"Gara-gara lo, gue diputusin!" Teriak Intan histeris. Lily mengambil banyak tisu untuk mengelap bajunya dibantu Yuli, berusaha memendam amarahnya.
"Lo apain kakak gue?!" Kenapa juga Aster harus melihat kejadian ini? Ini runyam jika sampai lelaki memukul seorang perempuan. Lily maupun Yuli bisa melihat kemarahan yang terpancar dari Aster.
"Aster udah, gak apa-apa kok. Mungkin dia cuma marah sesaat aja." Cegah Lily untuk meminimalisir keributan. Lily semakin bingung saat Sean datang dan berusaha membujuk Intan pergi.
"Intan, ayo bicara ditempat lain." Bujuk Sean yang sama sekali tidak mendapat jawaban dari Intan.
"Oh jadi lo kakaknya dia?! Gue kasih tahu kalau kakak lo ini goda pacar gue! Dia bahkan ngasih gue makanan yang bikin gue alergi." Lily melongo tak percaya. Tuduhan Intan sama sekali tidak berdasar.
"Eh, kakak gue sama Kak Sean itu udah kayak saudara. Lo jangan ngomong ngasal ya?!" Bentak Aster.
"Sean sendiri yang bilang suka sama Lily kok. Lo kalau gak percaya tanya sama kakak lo." Aster menatap tajam Sean yang terlihat kewalahan membujuk Intan, sedikit tak percaya jika Sean menyukai kakaknya.
"Lah itukan masalah Sean. Kenapa lo malah nyalahin kakak gue!" Bentak Aster tak terima kakaknya disalahkan atas perasaan yang Sean miliki pada kakaknya.
"Aku bisa jelasin Ter." Aster mendecakkan lidahnya sebal saat Sean mencoba menjelaskan apa yang terjadi.
"Mending kak Sean bawa pergi nih pacar kakak."
Sindi berlari menghampiri Intan, disaat merasa ada yang salah dengan kakaknya. "Kak udah yuk, dilihatin banyak orang nih." Kakak? Ternyata kakak dan adik sama saja. Lily terkekeh pelan menatap Sindi dan Intan bergantian.
"Ly, maafin kakak gue ya?"
"Harusnya kakak lo yang minta maaf langsung. Bukannya lo. Secara kakak lo yang nuduh kakak gue!" Ujar Aster tak terima.
"Sindi aku udah suruh pulang duluan kan. Lo artis, kalau lo terlibat, bakal jadi masalah gedhe." Menimbang perkataan Sean, Sindi pergi sembari menutup wajahnya sebelum banyak orang mengenalinya. Sindi percayakan kakaknya pada Sean.
"Ayo pergi!" Sean mencengkram tangan Intan untuk segera pergi dari sana. Tapi Intan tetap enggan pergi.
"Kamu mau belain dia?! Dia itu udah goda kamu biar kamu putus sama aku." Dasar gila. Menyesal Lily sempat mendukungnya dengan Sean.
"Kalau iya kenapa?! Aku nyuruh kak Sean biar putus dari cewek tukang fitnah kayak lo." Lily sudah cukup bersabar.
Intan hendak menampar Lily, namun Aster menahan tangan Intan dengan cepat. Intan yang emosipun mendorong Aster dengan kuat hingga terjatuh dan menyenggol sebuah meja penuh dengan makanan.
"Aster!" Pekik Yuli segera membantu Aster untuk berdiri.
"Lo apa-apaan sih Tan. Ayo pergi." Sean kembali menarik Intan pergi, namun Intan menghempaskan tangan Sean dengan kuat.
"Lo apain adek gue?! Ha! Gue diem aja pas lo siram, gue masih diem pas lo fitnah, gue diem pas mau lo tampar, tapi gue gak bisa diem aja lo lukain adek gue!" Ucap Lily sembari mendorong bahu Intan dengan jari telunjuknya berulang kali.
Lily tak menyangka Intan berbuat hal seperti ini. Lily kira Intan adalah sosok perempuan paling lembut yang pernah Lily temui, namun itu semua salah saat tahu Intan ternyata kakak dari Sindi.
Intan terpojok saat punggungnya menyentuh meja.
"Ly, udah." Kali ini Sean membujuk Lily.
"Mending Kak Sean diem! Kalau kakak tegas. Gak bakal kayak gini jadinya." Sean terdiam, karena merasa bersalah.
Intan tak bisa berkutik saat Lily menatapnya tajam.
"Kak Intan belum tahu ya? Kalau aku ini agak gila. Hehehe. Nih buktinya aku bawa obat kesana sini biar bisa kontrol emosi, tapi kayaknya percuma deh gara-gara kak Intan." Semua orang yang mendengarnya tercengang. Terlebih Aster yang sama sekali tidak tahu menahu tentang obat itu.
"Kamu gila, aku juga bisa gila." Lily tertawa keras mendengar Intan.
"Gilamu dan gilaku itu di level berbeda." Raut muka Intan memucat, Intan takut, namun gengsi untuk mengakui karena berada di muka umum.
"Kenapa? Padahal aku belum ngapa-ngapain, kak Intan kok takut?"
"Siapa yang takut?"
"Suara kak Intan gemeter gitu loh. Hihihi." Lily kembali terkikik geli. "Sekarang kak Intan pilih, mau aku dorong di eskalator depan atau disini aja? Dorong balas dorong." Intan semakin ketakutan saat semua kaca dan pintu direstoran ini tertutup tiba-tiba.
"Pilih yang mana?" Intan masih terdiam ketakutan.
"Kalau gitu aku yang pilihin, karena aku masih baik hati aku pilihin pilihan kedua gimana?" Lily meraih gelas kosong yang ada dibelakang Intan, memecah ujungnya hingga menjadi runcing.
Tanpa ragu Lily melayangkannya pada Intan dan membuat Intan spontan mundur dan terjatuh. Seluruh tubuh Intan basah oleh greentea.
Lily tertawa. "Eh jatoh sendiri. Belum kena loh." Lily menaruh gelas runcing itu ke meja lain.
Lily tersenyum miring. Melihat Intan yang terduduk bengong.
"Ly." Panggil Sean.
"Urusin tuh pacar kakak." Ujar Lily pada Sean, kemudian pergi menghampiri Aster dan Yuli. Semua orang kembali ke aktivitas makan mereka saat merasa pertikaian itu telah dimenangkan oleh Lily.
"Gue ke kamar mandi dulu mau bilas muka." Pamit Lily pada Yuli dan Aster.
"Kak." Panggil Aster.
"Kenapa?"
"Sejak kapan kakak minum obat lagi?" Lily menaikkan kedua bahunya.
"Kamu udah tau Yul?" Ujar Aster saat tidak mendapat jawaban dari kakaknya.
"Aku juga baru tahu tadi. Jangan marah ya?" Bujuk Yuli, namun Aster masih tetap merasa kesal.
"Udah sana berantem, aku mau bilas muka sebentar." Pamit Lily.
"Aku ikut." Lily segera mencegah Yuli yang hendak mengikutinya.
"Kamu sama Aster aja. Liatin dia ada luka gak pas jatuh tadi. Gue minta tolong." Yuli mengangguk patuh.
Seluruh kaca dan pintu kembali terbuka saat Sean dan Intan keluar dari restoran.
Lily menghampiri Doni yang sedang berdiri meminta maaf kepada seluruh pengunjung restoran atas ketidaknyamanan yang baru saja mereka saksikan.
"Don, makasih ya." Lily tahu Donilah yang menutup akses penglihatan ke restoran ini, karena restoran ini milik keluarga Doni.
"Iya, lo tenang aja Ly. Gue pastiin gak bakal ada video tentang kejadian tadi."
"Sekali lagi makasih ya."
"Gue suka Lily yang kayak gini." Ujar Doni sembari mengelus puncak kepala Lily yang kotor tanpa rasa jijik, namun Lily tidak membiarkan hal itu terjadi lama. Lily menepis tangan Doni dengan cepat.
"Orang gila kok disukain." Doni terkekeh. "Jangan bilang kalau Aster gak bayar makanannya?" Lily menebak-nebak, biasanya Aster sangat pelit mengeluarkan uang.
"Gak apa-apa lah. Gue kan kenal lo sama Yuli juga. Traktir satu-tiga orang gak akan bikin bangkrut."
"Pantes aja tuh anak kok tumbenan banget mau bayarin, ternyata dia lihat lo ada disini." Lily tertipu oleh trik kotor Aster.
"Sebenernya sih Ly, yang minta gue nutup kaca sama pintu masuk dia." Mata Lily beralih menatap orang yang ditunjuk Doni.
"Angkasa." Lirih Lily. Angkasa berpenampilan rapi dan tampan, seperti belum selesai pemotretan dan hanya menutupi wajahnya dengan topi.
Tanpa sadar air mata Lily terjatuh dengan sendirinya. Kakinya berjalan perlahan menghampiri sosok Angkasa yang berdiri di ambang pintu keluar restoran ini.
Lily tidak bisa mengartikan tatapan Angkasa saat ini. Tatapan Angkasa memiliki banyak arti bagi Lily. Kesedihan, kerinduan dan kemarahan.
Angkasa menarik tangan Lily menjauh dari keramaian. Pergi ke tangga darurat, dimana tempat paling sepi yang bisa dijumpai di sebuah mall besar.
Angkasa melepas topinya dan langsung memeluk tubuh mungil Lily. Sungguh Angkasa sangat khawatir dengan Lily. Kenapa banyak orang tega menyakiti gadis penuh luka ini?
Angkasa sangat marah kepada Intan yang berani melakukan hal sekeji itu pada Lily. Angkasa ingin datang dan memukul Intan, tapi Angkasa tahu Lily kuat dan bisa mengatasinya sendiri.
"Bagus Ly." Puji Angkasa, namun isakan tangis Lily malah semakin keras. Angkasa melepaskan pelukannya dan menyeka air mata Lily.
"Jangan nangis lagi." Isakan Lily mulai mereda.
"Kamu denger semuanya dari awal?" Angkasa mengangguk. "Bahkan tentang obat?" Angkasa tersenyum lembut.
"Iya, aku denger. Aku juga tahu, kalau traumamu kambuh kalau deket sama aku."
"Maafin aku gak cerita sama kamu." Lily menangis lagi, kali ini Lily menyembunyikan tangisannya di dada Angkasa.
"Sekarang gak apa-apa deket-deket sama aku?" Lily mengangguk. "Kayaknya gak apa-apa." Jawab Lily disela sesegukannya.
"Ayo kita berusaha lagi dari awal." Ujar Angkasa sembari membasahi tisu untuk mengusap wajah dan rambut Lily yang masih tersisa sedikit jus, karena di siram Intan tadi.
"Sssst, jangan nangis lagi." Dengan telaten Angkasa mengusap wajah Lily.
"Kamu gak malu deket sama cewek gila kayak aku?" Tanya Lily yang membuat Angkasa menghadiahi Lily kecupan di dahinya. Kecupan itu berhasil membuat Lily menjadi lebih tenang.
"Aku juga gila kok.." Lily mengernyit. "Gila karena cinta sama kamu."
Jangan lupa komen dan power stone!!