Selesai Ella menceritakan semuanya, Xavier mulai merasakan apa yang dirasakan oleh Ella juga. Ia tahu ini bukan ujian yang mudah untuk seorang wanita seperti Ella. Xavier terus menepuk pelan kepala Ella. Membuatnya perlahan terlelap dalam dinginnya suhu bercampur hangatnya perasaan diantara keduanya. Dari kejauhan ternyata sang ibunda Xavier melihat semuanya, ia sangat penasaran dengan gerak-gerik mencurigakan Xavier saat berada di istana. Jadi, dia memutuskan untuk pergi mengikuti kemana perginya sang anak. Dia sangat senang sekali mengetahui putranya itu sudah mulai membuka hati kepada seorang wanita. Di matanya, Ella adalah wanita yang sesuai untuk Xavier. Pasalnya Xavier adalah orang yang kasar, dingin, dan tempramental. "Aku harap mereka berdua bisa bersama nanti. Nikmati hari-harimu anakku," katanya kemudian pergi.
Xavier yang memiliki pendengaran tajam pun langsung menoleh kearah suara dari arah belakangnya. "Pasti itu adalah ibu, aku sudah tahu, sejak awal dia mengikutiku kesini. Setidaknya dia tidak akan cerewet lagi dalam membahas masa depanku," gumam Xavier tersenyum.
Para anggota keluarga Ella sudah pulang dari makan siang di luar. Mereka semua kembali sibuk sendiri. May sibuk dengan perhiasan, Alana sibuk dengan pakaian mewahnya, dan Ferand kembali bekerja di samping rumahnya. Keadaan rumah benar-benar sunyi sekali, namun mereka tidak sadar bahwa Ella sedang tidak ada di rumah. May pun mengambil sebuah botol kecil yang ia simpan dalam lemari bajunya. Botol itu adalah sebuah racun yang jika dituangkan ke dalam makanan dan minuman, akan menyebabkan kematian. "Sebentar lagi rencanaku akan segera berhasil. Semuanya yang ada disini akan menjadi punyaku. Terlebih lagi sekarang, surat rumah ini sudah beratas namakan diriku," gumamnya tertawa pelan.
Di sore harinya, Ella terbangun dengan posisi memeluk Xavier. "Ah! Sudah berapa lama aku tidur disini. Aku harus segera kembali, pasti mereka semua sangat mengkhawatirkanku ...."
"Tenanglah, mereka tidak kaan mencarimu. Percaya saja padaku. Kamu sudah cukup lama berada disini dan seharusnya juga mereka sudah dari tadi menjadi mencarimu dengan cara meminta bantuan orang lain. Agar kamu cepat ditemukan," jelas Xavier yang membuat Ella kembali sedih.
"Ah, maafkan aku. Aku tidak berniat mengatakan hal seperti ini. Ayo aku antarkan kamu pulang ke rumah ...." Tanpa bersuara, Ella hanya berdiri dan menerima uluran tangan Xavier. Mereka berdua pun berjalan keluar dari hutan. Seketika Xavier teringat akan prinsip dirinya yang harus menjaga identitas bersama orang lain, terlebih lagi dengan orang banyak. "Bagaimana caranya aku mengatasi ini ya? Tapi, mereka semua ini termasuk Ella tidak tahu bahwa aku ini adalah anak dari raja Felix," gumam Xavier.
Mereka berdua pun keluar dari hutan, lalu berjalan menuju rumah Ella. Jarak rumahnya ke hutan tidak begitu jauh. Orang-orang mulai menatap kearah Ella dan Xavier. Dan mulai bertanya-tanya siapakah orang yang bersama dengan Ella tersebut? Wajah Xavier begitu asing, karena Xavier selalu menggunakan penutup kerundungnya. Semua mulai berpendapat, dari negatif hingga positif. Sampainya di rumah Ella, May terkejut melihat penampilan Xavier yang memiliki aura ketampanan yang luarbiasa. "Siapa dia Ella, coba ajak dia untuk masuk sebentar ke dalam rumah," kata May dengan nada sedikit menggoda. Ella melirik sekilas kearah Xavier atas ketidaknyamanan ini. "Ah maaf nyonya, saya harus segera pergi. Saya hanya mengantarkan Ella pulang, karena kondisi tubuhnya tidak membaik," tolak Xavier dengan halus, kemudian pergi. Ella menatap punggung tegap itu semakin menjauh.
May melipatkan kedua tangannya di depan dada. "Siapa nama pemuda itu? Kenapa kamu tidak mengenalinya padaku juga pada ayahmu? Atau jangan-jangan dia kekasihmu?"
"Ah dia hanya orang asing, ibu. Aku baru saja mengenalnya." Xavier yang masih bisa meneengar pertanyaan dari May ke Ella pun, hanya bisa tersenyum geli. "Kekasih ya? Menarik juga."
***
"Dari mana saja kamu nak? Sudah jam berapa ini? Untung saja kamu tidak pulang larut seperti kemarin," rocos ibunda Xavier, Calista.
"Tenanglah sayang, lagipula Xavier itu sudah besar. Dia sudah cukup mampu mengurusi dirinya sendiri," sahut Felix menenangkan suasana. Calista mengangguk dan menoleh kearah putranya itu, "Aku baru saja pulang jalan-jalan, aku merasa bosan jika harus berhadapan dengan orang lemah setiap harinya," jawab Xavier.
"Jalan-jalan saja atau ...." Felix mengangkat kepalanya, seakan tahu yang dimaksudkan oleh Calista. "Ah tidak jadi," sambung Calista membatalkan perkataannya.
Dentingan piring dengan sendok garpu terdengar menggema dalam ruangan yang hangat itu. "Xavier, ayah rasa sudah waktunya kamu mencari pendamping, umurmu sudah cukup memadai sekarang. Dan kamu juga, ayah rasa sudah cukup mampu untuk memimpin negeri ini. Carilah seorang wanita ...," bujuk Felix pelan-pelan.
"Maaf ayah, akan aku pikirkan lagi soal ini. Aku tidak ingin terlalu terburu-buru."
***
Makan malam ini terasa sangat dingin, apalagi Ella yang duduk tepat di samping Ferand. Jantungnya mulai bergejolak aneh, rasanya ingin sekali menyudahi makan malam ini segera. "Ella." Ella terkejut saat Ferand tiba-tiba memanggilnya. "Ya ayah?"
"Ayah dapat laporan bahwa kamu tadi diantarkan oleh pemuda, apa itu benar?" Harus bagaimana lagi sekarang, mau tidak mau pun Ella harus menjawab iya, karena itu memang kenyataannya. "Iya ayah, dia hanya orang asing dan aku baru saja mengena-"
"Cukup Ella, ayah tidak ingin kamu berhubungan dengan pemuda tidak jelas itu. Lagipula wajahnya terlihat tidak familiar, bisa saja dia orang yang jahat. Mulai saat ini kamu tidak boleh lagi keluar rumah ini."
Deg!!
"Apa? Kenapa? Aku membuat kesalahan apa memangnya?" gumam Ella.
"Iya Ella, dari tatapan matanya saja, dia bukan orang yang baik," tambah May. Ella merasa May pasti sudah mengadukan hal aneh lagi pada ayahnya. "Tapi ayah ... Ella membuat kesalah-"
"Cukup Ella, tidak perlu menjawab. Ayah tidak mau kamu berpendapat apapun. Cukup turuti saja." Ella bangkit dari kursinya dan pergi berlari menuju kamar. Rasa nafsu makannya menghilang. Ia kebingungan bahkan sedih karena tidak akan bisa bertemu Xavier. Selalu ada perasaan rindu di dalam hati Ella setiap harinya. Walaupun Ella sendiri tidak sadar perasaan apa ini. "Hiks, aku tidak ingin ini terjadi. Aku ingin sekali bebas keluar, mengapa semua cepat sekali berubah ...."
***
"Senang sekali mempengaruhi Ferand. Sedikit lagi aku akan segera berhasil. Lihat saja, dala waktu dengan ini. Dan untuk Ella, aku tidak akan membiarkan dia bahagia. Dia juga pantas memderita atas apa yang sudah dilakukan ibunya kepadaku," gumamnya. Ferand pun masuk ke dalam kamar.
"Sayang, apa keputusan ini tidak terlalu berat untuk Ella?" tanya May pura-pura kasihan.
"Tidak, lagipula dia harus menerima semua ini. Dia itu anak perempuan, jangan seenaknya mendekati pemuda. Apalagi aku sudah banyak mendengar desas-desus dari orang-orang, itu cukup membuatku malu sedikit," jawab Ferand.
"Baiklah kalau begitu, aku setuju-setuju saja."