Ketika May dan Alana kembali berjalan ke rumah, mereka berdua menjadi sorotan banyak orang-orang. Bahkan ada yang melempari mereka berdua dengan sampah, namun tindakan itu segera di cegat oleh prajurit. Sesuai keputusan dari Ella, mereka berdua harus angkat kaki dari rumah tersebut. Mereka berdua kembali menetap di rumah lama mereka dan prajurit juga sudah menemukan tabib yang Ella maksudkan.
Tabib itu cukup terkejut saat tahu Ella memberikan rumah itu kepadanya. Awalnya ia sempat menolak karena tidak enak hati, saat mendengar ini adalah permintaan Ella. Air mata kebahagiannya keluar mengalir. "Tolong sampaikan rasa terima kasihku kepada Ella," pinta tabib.
Harta warisannya juga sudah dibagikan kepada orang yang membutuhkan, semuanya di bagi sama rata. Semuanya sekarang sudah terlaksana seperti permintaan Ella. Raja Felix juga para prajurit kembali ke istana. Tidak ada yang bisa di ubah oleh May dan Alana, kecuali membalas dendam.
"Semuanya sudah kami laksanakan sesuai permintaan nona Ella," lapor seorang prajurit.
"Terima kasih banyak ya," jawab Ella tersenyum. Prajurit itu pun pergi dan muncul Xavier berdiri dari tadi di belakang prajurit.
"Apa semuanya berjalan sesuai dengan yang kamu harapkan?"
"Tentu saja Xavier, aku senang sekali."
Xavier kemudian ikut duduk di sebelah Ella yang sedang menikmati pemadangan salju dengan secangkir cokelat hangat. Lisa sudah tidak tahan lagi melihat Xavier bersama Ella dari kejauhan. Ia sudah berusaha menahan dirinya demi Xavier. Tapi Xavier justru menyakitinya sekarang. "Dasar gadis jalang, sekali lagi jika kulihat kamu masih menggoda Xavier-ku. Aku tidak akan segan-segan menghampirimu," gumamnya lalu pergi.
Sebelumnya Xavier sudah memberitahu kepada Lisa untuk tidak mengganggu Ella. Xavier tahu betul Lisa itu seperti apa orangnya. Ia tidak ingin kenyamanan Ella terganggu karena Ella. Makan malam pun tiba, Lisa hadir dalam makan malam tersebut. Xavier sendiri awalnya ingin mengusulkan bahwa Lisa makan di kamarnya saja, Calista menyarankannya agar jangan berperilaku seperti itu.
Mata Xavier terus memperhatikan setiap gerak-gerik Lisa, sedangkan Ella masih bingung dengan sosok wanita berkelas dan cantik duduk di depan Xavier. Calista dapat merasakan dengan jelas aura di antara ketiganya itu. "Oh iya Ella, ini adalah Putri Lisa dari kerajaan Utara, dia adalah teman Xavier," jelas Calista.
Mendengar itu, sontak Ella bangkit dari kursi lalu membungkuk hormat. "Yang mulia."
"Sudahlah Ella, tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu," tegur Xavier yang menarik tangannya untuk kembali duduk di kursi. Lisa menatap Ella dengan tersenyum, membuat Ella semakin tidak nyaman dengan suasana seperti ini. berselang beberapa menit, Ella kembali bangkit dari kursinya.
"Aku sudah selesai, permisi ...."
"Baiklah Ella," jawab Calista. Xavier melihat Ella pergi meninggalkan ruang makan, ia segera bergegas menghabiskan makanannya juga. "Xavier, tidak lama lagi kamu akan di lantik sebagai raja bukan?" tanya Lisa yang tiba-tiba membuka topik pembicaraan sekaligus mencegah Xavier tidak bangkit dari kursinya.
"Ya, ada apa memangnya?"
"Tidak ada, aku hanya bertanya. Apakah wanita itu dari kelas bangsawan juga?" pergerakkan Calista dan Felix terhenti. Tidak seharusnya Lisa menanyakan dari golongan mana Ella berasal.
"Untuk apa kamu bertanya hal itu? Lagipula tidak penting juga."
"Baiklah, tolong jangan marah. Aku hanya bertanya saja. Oh iya, aku dengar tidak lama lagi pangeran dari Timur akan menikah dengan putri dari kerajaan Barat. Apakah kamu mau pergi denganku?"
Drettt ....
Xavier bangkit dari kursinya, "Maaf, aku tidak bisa." Ia pergi meninggalkan Lisa bersama ayah ibunya. Pertanyaan Lisa semakin lama semakin membuatnya jengkel. Ternyata Ella menguping permbicaraan tadi. Dari pertanyaan Lisa, yang harusnya menjadi pasangan untuk Xavier haruslah berasal dari keluarga bangsawan. Sedangkan dirinya bukanlah dari keluarga bangsawan atau orang penting.
Bergegaslah ia berlari masuk ke dalam kamarnya, sebelum Xavier sampai lebih dulu. "Atau jangan-jangan Lisa tidak suka jika aku dekat dengan Xavier?"
"Apa yang kamu katakan dan pikirkan itu salah Ella. Dia tidak ada haknya mengatur kamu atau diriku ingin dekat dengan siapa. Aku sudah memilihmu Ella, untuk menjadi pasanganku."
Ella berbalik, keraguan dalam hatinya terjawab. "Apakah itu benar?"
"Tentu saja benar, aku sudah memilihmu, Ella. Aku tidak peduli dari golongan mana, yang jelas aku mencintaimu, Ella."
Ella merasa terharus oleh perkataan Xavier, ia langsung memeluk Xavier dengan erat. "Aku senang kamu memilihku Xavier. Begitulah denganku, yang bahagia mencintaimu." Lisa melihat semua itu terjadi di depan matanya sendiri. Semua itu tidaklah adil, keluarga bangsawan haruslah menikah dengan seorang dari bangsawan juga, bukan rakyat biasa.
"Baik, jika itu maumu Ella, akan aku buat kamu menderita dan kamu Xavier akan jadi milikku seutuhnya, aku akan merebutnya," gumam Lisa lalu pergi ke kamarnya. Di malam hari, bintang-bintang bersinar sangat terang bersamaan juga bulan sabit di langit gelap.
Xavier merasa sangat haus dan merindukan minuman kesukaannya. Semenjak Ella berada di dalam rumahnya, ia selalu mengendalikan hasratnya untuk minum sesuatu yang akan tetap ia rahasiakan dari Ella sampai kapanpun. Biasanya, ia akan meminum minuman itu setiap saat. Tapi sekarang ia tidak tahan lagi.
Keluarlah ia dari kamar, berjalan menuju gudang penyimpanan yang berisikan banyak sekali botol-botol berwarna gelap. "Hah ... Minuman ini yang terbaik dari segala jenis minuman, aku sangat menyukainya." Ia langsung menghabiskan satu botol, hingga tidak tersisa sedikitpun.
Tubuhnya memanas dan kekuatan di dalam tubuhnya meningkat secara drastis. "Dalam waktu dekat ini aku akan melakukan pemburuan, menyenangkan sekali menyantap sesuatu yang segar." Berselang beberapa menit, ia kembali keluar dari ruangan tersebut dan berpapasan dengan Felix.
"Ayah membuatku kaget."
"Kenapa kamu belum tidur? Apa kamu baru saja meminum itu lagi?"
"Aku susah tidur dan tebakan ayah benar."
"Kamu harus bisa mengendalikan hasratmu untuk meminum itu Xavier. Sesekali boleh, tapi jangan terlalu sering."
"Baik ayah, aku mengerti. Aku kembali ke kamar dulu."
Felix geleng-geleng kepala dengan sikap anaknya itu. Dia adalah anak yang baik, hanya saja sulit mengendalikan diri. Yang ia takutkan, nanti Ella akan menjadi korban jika Xavier benar-benar tidak terkendalikan.
"Xavier, kamu dari mana saja?" tanya Ella.
"Kamu belum tidur? Apa ada yang menganggumu?" tanya Xavier sedikit kaget.
"Tidak ada, aku hanya sulit untuk tidur, mungkin aku masih baru dan belum terbiasa di sini." Xavier lega mendengar jawaban Ella. Ia berjalan mendekat dan naik ke tempat tidur. Entah mengapa, ketika berada di dekat Ella, Xavier merasa sangat damai.
"Kamu mau apa Xavier?"
"Aku tidak akan melakukan apapun, aku akan membuatmu tertidur." Xavier berbaring di sebelah Ella dan memeluk erat.
"Pejamkan matamu sekarang, tarik nafas, hembuskan. Tidurlah, emuanya akan baik-baik saja. Aku akan selalu berada di sampingmu."