"Oh, baiklah." Meskipun Nayla masih bingung dan tidak mengerti kenapa kakaknya terlihat kesal, dia mengabaikan perkataan dua guru itu sesuai dengan perintah kakaknya. .
Setelah kedua guru itu puas tertawa, Bu Ratna berkata kepada anak-anak lain di kelas: "Ayo anak-anak, sudah waktunya untuk pulang. Sekarang aku minta kalian semua berbaris dengan rapi dan kita akan meninggalkan kelas. Beberapa orang tua kalian sudah datang untuk menjemput, jadi lebih kalian segera mengemasi barang-barang kalian dan meninggalkan kelas. Bagi siswa dan siswi yang belum dijemput, silakan pergi ke kantor satpam dan tunggu orang tua kalian di sana. Apakah kalian semua mengerti? "
"Baik, Ibu Guru!!"
Anak-anak di kelas TK kecil berseru kepada Bu Ratna secara serempak.
Tak lama kemudian, di bawah tuntunan Bu Ratna anak-anak kelas TK kecil berbaris dengan rapi, sambil menenteng tas mereka dan berjalan menuju gerbang taman kanak-kanak.
Tidak lama kemudian, Bu Ratna kembali ke kelas dan berkata: "Anak-anak yang lain sudah pulang. Untuk saat ini, kalain yang belum dijemput bisa pergi ke kantor satpam dan menunggu jemputan orang tua kalian di sana."
"Oke." Anak-anak yang tersisa di kelas mengangguk dan membawa tas sekolah mereka sambil mengikuti Bu Ratna dengan patuh ke kantor satpam.
Nayla membiarkan Andre menggandeng tangan kecilnya dan berjalan keluar taman kanak-kanak.
Ketika mereka tiba di pintu kantor satpam, mereka melihat pak satpam penjaga yang berdiri di dalam kantor satpam tersenyum dan menyapa anak-anak yang akan menunggu di kantor tersebut. Pak satpam menyadari keberadaan mereka dan melambai kepada Nayla sambil berkata, "Selamat tinggal, Nak."
"..."
Setelah mendengar kata-kata pak satpam, Nayla menunduk dengan cepat dan mencondongkan tubuhnya ke Andre. Dia terus berjalan tanpa membalas sapaan pak satpam penjaga.
Andre memandang Nayla dengan heran dan berkata, "Nayla, kenapa kamu tidak mengucapkan selamat tinggal pada pak satpam?"
"Aku tidak mau," Nayla menarik tangan Andre dengan paksa dan berkata dengan suara kecil.
"Kenapa?" Andre menatapnya dengan bingung.
"..."
Tapi Nayla hanya menggelengkan kepalanya dan tidak berkata apa-apa.
Andre menatapnya dengan heran. Tidak biasanya Nayla bersikap seperti ini.
Tetapi pada akhirnya Andre menahan diri dan tidak bertanya lebih jauh. Dia berasumsi bahwa Nayla hanya merasa lelah, mengingat bahwa ini hari pertama dia pergi ke sekolah. Setelah tiba di rumah, Nayla hampir tidak mengucapkan sepatah kata pun, dan dia segera tidur setelah makan dan membersihkan dirinya.
Seiring waktu berlalu dari hari ke hari, ujian akhir semester semakin mendekat. Andre dan anak-anak lain kelasnya membentuk kelompok minat belajar untuk saling membantu antara satu sama lain.
Dari sudut pandang tertentu, kelompok minat belajar ini dibuat untuk membantu siswa dengan kinerja akademik yang tinggi untuk membantu siswa-siswa lain dengan kinerja akademik yang lebih buruk. Setelah sekolah berakhir, mereka akan belajar bersama demi meningkatkan nilai akhir bersama-sama.
Pada akhirnya Andre pun ikut dipilih untuk mengikuti kelompok minat belajar yang ditujukan untuk saling membantu sesama murid ini, tetapi yang membuatnya tidak senang adalah orang yang ditugaskan untuk membantunya.
Dia adalah Sheila, gadis pintar yang menduduki peringkat pertama di kelasnya. Gadis itu terlihat sangat kurus, dengan wajah biasa-biasa saja dan cukup kecil. Dia mengenakan sebuah kacamata yang besar, dan rambutnya terikat dalam kuncir kuda. Meskipun penampilannya tidak terlihat mencolok, tetapi Sheila adalah siswa favorit para guru karena kepintarannya.
Saat ini Andre sedang duduk di seberang Sheila sambil menggigit-gigit tutup pena di mulutnya. Dia menopang dagunya di satu tangan sambil memandang ke langit di luar jendela dengan bosan.
Hari mulai gelap, tapi kegiatan kelompok belajar ini belum berakhir, dan dia merasa kelaparan….
Dia tidak tahu apa yang Nayla lakukan di taman kanak-kanak sekarang. Apakah dia masih duduk di sebelah pemanas listrik di kantor satpam dan menunggu Andre dengan penuh harap untuk segera menjemputnya ...
"Andre, apa kau mendengarku? Andre!" Sebuah teriakan membuat Andre tersadar kembali, dan Andre menoleh ke arah Sheila yang duduk di seberangnya.
"Apakah kamu mengerti apa yang aku jelaskan sejauh ini?" Sheila mengerutkan kening dan dan bertanya dengan nada yang tidak sabar.
"Iya, iya aku mengerti. Sudah kubilang berkali-kali dari tadi bahwa aku sudah mengerti, tapi kau tidak percaya." Andre memegang tutup pena di mulutnya dan berkata dengan pelan ke arah Shelia.
"Kau bilang kau mengerti, tapi kau masih membuat begitu banyak kesalahan." Sheila menatapnya dengan ekspresi jengkel. "Kalau begitu segera selesaikan semua pertanyaan yang tersisa agar aku bisa pulang."
"Kalau begitu kenapa kau tidak pulang duluan? Kenapa kau malah tinggal dan mengawasiku?" Andre mengerutkan bibirnya dan membalas ucapan Sheila dengan ketus.
"Kalau bukan karena Pak Hasan menyuruhku untuk mengajarimu agar kau dapat meningkatkan kinerja akademismu, apakah menurutmu aku akan rela duduk di sini setiap hari untuk membimbingmu mengerjakan pekerjaan rumah?" Sheila mencela Andre dan berkata, "Dan aku kelaparan. Ah, aku tidak mengerti apa yang disukai oleh gadis-gadis di kelas kita tentangmu. Nilaimu buruk, dan kau tidak memiliki kelebihan selain wajah yang tampan."
"Hei, perhatikan caramu berbicara!" Andre melempar pulpennya ke atas meja dengan keras dan menatap Sheila dengan galak: "Bukankah kau tahu kalau aku pandai dalam pelajaran olahraga? Bukankah nilai bahasa Inggrisku juga bagus? Nilai matematikaku hanya sedikit lebih buruk, itu saja."
"Sedikit lebih buruk? Apa maksudmu? Dari seratus poin, kau hanya mendapatkan nilai enam puluh tujuh dalam ujian. Apakah kau sudah bangga dengan hasil seperti itu?"
"Ah, pokoknya aku bisa lulus. Sudahlah, jika kau tidak mau membantuku belajar di sini, lebih baik kau segera pulang, dan aku tidak akan memintamu untuk menemaniku lagi!" Andre berkata dengan marah ke arah Sheila dan berdiri. Setelah itu dia langsung memasukkan buku-bukunya yang tersebar di atas meja ke dalam tas sekolahnya.
Sheila terkejut dan bertanya dengan bingung. "Apa yang kau lakukan?"
"Pulang, tentu saja!" Andre menatapnya dengan datar dan berkata, "Aku sudah tidak tahan berada di sini bersamamu!"
"Tapi kata Pak Hasan kau tidak diperbolehkan pulang jika kau belum menyelesaikan pekerjaan rumahmu!" Sheila berdiri dan berkata dengan marah pada Andre.
"Pak Hasan, Pak Hasan. Apakah dia adalah ayahmu? Apakah kamu selalu mematuhinya seperti itu? Aku tidak peduli." Andre menutup ritsleting tas sekolahnya dan berkata pada Sheila sambil berlari keluar kelas: "Aku pulang dulu. Bye bye. "
"Kau ..." Sebelum Sheila bisa berkata lebih jauh, sosok Andre telah menghilang di luar kelas.
Dan hanya dia satu-satunya murid yang tersisa di kelas.
Sheila melihat buku-buku berantakan di atas meja dengan sedikit jengkel, kemudian dia ikut mengemasi tasnya dan pergi.
Setelah Andre berlari keluar dari sekolah, dia berlari ke arah taman kanak-kanak Nayla.
Meskipun langit sudah semakin gelap, area kantor satpam taman kanak-kanak itu terlihat terang di bawah sinar lampu jingga.
Andre terengah-engah dan berdiri di depan pintu kantor keamanan. Setelah menenangkan diri, dia mengulurkan tangannya dan memutar pegangan di pintu. Tapi pintu itu terkunci dari dalam.
Andre pun mengetuk pintu dengan keras.
"Siapa?" Di dalam pintu terdengar suara pak satpam penjaga.
"Saya Kakak Nayla," kata Andre dengan keras.
"Oh, ini dia."
Setelah beberapa saat, pak satpam penjaga membuka pintu dan menatap Andre yang berdiri di luar pintu sambil tersenyum dan berkata, "Kau datang untuk menjemput adikmu?"
"Ya." Andre mengangguk, dan langsung berjalan ke dalam melewati pak satpampenjaga keamanan.
"Nayla, kakakmu sudah datang."