Unduh Aplikasi
9.41% Was My Sweet Badboy / Chapter 40: Ayah dan Bimo part 2

Bab 40: Ayah dan Bimo part 2

Aku sudah mulai bisa berbaur, banyak ngobrol dengan Mbak Dila dan yang lain. Mereka ternyata seru dan konyol, seringkali kami terpingkal karena banyolan mas Edwin. Pun dengan Mas Bara yang ikut nimbrung bicara di sela tawanya.

"Udah setengah 10 Ray, ayo pulang.."

Bimo bicara setelah mengintip pada jam tangan hitam di pergelangan tangan kirinya, lalu menatapku dengan tujuan menyuruhku untuk segera siap-siap. Aku menoleh padanya dan mengangguk nurut, segera aku habiskan matcha flute yang tinggal setengah.

"Udah mau pulang?" tanya Mas Bara

"Iya mas, ayah bilang jam 10 harus sudah dirumah.." jawabku.

"Ooh..yaudah hati-hati, salam sama ayah sama mamah ya.."

"Salam tempelnya dulu.." candaku sambil mengulurkan telapakku.

"Malak mulu ini bocah.." balas Mas Bara sambil menepak sebal telapak tanganku yang terjulur.

"Hahahahah..." Aku jadi ketawa karena Mas Bara yang selalu seperti itu setiap kali aku minta uang padanya, tidak serius minta uang, hanya iseng, tapi terkadang berakhir dengan uang 10 ribu nempel di tanganku setelah dia bilang 'ini buat sebulan'.

"Aku pulang duluan ya mas Bar, mas-mas sama mbak-mbak semuanya Raya pulang duluaaan...." ujarku berusaha ramah dan ringan saat pamitan pada orang-orang yang memang lebih tua dariku itu.

Bimo juga melakulan hal yang sama, tapi dia hanya akan mengantarku pulang dan akan balik lagi ke cafe setelah itu.

Bimo melajukan motornya santai seperti biasa, tidak ugal-ugalan dan salip sana-sini, juga tidak terlalu pelan mengendarainya seperti saat antar aku pulang waktu sakit kemarin.

"Beliin apa buat orang di rumah Ray?" Bimo bertanya padaku dengan kepalanya yang sedikit ia tolehkan kebelakang dan agak teriak agar aku dengar, tapi dia pakai helm full face sehingga suaranya tertahan dan sulit ku dengar.

"Apaaa?? Gak denger Bim.."

"Beliin apa buat orang rumah?" ulangnya lagi kali ini lebih teriak.

"Ooh...terserahlah, gak usah bawain juga gak apa-apa.."

"Jangan dong, kasian nanti Irin pengen ngemil.." katanya lagi, padahal kulkas dirumahku selalu penuh dengan makanan karena mamah rajin sekali belanja atau bebikinan dan entah kenapa dia sayang sekali pada Irin. Aku sih senang-senang saja.

"Yaudah terserah ajalah, aku gak kepikiran"

"Beliin pisang coklat aja?"

"Iyaaa...boleh jugaa, banyakin ya..aku juga mau hehe"

"Haha iyaa..tuh di depan ada, beli disitu aja ya?"

"Iyaaaa..."

Kami berhenti di sebuah warung pisang goreng coklat gerobakan di pinggir jalan, sebenarnya belum pernah jajan disitu dan tidak tahu akan enak atau tidak, kan yang penting bawa oleh-oleh ke rumah. Bimo selalu seperti itu ketika main kerumah ku, adaaa saja tentengan di tangannya, sampai sendal jepit pun dia bawakan untukku.

Aku duduk di kursi-kursi plastik agak tinggi tanpa sandaran yang disediakan oleh bapak penjualnya sambil menunggu pesanan kami di buat, sedangkan Bimo sedang menjelaskan kami ingin pesan apa pada si bapak yang ku lihat sedang mengangguk-angguk pertanda beliau paham atas omongan Bimo. Ya sudah pasti paham lah karena tak mungkin juga Bimo bicara bahasa papua sama si bapak.

Setelahnya Bimo menghampiriku untuk duduk bersama di kursi kecil sebelahku, ikut menunggu pisang coklatnya di goreng.

"Bim, kamu ngerokok kan?"

"Iya..Kenapa? Kamu gak suka?"

"Gak suka kalau kamu ngerokok di dekat aku, tapi kalau jauh-jauh ya terserah sih..."

"Hahaha..kok baru nanya sekarang?"

"Baru kepikiran hehe" kujawab dengan cengiran.

"Kirain mau nyuruh aku berhenti ngerokok"

"Terserah kamu, kan badan kamu, kalo nanti sakit ya nikmati"

"Kalo sakit diurusin dong.."

"Ogah, kan kamu yang bikin badan sendiri sakit kenapa jadi bikin orang repot.." ujarku cuek.

"Diih...gitu amat siih...yaudah aku kurangin deh rokoknya.."

"Kok gitu?"

"Iya soalnya kalo langsung berhenti susah"

"Aku gak nyuruh berhenti ngerokok deh perasaan.." tanyaku heran

"Tauu..tapi kamu lebih suka aku gak ngerokok kan?"

"Kalo ditanya gitu semua cewek di dunia kayaknya bakal jawab iya deh.."

"Aku tanya kamu, bukan semua cewek di dunia.."

"Haha..iyaa iyaa..lebih suka kamu gak ngerokok, aku gak suka baunya, tapi selama ini kamu gak pernah bau rokok sih Bim makanya aku gak pernah protes."

"Heheh..jadi aku bau apa?"

"Bau kambing"

"Wkwkwkwk....kok betah peluk-peluk kalo bau kambing?"

"Kan kamu yang peluk duluan, aku gak pernah.."

"Masaa??"

"Iyaaaa..."

"Nah terus yang waktu...."

"Stop!" ku bekap mulut Bimo saat akan bicara yang aneh-aneh dan bikin aku malu.

"Hahahahahahahahahahahah...." Dia ketawa keras sekali, seketika orang-orang menoleh pada kami karena suara tertawa Bimo.

"Sssssssttttttt....heh! maluuu...diliatin orang ish!" ku piting kepalanya sambil mulutnya aku tutup dengan telapak tanganku, segera aku balas tatapan orang-orang yang sedang mengantri pisang coklatnya sembari mengangguk dan tersenyum canggung, menunjukkan kalau kami minta maaf karena merasa segan dan tak enak pada mereka oleh sebab kami berisik.

"Berisik tauk!" omelku pada Bimo yang sudah berhenti tertawa dan sudah ku lepas pitinganku terhadap kepalanya.

"Hahah..maaf kelepasan, kamu lucu sih"

"Aku gak ngelawak dih"

"Pokoknya lucu.."

"Iyaaa...terserah deh.."

"Mas, ini pisangnya sudah jadi.." seorang mbak-mbak yang ku tebak adalah anak dari bapak penjual itu datang menghapiri kami dengan sekotak pisang coklat di tangannya. Rupanya pisang goreng kami sudah selesai, Bimo menyodorkan uang selembar 50 ribuan pada mbak yang tadi, kemudian ia bergegas mengambil kembalian dari uang Bimo dan menyerahkannya.

"Makasih mas..." ujarnya.

"Iya mba, sama-sama.." kata Bimo ramah.

Kami melanjutkan perjalanan pulang kerumahku, ini seperti perjalanan mencari kitab suci ke barat saja karena pakai acara berhenti mampir-mampir dulu, padahal jarak cafe tempat nongkrong tadi dengan rumahku tidak terlalu jauh.

Ngomong-ngomong soal rokok, Bimo memang perokok, aku tahu itu dari awal hanya saja tak begitu ku pusingkan karena dia tidak pernah bau rokok, selalu wangi dan juga Bimo tidak akan mau merokok di dekatku, jika dia sedang merokok lalu aku datang menghampiri dia, Bimo akan segera mematikan rokoknya meskipun itu baru dibakar.

Selalu seperti itu, jadi aku tak pernah mengusiknya dengan keluhan soal kebiasaannya yang satu itu. Toh aku juga bukannya sangat membenci perokok, karena ayahku juga seorang perokok berat, jadi mungkin bisa dibilang aku orang yang netral terhadap stigma rokok/perokok.

Kami sampai dirumah pukul 22.10, terlambat 10 menit dari perjanjian dengan ayah, dan bisa kau tebak ada apa? Ssstt...sini aku bisikkan..

Ayahku sudah duduk di bangku teras rumah dengan kaos santai dan sarung sambil merokok, juga tak lupa kopi hitam tampak ikut nangkring di meja teras. Yap! Ayah benar-benar serius dengan ucapannya 'harus sampai rumah pukul 10'

Bimo tampak biasa saja seperti itu bukanlah pertanda buruk, sedangkan aku malah ketar-ketir karena takut ayah marah. Kami berjalan ke arah ayah setelah turun dari motor Bimo, pisang coklat tadi aku yang pegang.

"Assalamualaikum om..." Bimo memberi salam pada ayahku seraya berjalan mendekati beliau dan ikut duduk di kursi teras satunya, dipisahkan oleh meja bulat kecil di tengah-tengah antara kursi yang sedang ayah duduki dengan kursi yang Bimo tuju.

Dia duduk dengan nyaman disitu, sedangkan ayah diam saja setelah menjawab salam Bimo tadi.

Aku segera masuk ke dalam untuk menyalin pisang coklat dan membuat minum.

"Apa tuh?" mamah menghampiriku saat nampak aku sudah di dapur, beliau berkata sambil menunjuk piring berisi pisang goreng coklat.

"Pisang coklat mah, Irin mana? Bimo beli buat dia nih.." jawabku pada mamah

"Yaah..Irin sudah tidur, capek mungkin habis latihan paskib buat upacara senin"

"Ooh..yasudah tinggalin aja buat besok kalau gitu"

"Tapi ini buat Irin aja?"

"Haha enggaklah, buat semuanyaa mah.."

"Kirain buat Irin aja..itu minum buat siapa?"

"Bimo mah"

"Loh belum pulang dia?"

"Belum, duduk sama ayah di teras"

"Huuh..dasar si ayah, jam 10 tepat sudah duduk di teras nungguin kamu pulang, udah mamah tegur padahal tadi.."

"Ayah marah mah?"

"Enggak tuh, cuma mau nge-tes pacarmu katanya"

"Nge-tes apa mah?"

Mamah jawab hanya dengan mengangkat kedua bahunya.

Waduh!

Aku kemudian segera membawa minum yang sudah selesai ku buat ke arah teras, takut kalau ayah ngomong yang aneh-aneh pada Bimo, saat sudah sampai di dekat pintu ku urungkan niatku untuk segera ke luar dan memutuskan berdiri disana sejenak untuk mencuri dengar sambil ngintip dari balik kaca jendela depan rumahku.

"Lagi nyantai om?" tanya Bimo pada ayah

"Hmmh..." jawab ayah hanya dengan gumaman sambil menghisap rokoknya, juga tidak melihat ke wajah Bimo tentunya.

"Sendirian aja om?"

"Hmmh...." ayah jawab dengan cara yang sama

"Gak banyak nyamuk diluar om?"

"Hmmh..." masih begitu dan menghisap lagi rokoknya.

"Tadi ada pisang goreng coklat dibeli Raya buat orang rumah"

"Hmmh..." astagaaa ckckck...

"Om lagi sariawan?"

Ayah tidak menjawab melainkan langsung menoleh kepada Bimo dengan tampang sebal.

Phfftt...hahah

Bimo sedari awal memang sudah menghadap ayah, jadi saat ayah menoleh padanya, pandangan mereka bertemu. Bimo tersenyum geli karena ayah yang tampak sebal sebab pertanyaannya. Dan ku pikir Bimo sengaja melakukan itu.

"Maaf pulangnya agak telat om, tadi berangkat dari sana sudah dari jam setengah 10, tapi nunggu pisang gorengnya lama karena ngantri orang beli"

kali ini Bimo mencoba menjelaskan pada ayah alasan kenapa kami terlambat 10 menit, ayah tetap diam saja.

Kuputuskan keluar sekarang dengan nampan berisi segelas es teh untuk Bimo.

"Minum dulu Bim" kataku pura-pura tidak tahu apa yang sudah terjadi diantara ayah dan Bimo.

Ayahku masih mematung dengan hisapan rokoknya yang kian dalam, kopi di meja masih sisa setengah gelas lagi dan sudah dingin.

"Makasih Ray" ujar Bimo padaku dengan senyum khasnya yang ingin sekali ku simpan didalam toples dan ku letaklan di kamarku.

Kujawab hanya dengan senyum pula, kulirik ayah yang diam saja menatap ke arah tanaman mamah di pojok halaman rumah, entah apa yang sedang ayah pikirkan.

"Yah..."

"Hmmh..." begini lagi

"Kopinya udah dingin.."

Beliau melirik pada gelas kopinya, lalu menyesapnya hingga bersisa ampas disana.

Bimo hanya memperhatikan ayah dan gerak geriknya. Tak lama, setelah batang rokok yang ayah hisap habis, beliau mematikannya lalu tiba-tiba berdiri dan berdeham.

"Ekheemm..."

Ayah melayangkan pandangan menyusuri halaman rumah sebentar kemudian berjalan masuk tanpa sepatah kata terucap, aku dan Bimo saling pandang kemudian terkekeh bersamaan.

Ayaaah...ayaaah...ckckckck

"Aku pulang ya, takut disuruh push up sama komandan kalo kemaleman pulang dari sini.." kata Bimo masih dengan sisa kekehannya tadi.

"Hehe..iyaa ati-ati ya, maaf ayah suka aneh gitu"

"Hahaha...gak lah, wajar kok"

Bimo segera menghabiskan es teh nya kemudian berdiri dan berjalan menuju motornya lalu melaju ke jalan raya setelah melambaikan tangannya padaku.

Aku membereskan meja teras dan meletakkan gelas-gelas kotor itu di westafel dapur lalu segera melangkah ke kamarku. Ayah tak bicara apapun saat aku masuk dan hanya duduk sambil nonton acara TV.

Aku jadi bertanya-tanya, Bimo lulus tes nggak ya?? Hahah..


PERTIMBANGAN PENCIPTA
MORAN94 MORAN94

Yeaay!! sudah chap. 40!! terimakasih buat yang sudah menyempatkan waktu kenalan dengan Bimo dan Rayaa..

Chapter 50 nanti bakal jadi satu chapter spesial untuk POV Bimo, setuju?? (Hihihi)

komen di bawah yaaa ❤❤❤

Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C40
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk