyataan bahwa Luci masih mengingat kenangan tentangnya telah membuat luka dan kesakitan di hati Spider sedikit berkurang. Luci memang masih bisa menjadi penawar luka bagi lelaki itu.
"Yah. Jika tidak salah kau telah menemukan sebuah celah di samping pintu.
" Kau bilang dari situ kita bisa keluar untuk melihat pemandangan di sekitar," angguk Luci dengan otak mulai memutar reka adegan pada masa kecilnya.
Dia ingat saat itu Spider yang jauh lebih tinggi darinya, berkulit pucat, dan bertubuh kurus mengatakan pada seluruh saudaranya tak terkecuali Luci, bahwa Spider telah menemukan celah rahasia.
Dengan celah itu Spider mengaku bahwa mereka bisa keluar sebentar untuk menimkati pemandangan di luar kandang.
"Kau sungguh mengingatnya ternyata. Kau sudah besar ternyata, Bee," kekeh Spider dengan tangan bergerak untuk mengacak rambut Luci beberapa kali.
Namun ketika Luci memandangnya dalam diam, Spider pun menghentikan tangannya.
Entah kenapa di beberapa kesempatan Spider bisa begitu gugup berada di samping Luci. Seolah dadanya berdesir dan meletup-letup setiap saat.
"Jadi ingatanku benar? Kau dihukum hanya karena kau berkata bahwa kau menemukan sebuah celah di samping pintu?" kata Luci sembari menganga.
Dia tidak pernah menyangka bhwa ternyata ingatannya itu benar.
Padahal pada awalanya Luci sempat meragukan ingatannya itu, mengingat betapa sepele kesalahan Spider ketika kecil, namun imbasnya bisa begitu besar dan bahkan bisa menghancurkan tubuh anak lelaki itu sendiri.
Spider mengangguk dengan seutas senyumnya yang tak pernah surut.
Bahkan jika bersama Luci, hal-hal sensitive yang pernah menghancurkan hidupnya bisa berubah menjadi seringan ini.
"Yah, itu benar. Mereka memang menyiksaku karena aku mengatakan bahwa aku telah menemukan cara untuk keluar dari kandang.
"Aku mengatakan bahwa ada sebuah celah kecil di samping pintu lama, yang berada di antara gerumbulan hewan ternak.
"Dan jika kita bisa mengikis sedikit kayu di sana maka kita bisa keluar untuk berjalan-jalan kapan pun kita mau," kenang Spider dengan mata memandang jauh ke langit.
Di dalam ingatannya dia mulai melihat banyak dari saudara angkatnya yang terlihat memujinya karena penemuannya itu.
"Dan kau tau bagaimana aku bisa menemukan celah itu?" sambung Spider mengajukan pertanyaan kembali.
Luci tidak mengingat soal itu, bahkan dia ragu bahwa dia pernah mengetahui bagaimana caranya Spider bisa menemukan celahnya.
"Astaga, kau lupa lagi?" gerutu Spider dengan wajah masam.
"Aku menemukannya sebab aku bersikeras mau mengeluarkan hewan ternak dari kandang.
"Aku juga bersikeras mengambil tugas memberihkan kandang dan kotoran mereka," lanjut Spider dengan helaan napas yang panjang.
"Kenapa kau melakukannya? Apa karena kau berniat untuk kabur?" tanya Luci. Ada rasa sesak di dalam dadanya, dan ada dorongan agar dia terus bertanya dan mencari tau. Ada beban yang dia tanggung, tapi Luci tidak tau itu apa.
"Alasan terakhir iya. Tapi aku punya satu alasan kuat kenapa aku melakukannya."
"Apa alasan itu?"
"Kau," singkat Spider tanpa menunggu waktu lama lagi.
Senyumnya mengembang lebih tinggi dan cerah di bawah sinar mentari yang baru terbit.
Spider mampu menunjukkan betapa bahagia dia sekarang setelah dia dipertemukan dengan Luci kembali.
"Aku? Kenapa aku yang menjadi alasannya?" kernyit Luci menunjuk hidungnya sendiri. Spider terkikik geli.
"Kau tidak ingat?
"Suatu pagi kau melihat matahari terbit. Tidak, bahkan setiap pagi kau melihat matahari terbit.
" Aku bertanya padamu kenapa kau selalu melihat matahari terbit. Lalu kau bilang bahwa kau memiliki sebuah permonohan.
" Lalu aku bertanya apa permohonanmu. Dan kau menjawab kalau kau ingin keluar sebentar dari kandang dan menikmati pemandangan sekitar.
"Oleh karenanya aku berusaha keras untuk mencari jalan keluar dari kandang.
"Agar kau dan mungkin anak-anak yang lain bisa keluar kapan saja demi bermain dan menikmati pemandangan di sekitar, sama seperti apa yang kau harapakan."
"Tapi kenapa? Kenapa kau terlalu berusaha keras demi itu?"
"Sebab kau berjanji tidak akan meninggalkanku sampai kapan pun.
"Dan itu caraku untuk membalas budi padamu atas janjimu itu. Sekarang aku ingin menagih janji itu," ujar Spider dengan mata berbinar.
***