Intan terdiam. Tidak berani menatap Sean yang terlihat menahan emosinya. Beruntung Sean masih mau mengantarkan Intan dengan penampilan kotornya yang memalukan.
"Puas kamu?" Intan menatap Sean penuh tanda tanya.
"Maksudnya?"
"Mempermalukan diri di depan umum. Nuduh Lily kayak gitu."
"Nah, Lily lagi. Bela dia aja terus." Sean menghela nafas kasar.
"Kamu tahu, Lily itu gak seperti yang kamu kira. Pas alergi kamu kambuh waktu itu, aku sebenernya mau pergi. Tapi Lily marah-marah ke aku karena gak pecus jadi pacar kamu. Gak tahu kamu punya alergi dan Lily minta aku nemenin kamu."
"Tapi waktu itu kamu tetep pergi."
"Tapi aku balik lagi! Karena Lily yang minta aku buat jagain kamu! Kamu harus tahu itu." Intan hanya terdiam mendengar penjelasan yang Sean lontarkan. "Lagian aku yang suka sama Lily. Bukan Lily yang goda ataupun maksa aku putus sama kamu, karena Lily punya orang yang dia sayang sampai dia gak mau lihat kearahku yang pernah nyelamatin dia."
"Nyelamatin? Dari apa?" Intan mulai penasaran. Bagaimanapun hubungan Sean dan Lily memang lebih lama dibanding dengan hubungannya dengan Sean.
"Lily pernah hampir diperkosa bahkan mungkin dibunuh. Itu sebabnya dia punya trauma dan kamu memicu traumanya tadi." Intan merasa bersalah pada Lily.
"Aku gak tahu. Maafin aku."
"Kamu tega banget lukain Lily yang mati-matian dukung kamu. Lily udah banyak terluka dan kamu salah satu penyebabnya." Sean benar-benar marah saat ini, tapi masih mengingat bahwa Intan adalah seorang perempuan yang disayanginya.
"Luka?"
"Orang tuanya cerai, karena bapaknya selingkuh dan pernah mencelakai keluarganya termasuk Lily. Itu sebabnya aku lebih memprioritaskan dia diatas segalanya. Dia minta jemput aku oke, dia mau beli sesuatu. Aku beliin. Setidaknya ada satu orang yang gak akan lukain dia, tapi Lily cuma anggap perasaan aku sebagai obsesi." Sean mengusap wajahnya kasar disaat Intan hanya terdiam termenung. Intan tahu dan sadar bahwa Sean benar-benar menyukai Lily begitu besar. Bahkan mungkin saat ini Sean juga sedang sakit sama seperti dirinya karena penolakan Lily.
"Kamu tahu, restoran tadi itu punya temen Lily. Kamu harus berterima kasih sama temennya, karena yang punya restoran itu minta setiap pengunjung yang merekam kejadian tadi buat menghapus video sama fotonya, atau jika ada yang menyebarkan mereka akan dituntut atas nama restoran. Jadi ulah kamu tadi gak bakal berpengaruh buruk ke adik kamu." Jelas Sean panjang lebar. "Pasti kamu gak inget kalau tadi kita lagi sama Sindi." Tambah Sean yang membuat Intan terdiam seribu bahasa.
"Sean aku salah. Aku minta maaf." Lirih Intan.
"Telat, aku juga bilang alasan putus karena aku mau menata hati dulu. Aku cinta sama Lily, tapi aku juga sayang kamu. Katakan aku egois, tapi aku sudah janji bakal kembali lagi ke kamu jika hati aku sudah rapi." Intan meneteskan air mata. Intan sungguh tidak menyerap dengan baik setiap kata yang Sean lontarkan saat direstoran. Pikirannya hanya fokus pada kata putus dan begitu melihat Lily ada disana entah mengapa emosinya meluap.
"Sekarang, aku harap kamu gak akan nyakitin Lily lagi setelah tahu sedikit tentang dirinya." Intan mengangguk pelan.
Rasanya Intan telah melakukan kejahatan besar.
Sean memarkirkan mobilnya tepat didepan rumah Intan. Sean bisa melihat Sindi menunggu kakaknya di teras dengan khawatir. Sean turun dan berputar. Lalu membukakan pintu untuk Intan.
Intan turun perlahan, ia enggan menjauh dari Sean. Intan tidak ingin kebersamaan mereka berakhir disini. Namun, ini semua adalah akibat dari kesalahan yang telah diperbuatnya.
Saat Sean hendak kembali berputar menuju kursi kemudi, Intan menahan tangan Sean.
"Sean, aku akan nunggu kamu kembali ke aku. Selama apapun itu." Sean tersenyum simpul dan mengusap pucuk kepala Intan yang lengket karena terkena tumpahan green tea tanpa rasa jijik.
"Jadi kakak yang baik. Perilaku kamu itu bakal ditiruin sama adek kamu." Intan mengangguk patuh.
Intan menatap kepergian Sean dengan sendu. Ya, pasti ada saatnya mobil itu kembali berjalan kearah rumahnya dan bukan pergi menjauh seperti ini.
*
Intan keluar dari kamar mandi dengan segar. Tubuhnya sudah tidak lengket ataupun berbau green tea lagi.
Tok!tok!
Sindi mengintip dicelah pintu kamar kakaknya itu. Intan tersenyum dan meminta adiknya untuk masuk.
"Kakak kenapa lakuin hal itu ke Lily?" Tanya Sindi to the point pada kakaknya. Intan tersenyum getir mendengar pertanyaan tiba-tiba dari adiknya.
"Kakak cuma emosi sesaat aja." Sindi terdiam sejenak.
"Kakak tahu, aku juga pernah hampir berbuat kayak yang kakak lakuin. Kakak udah tahu Sky Flower?"
"Tahu. Dia sepupunya Sean, model tapi nyamar jadi cupu."
"Aku suka sama dia kak, sama Sky. Dia ganteng, baik, plus plus deh pokoknya." Intan mengernyit, baru kali ini wajah adiknya berseri saat menceritakan seseorang, namun tak lama wajah berseri itu kembali meredup.
"Kakak juga pasti tahu kalau Sky Flower itu deket banget sama Lily."
"Iya, pas kakak diajak kak Sean ke acara keluarganya udah kelihatan sih."
"Nah, aku gak suka sama Lily gara-gara Lily deket sama Sky. Secara aku cantik, kaya dan pemenang kontes nyanyi yang banyak dipuja-puja cowok kalah sama cewek urakan kayak Lily." Intan mengernyit saat adiknya malah terkekeh diakhir kalimatnya. "Tapi kakak tahu, alasan Angkasa ugh Sky Flower maksudnya.. suka sama Lily?"
"Emang karena apa?"
"Tempramen." Intan kembali mengerutkan dahinya.
"Tempramen?"
"Iya, dia suka tempramen buruk Lily, dia juga suka tempramen Lily yang berubah-ubah. Gila kan? Sky Flower bilang, tempramenku masih terlalu kalem dan baik padahal aku jahat banget." Sindi menghela nafas panjang. "Habis itu aku mikir. Ah, mereka berdua ini sama-sama gila. Terus aku lepasin aja si Sky ke Lily, aku kan cantik masa aku harus bertingkah kayak orang gak laku aja." Tambah Sindi yang membuat Intan sedikit tersindir. Intan mengusap kelapa adiknya sayang. Ternyata adiknya lebih dewasa darinya.
"Kalau kakak gimana? Menurut aku kakak yang salah."
"Iya, kakak salah. Kakak harus minta maaf ke Lily." Sindi mengangguk setuju.
"Harus dong."
"Kakak salah karena gak tahu apa yang terjadi sebenarnya dan malah nuduh Lily sembarangan. Kakak rasa kakak gak pantes dimaafin."
"Emang." Intan melotot mendengar satu kata yang dilontarkan kakaknya. Sindi terkikik geli melihat ekspresi kakaknya.
"Lily itu udah kayak adek Sean sendiri lho dek. Nanti kalau kakak gak direstuin gimana?" Intan mulai khawatir, karena kedekatan mereka berdua sudah seperti kakak adik kandung. Walaupun mereka keluar dari rahim yang berbeda.
"Ya gak usah bingung kali kak. Kakak kan udah putus sama Kak Sean." Intan menonyor kepala adiknya.
"Gak putus beneran. Sean bilang cuma butuh waktu untuk balik lagi ke kakak. Dia bilang mau menata hati dulu." Sindi menggeser duduknya dan memberikan pelukan pada kakaknya.
"Kakak mau nungguin sampai Kak Sean siap buat balik lagi ke kakak." Sindi mengangguk-anggukkan kepala.
"Kakak harus tetep semangat. Sindi tahu kakak bisa menghadapinya."
Setiap orang memiliki permasalahannya sendiri-sendiri. Ini hanya tentang menyelesaikannya tanpa melibatkan atau menyalahkan orang lain atas tanggung jawabnya.
Setiap orang juga memiliki saat dimana puncak emosi meledak dan menghancurkan segalanya. Lalu setelah itu, hanya tinggal menunggu waktu tibanya perasaan menyesal datang dan hinggap di dalam hati.
Maka dari itu penyesalan adalah suatu hal yang sia-sia untuk dilakulan. Dan satu-satunya penyelesaian hanya dengan cara menghadapinya, bukan lari atau menghindar.
Hai-hai maafkan aku akhir-akhir ini suka telat up TT
Banyak kejadian tak terduga terjadi
Jangan lupa review, komentar dan power stone yang super banyak, biar aku tambah semangat nulis !!!
Pip pip pip pip
Xie-Xie
Woaini (luv)
Pukul author alay ini ><