Tubuh Arini sudah kembali normal lagi. Dia tidak mau hanya duduk manis saja di rumah Yanuar itu. Sudah beruntung dia dibolehkan tinggal di rumah Yanuar yang mewah itu dengan gratis. Jadi itung-itung bisa menghemat pengeluarannya. Sebagai ganti ruginya Arini akan membersihkan rumah Yanuar. Walaupun Arini tahu kalau rumah Yanuar begitu luas yang terdiri dari tiga lantai itu.
"Halo kak."Arini menerima telepon dari Dilan. Tangan Arini yang satunya masih menggenggam sapu.
"Gimana keadaanmu?"tanya Dilan. Kebetulan ini waktu jam istirahat jadi Dilan menyempatkan untuk menelepon Arini.
"Aku baik-baik saja kok kak."jawab Arini dengan senangnya bisa teleponan dengan Dilan.
"Apa mereka baik pada kamu?"Dilan menanyakan tentang perlakuan dari keluarga Yanuar kepada Arini.
"Tentu saja. Aku sangat betah tinggal disini."Arini nampak gembira sekali.
"Baguslah. Kamu sedang apa ini?"Dilan merasa lega.
"Aku sedang bersih-bersih rumah kak."jawab Arini
"Kenapa kamu bersih-bersih. Bukannya kau tengah hamil dan nggak boleh kecapekan."Dilan cemas akan kondisi Arini yang bisa saja kecapekan karena haru bersih-bersih rumah.
"Y kadang aku capek. Tapi masak iya aku disini duduk manis saja. Kan malu. Lagian aku juga butuh olahraga. Jadi sekalian aku olahraga ya bersih bersih rumah.wkwkwk."Arini berusaha menjelaskan agar Dilan tidak salah paham.
"Ya terserah kamu sih. Tapi ingat jaga kandunganmu itu."pesan Dilan. Arini menganggukinya.
"Ya kak. Kakak sedang kerja kan ini. apa nggak ganggu."tanya Arini.
"Nggak lah. Kan ini jam istirahat sayang."jawab Dilan dengan cepat. Kemudian Arini menoleh kearah jam dinding ternyata pukul 11 siang.
"Eh bentar-bentar ada tamu. Nanti kita lanjut lagi ya."Dilan tergesa-gesa menutup teleponnya.
"Uhh tadi katanya nggak ganggu tapi. Wkwkwkw."Arini menutup teleponnya sambil nyengir.
Arini melanjutkan aktivitas bersih-bersihnya. Entah kenapa baru sebentar saja tapi kini badannya tiba-tiba capek semua. Kakinya serasa tidak kuat berdiri dan ingin duduk bersandaran di kursi. Padahal dulu ketika masih bekerja di rumah Panji, tubuhnya gesit dan tidak mudah capek. Tapi sekarang malah kebalikannya.
"Huuhhh."Arini melepaskan nafasnya ketika tubuhnya sudah duduk di sofa. Dia menarik nafas yang panjang dan melepaskannya. Matanya juga nampak terpejam.
Arini seperti merasakan kenikmatan yang tiada tara saat duduk. Setelah sebelumnya dia baru saja selesai menyapu. Yang awalnya pegal kini tiba-tiba rasa pegal itu luntur begitu saja. Punggungnya yang tadi sempat merasa berat kini sudah kembali ringan.
Saking nyamannya bersandaran di kursi, matanya mulai terpejam dan tenggelam dalam tidur yang begitu nyenyak sekali. Padahal posisi tubuhnya tidak terlihat nyaman baginya tapi dia tidak peduli. Akhirnya Arini tidur di sofa ruang tengah sendirian.
Kebetulan Bu Siti mamahnya Yanuar sedang di dalam kamar. Dan Yanuar ada kerja di kantor.
"Arin kok nggak kelihatan sampai sekarang."Bu Siti berjalan menuruni tangga dan melihat di lantai satu nampak sepi. Tidak terlihat ada aktivitas Arini di bawah.
"Arin."panggil Bu Siti mencari Arini.
Bu Siti tidak tahu kalau Arini ketiduran di ruang tengah. Sudah dicari mondar mandir sampai ke dalam kamar Arini dan taman belakang rumah tapi Arini juga belum ditemukannya. Hingga akhirnya Bu Siti merasa capek sendiri. Menurutnya Arini tidak akan sampai kepikiran untuk keluar dari rumah. Karena kemarin sejak awal tinggal di rumahnya, Arini sudah diberitahunya untuk tidak keluar dari rumah untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Dan Arini setuju dengan perintahnya itu.
"Capek juga."Bu Siti berjalan menuju ruang tengah untuk istiraharat setelah mencari Arini yang tidak kunjung ketemu juga.
"Arini."Bu Siti terkejut sekali ketika tahu orang yang telah dicari-carinya sejak tadi malah sedang tidur di sofa ruang tengah.
Bu Siti sampai menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Arini yang tengah ketiduran dengan posisi yang aneh di sofa Kakinya masih ditekuk dan kepalanya bersandar di kursi dengan posisi miring. Bahkan tangannya masih memegang pucukan sapu. Bu Siti melihatnya malah jadi tertawa.
"Anak ini memang lucu. Tapi sayang sekarang dia tengah hamil. Padahal dia masih muda, polos lagi."Bu Siti membatin dalam hati merasa kasihan kepada Arini. Kalau menjadi posisi Arini sekarang pastilah sulit. Hamil tanpa meminta pertanggung jawaban dari laki-laki yang telah menghamilinya. Karena dia sadar kalau kehidupannya yang tidak sederajat dengan laki-laki yang teleh menghamilinya membuatnya hanya bisa diam saja dan menanggung semuanya sendiri.
Bu Siti pernah mengandung Yanuar. Jadi dia sudah memiliki pengalaman menjadi ibu hamil. Rata-rata ibu hamil pasti suka dengan buah-buahan rasa asam seperti mangga. Tidak butuh waktu lama, Bu Siti melangkah ke dapur hendak mencari buah-buahan di dalam kulkas.
"Wah ternyata stok mangganya masih ada."Bu Siti senang ternyata di kulkasnya masih ada buah mangga.
Di tempat lain yang jaraknya kira-kira 4 meteran dari dapur, Arini yang sedang tidur bisa mencium bau buah mangga yang begitu tajam di hidungnya. Hidung Arini mulai mengendus-endus merasakan keharuman buah manggat tersebut. Matanya dengan pelan mulai terbuka. Dia tidak tau kalau bau harum mangga itu berasal dari dapur.
"Kayaknya ini bau buah mangga."Arini menikmati bau harum di hidungnya.
"Lho aku malah ketiduran disini."baru sadar kalau ketiduran di sofa.
Arini heran kenapa indra penciumannya sekarang lebih tajam. Biasanya kalau ada bau seperti ini dia akan bersikap biasa-biasa saja. Tapi sekarang tidak, dia malah terlihat antusias sekali untuk mengetahui dan melihat bau apa itu.
"Baunya enak banget.:Arini bangkit dari sofa. Matanya terasa bentir sekali dan langsung berjalan menelusiri sambil menciumi bau buah mangga itu.
Arini terkejut ketika langkah kakinya malah menuju ke dapur. Tapi mau gimana lagi hidungnya terus menciumi bau harum itu malah mengarah ke dapur. Arini tetap melangkah mengikuti bau harum yang terus dicium hidungnya itu.
"Tante."Arini melihat Bu Siti sedang memotong sesuatu di atas meja,
"Lho kamu kok kesini. Bukannya tadi kamu tidur."Arini terkejut ketika Bu Siti sudah tahu kalau tadi dia ketiduran di sofa ruang tamu. Begitupula Bu Siti juga terkejut sekali tiba-tiba melihat Arini sudah berdiri di dapur.
"Kok tante tahu."tanya Arini mendekati bu Siti. Bagaimana bisa tahu Bu Siti tau kalau dirinya tadi ketiduran di sofa.
"Tahu lah. Lha kamu kok kesini kenapa?"giliran Bu Siti menggoda Arini. Dia sudah menebak kalau Arini pasti tidak tahan dengan bau mangga yang harum itu.
"Itu tante. Saya mencium bau mangga. Kayaknya enak banget gitu. Oh jadi tante mau makan mangga ya."Arini melihat buah mangga yang begitu menggiyurkan lidahnya. Sampai-sampai air liurnya hendak menetes karena tidak tahan ingin segera memakannya.
"Tuh kan. Tante tahu lah. Dulu tante sering ngidam makan buah mangga setengah matang kayak begini. Ternyata kamu juga sama ya."ledek Bu siti sambil tertawa kearah Arini.
"Ngidam tente?"Arini asing dengan kata-kata itu.
"Ngidam itu biasanya terjadi pada ibu-ibu hamil. Ingin makan sesuatu gitu. Kalau nggak keturutan pasti pengennya marah. Intinya itu pokonknya harus keturutan kalau meminta sesuatu."Bu Siti menjelaskannya sambil berjalan menuju ruang tengah. Arini mengikuti langkah kaki Bu Siti dari belakang.
Setibanya di ruang tengah, Arini dan Bu Siti duduk berhadapan. Arini terus memandangi buah mangga yang telah diletakan Bu Siti di atas meja. Tangan Arini mulai tidak sabar untuk mengambil dan memasukkan irisan buah mangga itu ke dalam mulutnya.
Bu Siti melihat ekspresi Arini yang begitu sudah tidak sabar membuatnya tidak tega untuk membiarkannya.
"Makanlah. Memang sengaja saya siapkan ini untuk kamu."Arini terkejut tapi juga merasa senang. Lidahnya yang sudah mengeluarkan air liur begitu banyak membuatnya tidak peduli lagi kalau dicap Bu Siti sebagai anak rakus. Salah siapa Bu Siti sudah memancingnya.
"Boleh tante?"Arini memastikan kembali. Bu Siti segera menganggukinya dengan cepat.
Arini langsung mengambil piring yang diatasnya terdapat beberapa potongan buah mangga dan langung memakannya. Tangannya terus memasukkan buah mangga itu kedalam mulutnya hingga pipinya terlihat membulat karena kelebihan makanan. Bu siti melihatnya langsung teringat dengan masa-masa dimana dia sedang hamil dulu. Pasti tidak jauh beda dengan Arini saat ini. Melihat Arini yang begitu menggelikan ketika makan buah mangga kini Bu Siti malah menertawai dirinya dulu. Betapa lucu dan rakusnya dia ketika makan dulu.
"Eits itu apaan. Makan kok nggak ada sopan santunnya."Yanuar baru datang malah harus dihadapkan dengan pemandangan yang begitu menggelikan. Arini makan dengan begitu rakusnya sampai-sampai mulut terlihat bulat membesar.
"Udah biarin."Bu Siti menyuruh Yanuar membiarkan Arini. Arini yang terus menikmati buah mangga tidak menggubris keberadaan Yanuar saat itu.
"Sini bagi-bagi dong."Yanuar menggoda Arini yang masih keasyikan makan buah mangga itu.
"Kak."Arini terlihat kesal saat buah mangganya diambil Yanuar.
"Eh maaf."Arini baru sadar kalau ada Yanuar.
Arini tidak mau terlihat kesal pada Yanuar. Biargimanapun juga dia harus menghormati Yanuar. Dengan terpaksa dia tidak melanjutkan makan buah mangganya lagi karena Yanaur telah mengambil buah mangganya. Arini tidak tahu kalau mulutnya masih terisi buah mangga penuh sekali. Hingga pipinya membulat besar. Kalau dia tahu pasti malu.
"Tuh makan dulu yang di dalam mulut aja belum masuk ke perut."Yanuar meledek Arini.
"Ops."Arini menutup mulutnya. Dia merasa malu setelah Yanuar memberitahunya kalau dia terlihat rakus sekali hingga makan tidak tahu takaran makan.
Yanuar dan mamahnya langsung tertawa terbahak-bahak melihat kelucuan Arini itu. Memang Arini itu masih polos sekali. Arini hanya bisa menutup mulutnya sekaligus menahan rasa malunya karena Yanuar dan mamahnya terlihat menertawainya. Dia sadar kalau dia begitu memalukan karena makan kayak anak kecil saja.