Merasa sangat bodoh dan kesal karena tidak dapat berpikir jernih hingga ia lupa kalau Oscar sedang ada di kantor, Lisa langsung memesan taksi lagi untuk pergi ke kantor Petersson Communication. Riasan yang tadinya terlihat rapi dan indah di wajahnya sudah meleleh tidak karuan akibat linangan air mata.
Semakin Lisa mengingat wajah pria berambut emas itu semakin hati Lisa sakit. Seolah hatinya dibakar oleh api cemburu lalu ditusuk dengan ratusan anak panah. Rasanya sangat sakit namun tidak berdarah.
Setengah jam kemudian ia telah sampai di pintu lobby gedung perkantoran Petersson Communication. Tanpa banyak bicara ia langsung menerobos masuk naik lift ke lantai di mana ruang Oscar berada.
Beberapa pegawai yang berada satu lift bersama Lisa langsung melirik Lisa dengan tatapan heran. Mereka saling berbisik ketika menatap wajah Lisa yang tampak sedih dan menyedihkan juga rambutnya yang berantakan seperti habis bangun tidur.