"Urus semua ini." Richard menyerahkan semua benda-benda yang disembunyikan oleh istrinya pada salah satu pengawalnya.
Kecuali, pakaian dalam yang berbentuk dua cup berukuran sedang. Dia tidak menyerahkannya, lebih tepatnya, Richard tidak ingin pria lain memegang sesuatu yang pernah menyentuh dua bukit miliknya.
Anxia yang melihat pria brengsek sedang mengamati pakaian dalamnya seolah menyelidiki sebuah berlian, mendengus dengan sarkas. Dia sama sekali tidak menyangka dia bersedia menikah dengan orang mesum seperti Richard Calvin.
Sungguh merupakan sebuah kesalahan dia menjebak pria ini empat tahun lalu. Seharusnya dia meneliti terlebih dulu apakah pria yang dijebaknya adalah targetnya atau bukan. Namun, nasi telah menjadi bubur dan Lori telah lahir ke dunia ini.
Di luar dugaannya, Lori adalah hal terbaik yang pernah ia terima semenjak dia lahir ke dunia ini. Walaupun dia membenci ayah anak itu, Anxia sangat menyayangi putrinya. Mau tidak mau dia agak sedikit mengakui, bahwa ia sangat berterima kasih pada Richard karena memberikannya putri luar biasa seperti Lori. Itu sebabnya dia menyematkan nama pria itu pada putrinya. Bukan karena dia memiliki perasaan spesial pada pria itu, tapi karena dia cukup berterima kasih.
Tentu saja dia tidak akan mengakuinya secara langsung pada pria itu. Lebih baik dia mati daripada dia memberitahukan alasan sebenarnya mengapa dia menyematkan nama panggilan pria itu pada putrinya.
"Apa yang akan kau lakukan pada benda itu?" Anxia menunjuk pada bra yang masih saja dipegang oleh suaminya.
Sebenarnya, hatinya luar biasa panas dan ingin sekali mengambil kembali pakaian dalam miliknya lalu menghajar pria mesum ini.
"Tergantung alat apa yang kau pasang. Jadi apa yang sudah kau pasang?"
"…" untuk sejenak Xia Xia merasa ragu untuk memberikan jawaban yang sesungguhnya. Dia memutuskan untuk memberikan jawaban jujur mengingat Richard bisa mengetahui kebohongannya begitu dia menyelidiki alat yang dimaksudkan. "Pengirim sinyal."
"Pengirim sinyal? Aku tidak melihat alatnya." Richard membolak-balik benda bercup dua itu dengan teliti untuk mencari alat kecil yang dimaksudkan istrinya.
"Kainnya adalah alatnya. Kau tidak akan menemukannya."
"Ah, rupanya begitu."
Sudah bukan rahasia umum bagi para pecinta hacker untuk memiliki alat pengirim sinyal yang dicampur dengan benang sebelum dijahit menjadi sebuah pakaian. Ayahnya sendiri, Stanley, sudah menanamkan alat pelacak di tiap baju-baju ketiga anaknya saat mereka bertiga masih sangat kecil.
Kini mereka bertiga sudah dewasa dan tidak lagi memerlukan perlindungan ala ayahnya yang ekstrem, sehingga pakaian yang dikenakan mereka hanyalah pakaian normal tanpa alat pelacak apapun.
"Kalau begitu aku akan menyimpannya."
Xia Xia mematung pada tempat duduknya sambil memandangi suaminya tanpa berkedip.
Apa kata pria itu tadi? Ataukah mungkin ada yang salah dengan pendengarannya?
Belum sempat untuk bertanya apa maksudnya, Richard telah mengambil sebuah kotak kayu entah dari mana (mungkin dari kantong doraemon 🤭), lalu menyimpan pakaian dalamnya ke dalam kotak tersebut.
Richard mengelus kotak tersebut seolah kotak itu adalah benda antik yang tak ternilai harganya membuat Anxia semakin melongo. Lamunan wanita itu buyar seketika saat melihat tatapan jahil yang bersinar-sinar dari Richard.
Entah apa yang merasukinya, Anxia bergerak cepat dan melingkarkan kedua tangannya ke leher pria itu membuat Richard kesulitan bernapas. Untuk bisa mencekik lebih leluasa, dia memosisikan tubuhnya duduk diatas pangkuan pria itu sementara sebelah tangannya mengambil peti kotak kayu dari tangan Richard dan memukulkannya ke kepala pria itu sekeras-kerasnya.
Kepala Richard mulai berdarah namun Xia Xia belum puas sebelum melihat pria itu menghembuskan napas terakhirnya dan terus memukulkan peti tersebut ke kepalanya hingga pria itu tidak sadarkan diri lagi.
Lalu Anxia membuka pintu mobil yang masih berjalan dengan kecepatan tinggi dan membuang tubuh Richard seperti membuang sampah sembarangan di jalanan. Saat itulah Qiao Anxia tertawa cekikikan dengan mengerikan sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak.
PLOk!!
Untuk kedua kalinya lamunan Qiao Anxia buyar saat ada sebuah tepukan lembut pada puncak kepalanya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Anxia terheran melihat kepala Richard yang terteleng ke arah kiri dan kini menatapnya dengan tatapan menyelidik. Kulit kepalanya mulus, sama sekali tidak ada darah ataupun luka sama sekali. Anxia juga melirik ke arah kotak peti yang masih dipegang Richard, lalu menghela napas.
Ah, ternyata dia hanya membayangkannya saja. Baru saja dia merencanakan membunuh pria itu saat ini juga didalam pikirannya. Seandainya saja yang tadi itu bukan pemikirannya saja... dia akan merasa puas.
"Kurasa kau pasti sedang berpikir ingin membunuhku saat ini juga." tebak Richard yang sangat tepat sekali membuat Anxia tidak sanggup membantahnya. "Jika aku mati sekarang, kau tidak akan bisa bertemu dengan Lori."
Anxia menggigit pipi dalamnya mendengar kalimat ini. Dia tahu itu. Dia sangat tahu dia tidak akan bisa bertemu dengan putrinya bila dia membunuh pria itu sekarang. Itu sebabnya, dia hanya bisa membayangkannya dan menahan diri untuk tidak benar-benar melakukannya.
Dia hanya bisa memuaskan amarahnya dengan membayangkan kematian pria ini didalam pikirannya.
Anxia menepis tangan Richard yang masih betah di atas kepalanya kemudian memalingkan muka ke arah jalanan. Dia menolak menatap pria itu dan hanya memusatkan pikirannya untuk merencanakan pelariannya begitu dia bertemu dengan Lori.
Ugh! Dia juga harus mencari lokasi ibunya dan memastikan master Yu tidak menangkap ibunya.
Hanya saja, apakah benar foto yang dikirim master Yu adalah ibunya? Bagaimana kalau foto itu hanya editan saja hanya untuk memancingnya keluar?
Untuk pertama kalinya semenjak dia menjadi asasin, Qiao Anxia mengalami dilema berat. Antara ibunya dan putrinya, yang mana yang harus dia prioritaskan?
Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di depan salah satu butik tokoh termewah dan terkenal di seluruh dunia ini. Kening Xia Xia mengernyit menyadari mereka tidak langsung berhenti di rumah Stanley melainkan mampir ke tempat lain.
Apakah Richard sengaja mengulur waktunya untuk bertemu dengan putrinya??
"Turunlah. Kita akan belanja sebentar."
"Untuk apa? Aku hanya ingin bertemu dengan putriku."
"Kau ingin putri kita melihatmu berpakaian seperti ini? Lagipula kau juga akan menemui orang tuaku sebagai istriku. Aku tidak ingin istriku terlihat seperti pembunuh bayaran dihadapan keluargaku."
Xia Xia mengepalkan kedua tangannya mendengar sebutan-sebutan nama dari pria itu. Putri 'kita'? Yah, memang benar Lori adalah putri dari hasil malam mereka yang panas empat tahun yang lalu. Tapi dia masih belum bisa menerima kenyataan Richard muncul didalam kehidupan putrinya.
Lalu yang kedua, pria itu menyebutnya sebagai 'istri'nya? Yah, memang benar mereka telah menikah dan mendaftarkan pernikahan mereka ke catatan pemerintahan. Tapi, dia sama sekali tidak menganggap dirinya sebagai istri pria itu, apalagi menganggap pria itu sebagai suaminya.
Malang bagi Richard. Dia akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk meluluhkan istrinya… itupun jika dia sudah menyadari perasaannya yang sesungguhnya terhadap perempuan itu.
Hahaha, jadi pas adegan Anxia yang mencekik dan membuang Richard itu hanyalah angan-angannya saja ya wkwkwk
-
Asyik nih mereka bakalan belanja. Bakalan seru tuh
Happy reading!