Unduh Aplikasi
40.58% RE: Creator God / Chapter 153: CH.153 Kasih Sayang

Bab 153: CH.153 Kasih Sayang

Walau tubuh ini tidak memerlukan istirahat, tetapi tenang rasanya aku tetap bisa 'tidur' untuk sementara waktu. Tidak terbayangkan bagiku jika aku harus terbangun selamanya tanpa harus beristirahat sedetik pun.

"Rie, bangun, hei Rie."

"Nghh, baiklah."

"Jouki-sama dan Airi-sama sudah datang."

Sama? Mereka memanggil orang tua asuh kami dengan panggilan sama? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Jouki dan Airi mengharuskan semua orang termasuk diriku memanggil mereka berdua dengan panggilan sama?

"Baik, baik. Tunggu sebentar."

Sebaiknya aku mengikuti mereka terlebih dahulu untuk mengetahui kebenarannya yang aku lupakan baru aku bertindak sesuatu. Lagipula menurutku seharusnya itu diperlakukan untuk mereka bukan untukku yang dianggap mereka berdua sebagai anaknya asli.

Jadi aku bangkit dari tidurku, menuju ke bawah mengikuti teman-temanku yang sudah menunggu di bawah untuk menyambut kedua orang tua asuh kami. Sebenarnya siapa sosok mereka berdua ini, membuatku begitu penasaran sekali.

"Selamat datang Jouki-sama, Airi-sama."

"Ya, kami pulang."

"Rie!!"

Begitu mereka datang, seorang perempuan yang bernama Airi itu langsung berlari mendapatkanku dan memelukku dengan erat. Walau seharusnya aku tidak bisa merasakan apa pun, tetapi aku tahu kalau Airi ini peduli dan cemas terhadapku.

Bagaimanakah aku harus menanggapinya? Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kukatakan untuk memanggil mereka berdua. Haruskah aku memanggil mereka dengan panggilan sama juga? Atau dengan nama langsung? Atau bahkan sesuatu yang lain seperti papa dan mama?

"Syukurlah kau baik-baik saja Rie. Kami sungguh khawatir kepadamu."

"Ano…."

"Airi-sama, menurut kata dokter Rie mengalami amnesia total, bahkan dirinya tidak bisa mengingat apa pun sama sekali, termasuk nama dan panggilan biasanya."

Fyuh~ untunglah ada Noru yang membantuku, kalau tidak aku tidak tahu cara menjelaskannya kepada mereka berdua. Lagipula kalau misal aku tidak merasuki tubuh lama dan otak ini hal yang serupa pasti terjadi kepada pemilik asli otak ini.

"Benarkah? Malang sekali nasi Rie sayang ini. Sini biar mama urusi kamu ya Rie."

"Baik ma…."

"Jouki, aku mau mengurusi Rie dulu, kita lanjutkan pembicaraan soal yang tadi nanti lagi. Tunggu."

"Tenang saja, aku bisa menunggu."

Pembicaraan apa? Kalau saja tubuh android ini bisa digunakan untuk meretas sistem keamanan kota ini dan mencari tahu ucapan apa yang kedua orang tua asuhku ini tadi bicarakan. Jangan katakan aku ini kepo, aku hanya suka mencari tahu yang sedang terjadi. Lagipula aku harus segera menyesuaikan diri dan mengetahui semua hal yang tersimpan di 'Pandora Box' itu.

"Rie sayang, apa Rie baik-baik saja."

"Tidak apa-apa kok ma, Rie baik-baik saja."

"Baguslah, mama tadi khawatir ketika teman-temanmu memberi tahu mama dan papa soal kecelakaan yang menimpa Rie. Kata dokter itu tubuhmu harus diganti oleh tubuh android, malang sekali."

Kenapa orang ini seolah-olah mengambil peran sebagai orang tua asliku, sebagai mamaku yang sebenarnya? Apa ini wajar? Apa ini yang diinginkan oleh pemilik otak ini sebelumnya? Terlalu banyak pertanyaan bahkan ada ratusan di otakku yang rasanya aneh kalau tidak terjawab. Semoga saja nanti aku bisa mencari tahu semua jawaban dari pertanyaan ini.

Namun kalau boleh aku katakan, sejak aku terjebak dalam 'Time Paradox' itu, aku sudah lama tidak bisa merasakan kasih sayang dari siapa pun. Itulah yang mungkin mendasari kenapa kasih sayang dari siapa pun yang aku rasakan semakin menipis dan tiada artinya olehku.

"Yang penting 'kan Rie masih hidup walau dengan tubuh ini. Ma… maafkan Rie sampai harus membuat papa dan mama khawatir dan cemas."

"Tidak apa-apa kok sayang. Namun pasti berat untuk Rie dalam amnesia ini, rasanya bertemu dengan mama seperti bertemu dengan orang asing pasti. Tidak usah memaksa kok, mama menerima segalanya."

Bahkan Akaterasu Airi yang menjadi mama asuhku saja memperhatikanku dengan sebegitunya. Rasanya aneh kalau aku terus menganggapnya sebagai orang asing dalam hidupku. Ya sebenarnya wajar saja kalau aku menganggap semua orang sebagai orang asing karena seolah-olah aku mengulang 'kehidupan'ku ini.

"Terima kasih ma… Rie jadi merasa bersalah deh. Rie coba perlahan-lahan dulu ya?"

"Tentu saja Rie sayang, mama akan setia menunggu. Kalau begitu ayo kita kembali."

Kira-kira apa kebiasaan pemilik asli otak ini ya yang biasa dia lakukan? Pasti ada suatu hobi atau kesukaan daripadanya yang mungkin akan menjadi kunci membuka 'Pandora Box' ini. Kunci sebuah 'Pandora Box' acap kali sering ditemukan dari hal yang terdekat terhadap pemilik 'Pandora Box' itu.

Kalau kebiasaanku sih ya membaca buku, semoga saja kebiasaannya tetap sama. Namun aku jadi penasaran kalau dunia ini sudah sebegitu maju, apa buku cetak yang masih menggunakan kertas dan tinta akan tetap ada? Atau akan beralih ke buku digital seperti buku manual itu?

"Mama, Rie mau bertanya."

"Tanya apa sayang?"

"Kesukaan Rie sebelumnya apa? Rie tidak ingat apa pun."

Malu bertanya, sesat di jalan kata orang dalam sebuah pepatah yang aku pernah dengar di dunia lain. Semakin aku banyak berinteraksi dengan orang lain semakin kukenal diri orang tersebut. Tak kenal maka tak sayang bukan?

"Kesukaan Rie ya? Kalau hobi Rie hanya ada satu seingat mama, membaca buku. Karena Rie suka membaca buku, papa dan mama sampai membuat ruangan khusus untuk dijadikan perpustakaan bagi Rie. Apa Rie ingin ke perpustakaan itu?"

Sudah kuduga bahwa sebuah repetisi juga mengandung pencocokan. Tidak mungkin sebuah jiwa asing masuk begitu saja tanpa ada penyesuaian dari jiwa penyusup dan identitas asli tubuh itu. Istilahnya sebuah kunci tidak akan bekerja di lubang kunci pintu yang berbeda dari yang seharusnya. Karena ada kecocokan maka itu terjadi.

"Rie ingin, tetapi nanti saja deh. Rasanya Rie ingin mencoba mengingat semua hal yang Rie lupakan perlahan-lahan. Lagipula tidak sopan bukan tidak berinteraksi dengan papa dan teman-teman juga mama?"

"Ahahaha, pintar Rie sayang. Baiklah, kita akan lakukan yang Rie mau, setuju?"

"Setuju."

Walau pada dasarnya aku tak lagi memiliki perasaan, tetapi sedikit memalsukannya tidak salah juga bukan? Dengan tersenyum mereka tidak akan khawatir. Jujur aku paling tidak suka merepotkan orang lain. Kalau saja aku bisa mencari uang sendiri di dunia ini dan hidup sendiri.

Dari semua keahlian yang aku miliki, sudah pasti aku bisa bertahan hidup di dunia yang kerasnya terlalu luar biasa. Hidupku sudah melewati badai rintangan yang begitu bermacam-macam dan banyak yang sudah menjadi hal 'normal' bagiku.

Contoh saja saat aku hidup menjadi Kioku, aku bisa hidup di alam liar selama 10 tahun kurang lebih tanpa mengandalkan orang lain. Ya paling hal yang membuatku merana adalah tidak bisa berkomunikasi dengan siapa pun. Untung masih ada keempat monster penjagaku. Jadi penasaran, apa yang mereka lakukan ya setelah aku meninggal?

"Kalian sudah kembali?"

"Ya papa. Maafkan Rie, tetapi Rie masih butuh proses untuk mengingat semua hal yang Rie lupakan."

"Tidak apa-apa, melihat Rie bisa ceria sudah membuat papa senang. Teman-teman Rie juga begitu."

Jadi ingat, kenapa teman-teman pemilik asli otak ini memanggil kedua orang tua asuh kami dengan panggilan sama? Apa kalau aku bertanya akan terjadi sebuah masalah ya? Semoga saja tidak, karena aku menganut kesederajatan. Tidak ada yang lebih berkuasa dibanding orang lain, semuanya sama.

"Papa, mama, apa yang sebenarnya membuat teman-teman memanggil kalian berdua dengan panggilan sama? Menurut Rie itu sedikit menanggu dan terus membuat Rie berpikir."

"… Rie sayang, itu adalah bentuk ucapan terima kasih teman-temanmu karena kami sudah mau membantu mereka. Dulu Rie menyarankan ini ketika Rie memohon kepada kami untuk menadopsi mereka juga."

Begitu ya… sebagai tanda penghormatan. Namun buatku rasanya itu sedikit salah, apa aku bisa membuatnya setara ya? Rasanya kalau begini ada kesenjangan dan kekosongan di antara kami semua. Rasanya tidak ada kesatuan sebagai keluarga walau pun sebagai anak-anak asuh yang diadopsi.

Dulu sebagai Lucifer, dan Kioku, ketika aku menjadi raja juga ratu, aku tidak pernah meninggikan diri sebagai pemimpin. Justru akulah yang seharusnya berkorban demi rakyatku. Mati pun bukan masalah karena aku tahu bahwa penerusku juga mempunyai tekad api yang sama seperti diriku.

"Rie boleh meminta sesuatu?"

"Apa itu sayang?"

"Boleh tidak kalau teman-temanku memanggil papa dan mama dengan sebutan papa dan mama juga? Rasanya Rie jadi sendirian ketika teman-teman memanggil papa dan mama dengan panggilan sama. Kalau mereka memanggil papa dan mama dengan sebutan papa dan mama Rie jadi senang karena punya keluarga yang besar."

Mungkin aku terlalu berlebihan, mungkin tidak, atau bahkan mungkin itu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh pemilik otak asli ini sebelumnya. Mungkin dirinya menjadi congkak dan merasa ditinggikan dan dibedakan dari yang lain, meninginkan semuanya untuk dirinya sendiri.

Jujur aku yang sudah menjadi 'mati rasa' ini juga bisa merasakan ada kesenjangan dan kesepian dalam diriku melihat kondisi ini. Dalam batinku rasanya ada permohonan yang mendalam untuk bisa menyatukan semuanya menjadi satu.

Di kehidupanku sebagai Kioku, aku bahagia dan bangga karena tujuan hidupku terpenuhi. Ketika dunia bersatu dan berhasil menjadi setara tanpa ada perbedaan karena pengorbananku, aku menjadi senang. Setidaknya kematianku tidaklah sia-sia.

"Apa benar itu yang diinginkan Rie? Papa dan mama tidak akan mempermasalahkannya, tetapi apa teman-temanmu akan menerimanya."

"Mereka pasti akan menerimanya. Mereka hanya sungkan saja karena hal itu. Rie merasa kesepian kalau semuanya tidak bersatu sesuai yang Rie inginkan."

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Kata-kata ini mempunyai banyak makna dibanyak kejadian. Entah satu-kesatuan sebagai negara, satu-kesatuan sebagai keluarga, atau bahkan yang lainnya. Hidup bercerai-berai hanya akan menimbulkan permasalahan tiada akhir dan perpecahan di antara pihak-pihak yang berbeda pendapat.

Kalau saja setiap manusia bisa memahami satu sama lain, aku rasa dunia akan jadi tenang dan hidup akan terasa damai. Siapa sih yang tidak suka kedamaian? Manusia sudah terlalu lama ribut satu sama lain. Kalau saja ada sihir yang bisa menyelesaikan semuanya ini, tetapi itu terlalu kompleks untuk diselesaikan dengan sihir.

"Papa dan mama tidak akan mempermasalahkannya, papa dan mama menerima pendapat Rie."

"Benarkah? Teman-teman!"

"Benarkah kami bisa memanggil Jouki-sama dan Airi-sama dengan sebutan papa dan mama?"

"Tentu saja, sini kita saling berpelukan."


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C153
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk