Lily memandang rumah megah yang ada di depannya. Seketika pertanyaan 'apakah Lily melakukan tindakan yang benar' menenuhi kepalanya. Rasanya Lily ingin mencegat angkutan apapun yang ada di depan komplek ini untuk membawanya pergi.
Lily tersentak ketika tangan Angkasa menggenggam erat tangannya. Lily tersenyum getir. Kemana keberanian yang selama ini Lily miliki pergi?
Lily menghirup nafas dalam-dalam dan menyiapkan hatinya. Lily membalas tatapan mata Angkasa, meyakinkan dirinya bahwa ini sebuah pertemuan biasa.
Angkasa dan Lily berjalan beriringan, membuka pintu besar itu dan seketika semua orang yang ada disana memperhatikan kedatangan mereka.
"Rei!" Teriak seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahun berlari mengahampiri Angkasa dengan girang, memecah keheningan di ruangan itu. Angkasa dengan sigap menggendong anak itu.
"Ica udah makan?" Anak yang dipanggil Ica itu menggeleng.
"Belum, disuruh nunggu Rei."
Angkasa menatap seluruh penghuni ruangan itu, tega sekali mereka membuat anak semanis ini kelaparan hanya untuk menunggunya datang, lalu bagaimana jika dirinya memilih tidak datang?
Lily bisa merasakan tatapan mata orang yang bertanya-tanya siapakah dirinya yang masuk bersama Angkasa.
"Kamu siapa?" Tanya seorang wanita yang sudah sepenuhnya memiliki rambut beruban namun tetap cantik dan anggun itu kepada Lily.
"Saya Lily, temennya Angkasa."
"Oh temennya Rei, cantik banget." Ujar nenek itu mengelus pipi Lily. Semua yang ada dalam ruangan itu heboh ingin berkenalan dengan sosok Lily.
Bahkan mama Angkasa terlihat begitu sangat bersemangat menyambutnya.
"Kamu sekelas sama Angkasa?"
"Rumahnya daerah mana?"
"Dia tetangga aku." Yang mengatakan ini adalah Nyonya Ida beserta suaminya. Siapa lagi yang sudah mengenal Lily di keluarga ini selain mereka.
"Kalian kalau tanya satu-satu, Lily bingung nih." Ujar Angkasa menghentikan beribu-ribu pertanyaan yang dilontarkan untuk Lily.
"Oow, mulai posesif nih." Goda wanita yang bernama Clara, ibunda dari Ica. Semua orang ikut mengejek Angkasa.
"Ini loh yang aku ceritain kemaren ma." Ujar Bella kepada mamanya. Nenek itu menggiring Lily masuk dan duduk dimeja makan diikuti Angkasa yang menggendong Ica.
Di meja makan yang super besar itu rupanya sudah ada Kak Sean dan seorang perempuan yang baru kali ini Lily lihat.
"Kamu gak diapa-apain sama anak Nenek kan?" Lily berfikir sejenak, siapakah kira-kira anak dari nenek, apakah itu papa Angkasa? Benar juga Lily belum melihatnya sedari tadi.
"Maksud nenek sama papanya Angkasa." Lanjut sang nenek yang rupanya paham dengan kebingungan Lily.
"Enggak kok nek." Mana mungkin Lily bilang yang sejujurnya pada seorang nenek yang kesehatannya mungkin harus selalu dijaga ini? Bagaimana kalau nenek memiliki jantung? Lily harus memperhatikan tutur katanya.
"Ini bagus ada Intan sama Lily disini, biar obrolan sesama wanita berjalan dan gak cuma obrolan pria saja yang terdengar." Ujar Clara yang datang sembari menyajikan makanan. Sekarang Lily tahu, orang yang bersama Kak Sean bernama Intan.
Lilypun berinisiatif membantu Clara membawa makanan dari dapur. Lily melirik Angkasa yang mengikutinya, rupanya anak manis bernama Ica itu sudah dalam gendongan ibunya. Disana terdapat mama Angkasa dan Nyonya Ida sedang memasak hidangan lain.
Para pria? Mereka asik menonton pertandingan sepak bola di televisi, tentu tanpa papa Angkasa disana, tak lama Kak Sean datang bergabung ke ruang tengah yang terlihat dari dapur.
"Kamu gak mau kumpul situ?" Lily menyikut Angkasa dan menunjuk ruang tengah yang terlihat dari dapur dengan dagunya.
"Gak mau, mau disini aja sama si cantik." Lily memukul punggung tangan Angkasa yang sedari tadi tak henti-hentinya mengambil buah yang sudah dipotong dengan cantik itu. Bisa-bisa tidak ada hidangan pencuci mulut jika Angkasa habiskan buah ini.
"Sana!" Usir Lily dan Angkasapun menurutinya untuk bergabung bersama pria lain menonton pertandingan bola di ruang tengah. Lily yang malu mendengar cekikikan geli dari Nyonya Bella dan Nyonya Idapun segera pergi ke arah meja makan.
"Hai, sini aku bantu tata." Intan mengambil separuh pekerjaan Lily. Intan menata makanan dimeja makan sembari Lily tetap memegangi nampan berisi banyak hidangan.
"Kamu bener cuma temen Angkasa?"
"Bener kok, cuma temen aja."
"Temen kok diajak ke acara keluarga."
"Papa Angkasa yang undang aku langsung."
"Oh ya?" Lily mengangguk, membenarkan perkataannya.
"Kakak ini siapanya Kak Sean?"
"Pacar. Udah tau namaku kan?" Pacar? Sejak kapan Kak Sean sudah punya gandengan? Lily curiga.
"Kenapa?"
"Ah enggak, cuma mau ngasih tau di sekolah aku banyak yang jadi fansnya Kak Sean, soalnya beberapa kali Kak Sean jemput aku, jadi mereka tahu."
"Oooh, itu mah udah biasa, di kampus juga banyak kok fans-nya." Lily terkikik geli.
"Terus kok bisa kecantolnya sama Kak Intan?"
"Kamu gak lihat kecantikan paripurna aku?" Lily menatap Intan lekat-lekat. Benar juga, kenapa Lily tidak menyadarinya? Intan sangatlah cantik.
"Gak usah kaget gitu, aku yakin kok fansnya Sky lebih banyak."
"Sky?"
"Sky Flower kan yang sama kamu tadi? Baru kali ini aku ketemu sama model papan atas."
"Emang biasanya ketemu sama apa kak?"
"Sama buku. Aku calon dokter loh." Lily membulatkan mulutnya.
"Dokter apa?"
"Dokter kecantikan, jadi aku tahu kalau kamu ini cantiknya asli." Lily tersenyum, bisa saja Kak Intan memujinya seperti itu padahal Kak Intan lebih cantik darinya.
"Emang siapa yang palsu kak?" Kak Intan membuka hpnya menscroll galeri fotonya.
"Kita lihaaat." Pergerakan tangan Kak Intan terhenti dan menunjukkan sebuah foto yang terlihat tidak asing bagi Lily.
"Sindi?"
"Kamu tahu dia?"
"Tahu, udah pernah ketemu malah. Angkasa juga pernah diajak duet nyanyi bareng pas ada acara sekolah."
"Aku nih dari foto aja udah bisa lihat langsung bagian mana aja dari muka dia yang palsu. Apalagi ketemu langsung pasti ngeri. Setahu aku di sering dijadiin bahan presentasi sama dosen aku."
"Oh ya? Aku malah gak tahu kak."
"Coba deh lihat foto dia sebelum terkenal. Beda jauh." Tambah Intan menyakinkan.
"Gimana Ly? Pacar aku hebat kan? Dia mahasiswi teladan loh." Intan dan Lily menoleh bersamaan dikala Sean datang menyela pembicaraan mereka.
"Temen dia ini nih, yang suka nempel ke aku." Ujar Kak Sean menunjuk Lily, Lily yang ditunjukpun hanya bisa meringis, memang benar adanya Yuli selalu nempel ke Kak Sean.
"Eh siapa?" Tanya kak Intan penasaran.
"Tenang aja, dia sekarang nempelnya udah gak ke Kak Sean kok, aku jamin." Bisa gawat jika terjadi pertempuran antara wanita.
"Siapa Ly? Kasih tau aku." Kali ini gantian Kak Sean yang penasaran.
"Kan Kak Sean udah tahu siapa yang nempel ke kakak."
"Maksudnya siapa korban pengganti aku itu."
"Kok kak Sean ngomongnya jahat banget? Korban? Wah, gak bisa dipercaya. Dia kan gak se ekstrim stalker aku yang dulu." Lily melipat kedua tangannya kedepan. Yuli masih tahu batas untuk tidak melanggar privasi seseorang.
"Sudah, ayo makan." Putus Nyonya Bella cepat, menghentikan pertikaian antara Lily dan keponakannya itu.
Acara makan malampun dimulai, tapi sosok yang Lily tunggu tidak juga menampakan batang hidungnya.
Karena sejujurnya niat Lily kemari selain membujuk Angkasa untuk pulang, juga untuk mengetahui apa yang ingin dikatakan papa Angkasa padanya.