Unduh Aplikasi
16.93% Angkasa dan Lily / Chapter 74: 74. Peluk sepuasnya

Bab 74: 74. Peluk sepuasnya

Lily menguap panjang saat jam beker dan hpnya berdering secara bersamaan. Ini masih pukul empat pagi dan siapa yang menelfonnya sepagi ini?

Dengan malas Lily meraih ponsel yang tergeletak tak jauh dari dirinya. Lily menyipit kesilauan saat layar hpnya kini tepat berada di depan wajahnya.

Kekesalan Lily berubah saat melihat nama Angkasa dengan emoticon hati dibelakangnya yang terpampang dengan jelas di layar hpnya. Lily segera mendudukkan dirinya, tak lupa mengatur nada suaranya.

Setelah siap Lily menggeser tombol hijau. Begitu wajah Angkasa muncul di layar hpnya, Lily terkejut bukan main. Rupanya Angkasa melakukan panggilan video, Lily masih terlalu mengantuk untuk menyadarinya.

"Kamu baru bangun tidur Ly?" Lily terdiam dan terbengong cukup lama, namun suara Angkasa menyadarkannya.

Angkasa terkekeh melihat Lily yang membeku bagai menjeda video.

"Enggak tuh." Elak Lily, tapi rambutnya yang berantakan dan piyama yang dikenakannya menunjukan bahwa perkataan Lily adalah sebuah kebohongan.

"Sekarang tebak aku lagi dimana?" Mata Lily menyipit memperhatikan background Angkasa.

"Kamu ngapain diluar pagi-pagi?"

"Ya, cuma keluar aja."

"Eh bentar.." Lily kembali memperhatikan pagar yang ada di belakang Angkasa. Itu seperti pagar rumahnya. Ah gak mungkin.

"Kamu gak lagi didepan rumahku kan?" Tebak Lily.

"Buat apa? Ngerepotin aja." Lily mangut-mangut, tidak mungkin juga Angkasa berdiri diluar ruangan di pagi yang dingin ini. Tapi sekali lagi Lily dibuat bingung saat Angkasa dengan sengaja mengarahkan kamera pada bangunan didalam pagar itu.

"Ih, benerkan diluar rumahku. Ngapain coba?!" Lily hanya mendengar suara kekehan Angkasa di seberang sana.

"Jangan dimatiin, aku keluar sekarang." Angkasa menuruti Lily dan memperhatikan layar hpnya yang menunjukkan bahwa sekarang Lily tengah berjalan dengan cepat menuruni tangga.

Angkasa menoleh sepersekian detik saat pintu rumah dibelakangnya terbuka. Menampilkan Lily yang berantakan, sama sekali tidak merapikan penampilannya. Menurut Angkasa Lily tetap cantik.

Lily merasa tidak perlu merapikan penampilannya karena Lily hanya akan menemui Angkasa. Bukannya Lily tidak peduli dengan penampilannya atau bagaimana. Hanya saja yang akan ditemuinya ini Angkasa. Orang yang nyaman Lily temui dalam keadaan apapun.

Lily tersenyum sembari menyebulkan kepalanya dicelah pagar rumah yang terbuka sedikit lebar. Lily merasa ada yang aneh dengan tatapan dan penampilan Angkasa sekarang. Tidak mungkin juga Angkasa melakukan pemotretan di pagi buta.

"Kamu ngapain disini Sa, kalau mama lihat gimana?" Tidak mendapatkan jawaban, Angkasa justru menatap Lily dengan lekat. Lily takut mamanya akan memergoki Angkasa dipagi buta ini dan mengusirnya. Lily membawa Angkasa sedikit kesamping.

"Kenapa pakai pakaian rapi gini? Kamu mau pergi?" Lily menarik-narik kemeja Angkasa dengan jahil. Akibat ulah Lily kini kemeja Angkasa sedikit berantakan.

"Iya, aku mau pergi." Lily mengernyit, rasanya Lily masih mengantuk karena mendengar hal-hal aneh yang masuk ketelinganya.

Angkasa enggan pergi, rasanya tidak ingin meninggalkan Lily. Tapi Angkasa pergi juga demi bisa bersama Lily. Ini syarat yang papanya sebutkan kemarin.

"Kamu mau pergi?" Tanya Lily sedikit ada nada kesedihan disana. Disaat Angkasa mengangguk ada sorot kesedihan terpancar jelas dari Lily.

"Bukannya olimpiade masih lima harian lagi? Kok pergi sekarang?" Angkasa mendekat, memegang kedua bahu Lily lalu sedikit membungkukkan badannya agar bisa menatap mata Lily yang tertunduk.

"Dengerin aku Ly, aku pergi gak lama kok. Aku janji pasti nanti aku temuin kamu di hari kedua piknik." Lily terdiam.

"Emangnya kamu mau pergi kemana sih?"

Angkasa tersenyum, sepertinya Lily terlihat kesal sekarang. "Papa minta aku ikut pelatihan di perusahaan cabang Dubai selama seminggu."

"Seminggu, terus olimpiade-nya gimana?" Tangan Angkasa terulur untuk merapikan rambut Lily yang acak-acakan. Angkasa juga sebenarnya tidak yakin bisa mengikuti pelatihan ini selesai lebih cepat.

"Nanti aku nyusul kesana sendiri, terus habis olimpiade aku nyusul kamu." Hanya mendengarkannya saja rasanya melelahkan bagi Lily. Lily mendengus sebal. Kemudian menghentikan tangan Angkasa yang bermain-main dirambutnya.

"Kamu pergi aja pelatihan sama olimpiade. I'm ok, kamu gak usah buru-buru nyusulin aku kalau gak bisa hari kedua ya hari kelima atau gak nanti kita piknik sendiri kan bisa. Jangan paksain tubuh sama otak kamu. Aku gak mau kamu sakit."

Angkasa memutar otaknya. Bagaimana mungkin Lily bisa sangat mengerti dirinya? Masih bisa memikirkan Angkasa diatas dirinya sendiri.

"Berangkat ke Dubainya sekarang?"

"Nanti jam setengah enam pagi."

"Ya udah sana ke bandara, nanti telat loh." Lily melihat keraguan dimata Angkasa. Tangan Lily terulur mengelus pipi Angkasa.

"Kenapa masih ada yang mau dibicarain lagi? Mumpung belum pergi nih."

Angkasa mengumpulkan keberaniannya. "Ly, kira-kira kalau aku berhenti jadi model gimana?"

"Kamu mau berhenti jadi model?" Angkasa menganggukkan kepalanya.

"Apa ini alasan kenapa kamu ikut pelatihan di Dubai?" Angkasa terdiam, tapi Lily langsung tahu bahwa itulah jawaban dari Angkasa.

"Papa gak maksa kamu kan?" Kenapa Lily bertanya hal seperti itu? Angkasa jadi tidak tahu harus menjawab bagaimana. Bukan paksaan yang sebenarnya, tapi hanya pertukaran saja.

"Aku bakal dukung apapun keputusan kamu." Ucap Lily segera saat tatapan Angkasa semakin muram.

"Janji sama aku Ly. Kalau nanti aku gak sempet dateng gabung piknik, kita pergi sendiri ya?"

Lily tersenyum, "Janji."

"Sekarang mending kamu pergi Sa."

"Kok ngusir?"

"Enggak ngusir tahu, lihat tuh mataharinya mau muncul. Nanti ketinggalan pesawat loh." Bukannya segera pergi memasuki mobilnya, Angkasa justru membawa Lily masuk kedalam pelukannya.

Pelukan Angkasa yang tiba-tiba membuat Lily terkejut namun rasa terkejutnya langsung berganti dengan sebuah senyuman.

"Nanti pas aku di Dubai aku gak bakal bisa hubungin kamu. Soalnya segala jenis alat komunikasi disana disita."

"Kok gitu?"

"Iya, makanya sekarang aku mau peluk kamu lama-lama biar nanti aku gak kangen." Lily terkikik kemudian mengeratkan pelukannya pada Angkasa.

"Ya udah nih peluk sepuasnya." Angkasa mengecup pucuk kepala Lily berulang kali. Rasanya semakin berat meninggalkan Lily setelah memeluknya seperti itu.

"Besok jangan berani dipeluk orang lain dalam kondisi kayak gini." Bisik Angkasa kemudian perlahan melepaskan pelukannya. Lily yang paham menganggukkan kepalanya, ini sudah menjadi kebiasaannya saat tidur malam tanpa menggunakan penyangga.

"Aku pamit ya." Lily mengangguk sembari melepaskan genggaman tangan Angkasa dengan tidak rela.

Lily melambaikan tangannya ketika Angkasa melangkah menuju mobilnya. Angkasa kembali menoleh kearah Lily yang masih melambaikan tangannya dengan senyuman yang merekah itu.

"Buruan pergi, entar mama keburu bangun." Ucap Lily tanpa suara entah Angkasa memahaminya atau tidak. Tapi melihat Angkasa yang melempar kekehan sepertinya Angkasa mengerti.

Angkasa masuk kedalam mobilnya dan mulai melajukannya pergi dari sana. Angkasa melihat sosok Lily yang kian mengecil didalam spion mobilnya.

Lily berhenti melambaikan tangannya saat mobil Angkasa sudah tidak terlihat lagi. Salam pamit yang tidak terduga.

Lily berlari memasuki rumahnya dengan cepat dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Lily mulai meremas keras piyama tidurnya saat merasakan sesak yang sudah lama tidak datang kini kembali lagi.

Lily membungkuk dilantai saat merasakan sesak itu semakin sakit setiap detiknya, menyiksa paru-parunya. Jalur nafasnya seperti disumpal oleh batu besar, yang bisa Lily lakukan sekarang adalah menahan sakit ini hingga sakitnya perlahan menghilang.

Dengan kesulitan Lily meraih hp yang terjatuh saat Lily mulai kesulitan bernafas tadi. Sebuah notifikasi pesan masuk.

Lily membukanya.

'Padahal udah peluk lama, tapi sekarang udah kangen lagi.'

Dibawahnya ada foto selfie wajah tampan yang sudah Lily rindukan walau baru bertemu tadi. Lily tersenyum disela rasa sakit yang menderanya. Perlahan, sedikit demi sedikit, Lily kehilangan kesadarannya.


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C74
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk