Seorang lelaki berpakaian lengkap ke luar dari lift dengan wajah dinginnya. Flora-sekretarisnya berdiri dan menyapanya, tapi dia berjalan begitu saja melewatinya.
Flora menghembuskan napas berat ketika bosnya itu membanting pintu ruangannya ketika ia sudah masuk ke dalam. Jika seperti ini, pasti ada salah satu karyawannya yang membuat kesal. Baru juga detak jantungnya normal karena terkejut dengan bantingan pintu bosnya, tiba-tiba telpon kantornya berbunyi.
"Iya, Pak," jawabnya setelah ia mengangkat telponnya.
"Apa jadwal saya hari ini?" tanya bosnya yang tadi baru saja masuk ke ruangan dengan membanting pintu.
"Jadwal bapak hari ini hanya ada pertemuan klient baru setelah makan siang," jawabnya dan setelah itu telpon langsung di tutup oleh bosnya.
Kenan lelaki dengan tubuh tegapnya yang tingginya sekitar 182 cm itu melepaskan jasnya dan melepaskan dasi yang mencekik lehernya. Ia berjalan ke arah ruang desain tempatnya menciptakan desain-desain furnitue. Perusahaannya bukan hanya memproduksi furniture tapi ada perusahaan cabangnya yang bergerak di bidang jasa desain interior.
Kenan melepaskan kemejanya dan tinggalah kaos hitam polos yang membalut tubuh atletisnya. Ia mengambil pensil dan penggaris siku-siku. Dia mengambil kayu dan mulai mengukurnya. Dia ingin membuat kursi lipat berbahan kayu tapi ringan hingga bisa di bawa kemana saja. Bahan-bahannya berkualitas tentu saja, karena perusahaan Iki Furniture mengekspor barang-barang produksinya ke luar negri. Di dalam negri produk-produknya kurang di minanti padahal kualitas produk perusahaannya bisa di bilang bagus dan harganya pun lebih terjangkau di bandingkan beberapa pruduk furniture impor.
Beberapa kali ia mengukur dan membuang kayu yang dia gunakan karena tidak sesuai. Dia menghidupkan bor untuk memasang paku ke kursi yang bagiannya akan di satukan.
Dering handphone yang menjerit minta di angkat panggilannya tidak membuat Kenan berhenti melakukan pekerjaannya. Inilah dunianya, jika sudah fokus dengan pekerjaan maka, ia tidak akan mempedulikan sekitarnya. Ia hanya mempedulikan apa yang sedang ia lakukan. Fokusnya dan tujuannya tidak akan goyah walau ada beberapa hal yang menganggunya. Ia adalah orang yang konsekuen dengan apa yang dia lakukan.
Jam terus berganti tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.55, ia pun melepaskan masker yang ia gunakan karena dia baru saja menggunakan mesin pengalus kayu. Debu dari serbuk kayu akan membuat dirinya bersin-bersin tiada henti karena ia memiliki alergi debu. Ia meletakkan barang-barang yang baru saja ia gunakan kembali ke tempatnya kemudian ia berjalan ke kamar mandi yang ada di ruangannya untuk membersihkan tubuhnya.
Selesai membersihkan tubuhnya, ia berjalan ke arah kemeja dan dasi yang ia gantungkan di sebuah kayu seperti pohon yang bercabang. Kini ia sudah berpakaian lengkap. Ia pun berjalan ke luar dari ruangannya untuk pergi ke restourant di dekat perusahaan untuk makan siang. Sekretarisnya menunduk hormat ketika ia lewat di hadapannya.
Keluar dari dalam lift ia pun berjalan tanpa tersenyum. Beberapa karyawati yang tidak sengaja berpapasan dengannya menyapa dan menunduk hormat padanya dan lagi, ia tidak mempedulikan sapaan karyawatinya. Baru saja ia sampai di depan pintu masuk perusahaan, ia langsung memutar tubuhnya 180 derajat dan berjalan ke arah resepsionis.
"Kamu di pecat!" tegasnya begitu dingin saat dirinya sudah ada di depan meja resepsionis. Resepsionis itu membulatkan matanya terkejut karena ucapan bosnya yang begitu tiba-tiba.
Tanpa berkata lagi, Kenan langsung membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi untuk makan siang. "Pak, apa salah saya!" teriak si resepsionis saat ia sudah melewati pintu masuk. Kenan hanya tersenyum sinis mendengar teriakan resepsionisnya.
Ia berjalan ke arah mobilnya dan masuk ke dalamnya. Ia menghidupkam mesin dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan area parkir perusahaan. Dari kaca spion ia bisa melihat resepsionis yang berlari mengejar mobilnya membuat ia tersenyum mengejek. "Dasar hama!" ketusnya dan menginjak gas kuat untuk melajukan mobilnya.
Kini ia sudah sampai di restourant, beberap wanita yang ada di restourant pun mencuri-curi tatap. Ada juga yang diam-diam memotretnya. Ia kembali tersenyum, tapi senyumannya itu penuh arti. "Menjijikan!" ketusnya dengan suara begitu dingin dan ia memilih melepaskan jasnya kemudian meletakkan di kursi sebelahnya. Ia melepaskan satu kancing lengan kemejanya kemudian mengulungnya hingga sebatas siku.
Ia pun mengendurkan sedikit dasinya membuat para wanita itu histeris di tempatnya. Bahkan wanita-wanita yang memiliki pasangan pun ikut meleleh melihat penampilannya. Sedang asik tersenyum mencemooh melihat para wanita mengeluh-eluhkannya seorang wanita dengan perut buncitnya menghampirinya.
"Mas," panggil wanita itu sambil mengusap-usap perut buncitnya.
Kenan mendongakkan kepalanyanya untuk menatap wajah wanita hamil itu. Tanpa berucap apapun, tangannya terulur untuk menyentuh perut wanita hamil itu karena biasanya ibu-ibu hamil yang datang padanya ingin perutnya di usap supaya wajah anaknya tampan seperti dirinya.
Wanita itu memukul tangan Kenan membuatnya mengernyitkan dahinya bingung. "Wajah Mas, mirip suami saya jadi, saya ingin ... " Kenan memiringkan wajahnya untuk menatap wanita hamil yang sedang menundukkan kepalanya sambil memilin tali daster yang ia kenakan.
"Ingin apa?" pertanyaan Kenan dengan wajah polos itu membuat wanita hamil di depannya mengangkat wajahnya seraya tersenyum senang.
"Saya ingin mencium, Mas," ucapnya seraya tersenyum hangat.
"Hah!" Kenan terkejut menatap wanita itu membuat wanita itu kini menundukan kepalanya dengan wajah sedih.
Ia pun berdiri kemudian mengahampiri wanita hamil itu, ia merangkul pundak wanita itu kemudian ia mecium pelipis wanita itu. Wanita itu mendongak menatap Kenan dengan air mata yang sudah menetes di sudut matanya. "Terimakasih, Mas. Setidaknya anak saya bisa merasakan kelembutan Papanya dari Mas. Karena Papanya kini sudah berada jauh darinya," ucap wanita itu begitu tulus.
"Saya doakan semoga Mas dan pasangan bahagia dan di karuniai anak yang tampan ataupun cantik," ucap wanita itu seraya tersemyum dan satu tangannya menghapus air mata di sudut matanya.
"Saya permisi, Mas," ucap wanita itu dan dia pun melangkah pergi meninggalkan Kenan yang diam terpaku menatap punggung wanita hamil itu.
Ia memegangi dadanya yang berdesir hangat mendengar kalimat doa yang begitu manis itu. Ia pun mengembangkan senyumannya kemudian ia kembali duduk. Ia memulai menyantap makanannya dengan senyum mengembangnya.
Pukul satu siang, seperti jadwal dari sekretarisnya ia bertemu klient yang akan bekerjasama dengan dia dalam penjualan produknya. Produknya itu akan di jual di toko interior perusahaan yang mengajak kerjasama. Setelah bernego masalah pembayaran mereka pun menandatangani kontrak perjanjian.
Selesai dengan urusannya dia kembali lagi ke kantor dan di depan lobi ia bisa melihat resepsionis yang ia pecat itu berdiri didepan pintu masuk. "Pak, Kenan, tolong jangan pecat saya," ucap Resepsionis itu sambil berjalan mengikuti Kenan. Ia diam tidak menjawab perkataan resepsionisnya. "Pak, saya mohon. Saya membutuhkan pekerjaan ini, jangan pecat saya, Pak," mohonya sambil berlutut dengan kedua tangan di depan dada memohon agar tidak di pecat.
Kenan masuk begitu saja tanpa peduli dengan wanita yang sedang memohon di hadapannya itu. Wanita itu pun segera berdiri dan sebelum pintu tertutup ia memasukkan tangannya hingga tanggannya terjepit membuat Kenan membulatkan matanya terkejut. "Apa yang kau lakukan, hah!" marah Kenan dengan mata melotot marah dan suara teriakannya itu membuat semua karyawati menghentikan aktifitasnya kemudian mereka melihat ke arah lift.
"Ma ... Maafkan saya, Pak," ucap wanita itu takut-takut sambil menundukkan kepalanya.
"Rendahan!" cemoohnya dan dia menekan tombol lift agar kembali tertutup. Lagi dan lagi wanita itu mengulurkan tangannya agar pintu lift tidak terbuka.
"Apa mau kamu, hah!" marahnya dengan wajah memerah.
"Saya tidak tahu apa kesalahan saya hingga saya harus di pecat. Tolong, Pak, jangan pecat saya," mohon si resepsionis dengan tubuh bergertar takut. Tulang-tulang sendinya rasanya tidak mampu menopang berat tubuhnya karena bentakan bosnya itu. Namun, jika dia tidak nekat dia akan kehilangan pekerjaan di perusahaan elit yang banyak orang ingin masuk ke perusahaan ini di bagian office.
Jika mereka bisa bekerja di office maka mereka termasuk orang-orang hebat karena memang tidak mudah untuk masuk ke kantor Iki Furniture kecuali bagian OB ataupun OG karena mereka hanya akan berhadapan dengan Hrd untuk seleksi masuknya.
Semenjak kepemimpinan Kenan Melviano Pradipa banyak peraturan yang berubah. Karyawan Office hanya boleh seorang wanita, hanya bagian OB yang boleh pria sedangkan di pabrik hanya boleh ada karyawan pria. Semua karyawan di office akan seleksi langsung dengan pemimpin perusahaan yaitu dirinya. Lift yang tadinya di khususkan untuk para petinggi di perusahaaan kini lift itu tidak ada yang boleh menaiki kecuali dirinya dan juga Raka Mahardika yang orang-orang kenal sebagai sahabat dekatnya.
Jika ada yang melanggar peraturan itu, maka hari itu juga ia akan di pecat. Resepsionis itu sudah melanggar aturan secara tidak langsung, karena ia hanya mengatakan untuk naik ke lantai dua tanpa memberitahukan lift mana yang harus di gunakan. Itu kesalahan fatal, karena dari situ dia menilai bahwa wanita itu akan melakukan cara licik untuk menumbangkan lawannya. Ia tidak suka jika ada orang-orangnya yang bermain licik untuk mendapatkan kedudukan.
"Kau yakin, tidak tahu apa salahmu?" tanya Kenan dengan mata tajamnya.
Wanita itu langsung berlutut di hadapan Kenan. "Maaf , Pak, saya benar-benar tidak tahu apa salah saya."
"Cih, kamu masih belum menyadari apa kesalahanmu ?" tanyanya tidak percaya. "Apa kamu lupa peraturan di kantor ini?" tanyanya dengan nada mencemooh.
Kenan berjongkok di hadapan wanita yang masih menudukkan kepalanya, "jawab pertanyaan orang yang bertanya padamu! dan tatap mata orang lawan bicaramu, Resita!" tegas Kenan dengan suara dinginnya.
Resita, si resepsionis itu mengangkat wajahnya yang sudah basah karena air mata. "Untuk apa kamu menangis?" tanya Kenan begitu dingin.
"Maaf, Pak," jawab wanita.
"Jangan hanya berkata maaf, tapi jawab pertanyaan saya!" marahnya tepat di wajah Resita.
"Peraturan yang mana, Pak. Saya benar-benar tidak tahu," jawabnya dengan suara bergetar takut.
Kenan berdiri kemudian ia memasukkan ke dua tangannya ke kanan dan kiri saku celana bahannya. "Tugas resepsionis itu bukan hanya menerima telpon, tapi juga mengarahkan orang baru yang belum tahu di mana ruangan yang ia tuju!" tegasnya dengan nada dingin.
"Kamu sudah melanggar peraturan di mana lift yang saya gunakan tidak boleh di pakai orang lain kecuali saya dan Raka!" tegas Kenana yang kini menatap Resita yang masih berlutut di bawahnya.
"Sekarang kamu tahu kesalahanmu?" tanya Kenan tegas.
Resita menggelengkan kepalanya, "saya selalu memberitahukan pada orang untuk tidak naik di lift pribadi bapak," jawabnya sambil mendongak menatap Kenan.
Kenan tersenyum miring, "kau mau membohogi saya, hah!"
"Tidak, Pak. Saya tidak berani membohongi bapak," jawab Resita takut-takut.
"Wanita yang tadi pagi melakukan interview masuk ke dalam lift pribadi saya. Dia mengatakan jika resepsionis menyuruhnya ke lantai dua untuk ke ruangan Hrd!" tegas Kenan dengan sorot mata tajamnya.
"Tidak begitu, Pak. Saya memberitahukan padanya jika dia harus naik ke lantai dua kemudian mencari ruangan Hrd dan naik lift yang sebelah kanan,"
"Tapi, dia naik ke lift khusus saya dan Raka!" ucapnya tegas.
"Saya sungguh tidak berbohong, Pak. Mungkin wanita itu yang tidak begitu mendengarkan perkataan saya," ucap Resita dengan suara yang mulai tenang.
Baru saja Kenan akan berucap denting notifikasi yang sengaja di bedakan membuatnya melihat handphonenya.
Love
Pulang cepat, ya. Aku memasak makanan kesukaanmu.
Kenan langsung tersenyum melihat pesan dari kekasihnya. Kemudian ia pun membalikkan tubuhnya sambil berkata, "kau beruntung," ucapnya dan masuk ke dalam lift.
"Pak, saya mohon jangan pecat saya," mohon Resita pada Kenan yang berdiri di depan lift.
"Berhentilah memohon dan kembalilah bekerja!" tegas Kenan yang sudah masuk ke dalam lift.
"Terimakasih, Pak. Terimakasih," ucap Resita yang kini sudah berdiri dan beberapa kali membungkukkan tubuhnya untuk mengucapkan terimakasih.