Unduh Aplikasi
7.4% Indigo / Chapter 2: Chapter 1

Bab 2: Chapter 1

Terlihat sebuah rumah yang sepi, dengan pekarangan yang dihiasi dedaunan merambat di sepanjang pagar. Seperti tak terurus, bahkan cat rumah berlantai dua itu terlihat sudah hampir usang. Di halaman depannya terdapat sebuah taman dan kolam ikan sederhana.

Di samping rumah juga terdapat pohon mangga yang besar, sebagian dedaunan itu sudah mengenai atap rumah. Namun siapa sangka, rumah yang terlihat tak terurus itu ternyata diisi oleh sepasang suami istri yang baru seminggu ini pindah. Kepindahan mereka dari kota Bandung ke Jakarta karena urusan bisnis dan meninggalkan kedua anaknya yang masih mengenyam bangku pendidikan di sana. Suami istri itu tengah membereskan barang-barang yang mereka bawa.

“Apa anak-anak akan baik-baik saja?” tanya sang istri.

“Mereka pasti baik-baik saja, lagi pula dua hari lagi mereka akan menyusul bukan?” Sang suami menoleh ke arah istrinya yang tengah membuka koper.

“Iya, tapi apa mereka akan betah tinggal di rumah usang seperti ini?”

Sang suami hanya bisa menghela napas, ia menorehkan senyuman di wajahnya. “Nanti kita akan segera perbaiki.”

Wanita berambut pendek sebahu itu hanya bisa menganggukan kepalanya. Waktu menunjukkan pukul satu siang, cuaca yang begitu terik membuat setiap orang enggan untuk keluar. Sepasang suami istri itu kini tengah mengistirahatkan diri. Duduk di sofa dengan wajah yang terlihat kelelahan.

Untuk sejenak suasana begitu sepi, hening. Hingga sampai pada akhirnya, terdengar suara gebrakan pintu di lantai dua. Sontak saja, hal itu membuat keduanya terkejut.

“Apa itu?” tanya Mira, sang istri yang terlihat takut.

“Tunggu sebentar,” ujar Ridwan.

Pria berbadan tinggi itu bergegas menuju lantai dua, ia mengecek darimana asal suara itu. Namun, apa yang ia temukan hanyalah seekor kucing hitam tengah menatap dirinya tajam.

“Hanya seekor kucing,” gumamnya.

Sebelum ia berbalik untuk kembali menemui istrinya, ia mendengar keran air kamar mandi yang menyala. Pria itu pun langsung masuk ke dalam untuk memastikan kalau pendengarannya baik-baik saja. Sayangnya, apa yang ia dengar itu benar-benar terjadi. Air mengalir cukup deras hingga membuatnya terlihat kebingungan.

“Apa yang terjadi?” Ia mematikan keran air yang menyala.

Seketika itu pula terdengar suara teriakan dari lantai bawah. Ridwan segera berlari untuk menghampiri istrinya. Pria itu terkejut melihat keadaan Mira yang tengah terduduk di lantai.

“Ada apa, Mah?” tanyanya yang terlihat sedikit panik.

“T-tadi ada ular, Pah,” ujarnya dengan gelagapan.

“Ular?” Ridwan menelisik seluruh ruangan dengan tatapannya. Namun, ia tak menemukan apa pun di sana.

Mira memeluk suaminya dengan cukup erat. “Mamah takut, Pah.”

Melihat istrinya yang begitu ketakutan, ia pun merangkul pujaan hatinya itu dan membawanya ke kamar. Baru dua hari mereka tinggal di sana, gangguan demi gangguan terus saja berdatangan. Dari suara derap langkah kaki, barang berjatuhan, suara tangis bayi, bahkan suara wanita tertawa.

Malam ini kedua insan itu tengah duduk di kamar. Sang istri sibuk menghubungi kedua putrinya, sedangkan suaminya berkutat dengan laptop di pangkuannya.

“Bagaimana kabar mamah dan papah?” tanya seseorang di seberang sana.

“Kami berdua baik-baik saja, apa kalian sudah membereskan semua barang-barang kalian?” tanya balik Mira.

“Sudah, kami akan berangkat besok.” Mira menatap Ridwan yang duduk di sampingnya, ia ragu untuk mengatakan pada kedua putrinya, jika rumah mereka ternyata dihuni makhluk halus.

“Kalau begitu, sampai jumpa besok. Mamah sayang kalian,” ujarnya di akhir telepon.

Mira menatap layar ponselnya dengan cukup lama. Ridwan yang melihat kerisauan di wajah sang istri, langsung merangkulnya dengan tatapan penuh kasih sayang.

“Papah akan segera mencari kontrakan besok, untuk tempat tinggal sementara kita. Jadi Mamah tidak perlu khawatir lagi,” ujarnya dengan senyum manisnya.

Mendengar hal itu, Mira sedikit merasa tenang. Namun, ketenangan itu belumlah berakhir. Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara langkah kaki di luar kamar.

Drap

Drap

Drap

Suara hentakan kaki yang begitu jelas terdengar. Membuat bulu kuduk siapa saja yang mendengarnya langsung berdiri. Pria yang bertubuh agak berisi itu beranjak dari kasur, ia berniat untuk melihat apa yang ada di luar. Sayang, tidak ada apa pun di sana.

“Siapa?”

“Tidak ada siapa-siapa,” ujar Ridwan sembari membalikkan badannya. Ia kembali menghampiri sang istri yang masih setia duduk di kasur.

Pria yang usianya sudah setengah abad itu, kembali bergelut dengan laptopnya. Tak lupa ia juga mengenakan kacamata bacanya.

"Pah, mamah sudah tidak tahan dengan semua ini, mamah ingin segera pergi dari rumah ini," kata Mira, wajahnya terlihat sangat gusar.

"Iya Mah, papah sedang mencari kontrakan yang murah di sekitar tempat kerja," ucap pria dengan kacamata yang ia turunkan sedikit dan jari tangannya yang mengotak-atik keyboard laptop.

"Pah, ini bau apa, yah?" tanya istrinya yang mengendus-endus aroma yang ia cium.

"I-ini, bau melati!" Pria itu membelalakkan matanya dan menatap istrinya.

"Pah, mamah takut."

Sang istri semakin rapat duduknya dan memegang erat tangan suaminya. Tiba-tiba, terdengar suara dari kamar mandi, air yang mengalir sendiri membuat keduanya semakin terkejut. Posisi mereka yang sedang duduk di kasur kamar itu, kembali dikagetkan dengan hembusan angin yang kencang dan membuat sebagian gorden terbuka. Terlihat sekilas di sana sesosok makhluk dengan memakai kain putih yang kotor, serta mata yang menatap tajam dengan rambut panjang yang acak-acakan.

"Aaaaaaaa!" Sang istri berteriak dan langsung memeluk suaminya saat melihat makhluk itu menampakkan dirinya.

"Tenang Mah, ki-kita keluar dari sini sekarang," ajak sang suami yang beranjak secara perlahan dari kasur.

Sayang, sebelum mereka benar-benar turun dari kasur, mereka kembali dikagetkan dengan suara cekikikan yang cukup keras. Dengan gerakan refleks, mereka langsung berlari menuju pintu keluar. Namun, sebelum mereka benar-benar menuju pintu keluar, sesosok makhluk tiba-tiba melintas di hadapan mereka dengan cepat.

Barang-barang yang tersimpan dengan rapi itu berjatuhan satu persatu, membuat mereka kembali ketakutan. Suara cekikikan yang semakin jelas terdengar itu, membuat keduanya menutup telinga dan berteriak dengan keras.

..........

Di Bandung, terlihat dua orang gadis tengah menyiapkan baju-baju mereka yang sedang dimasukkan ke dalam koper.

"Kak, kenapa bawa banyak sekali baju? 'Kan kita hanya dua hari di sana," celoteh seorang gadis yang masih berumur tiga belas tahun.

"Sebentar lagi juga kita akan pindah ke sana," sahut gadis lainnya yang berumur dua puluh tahun itu.

"Cuma gara-gara Kakak mau kuliah di Jakarta, aku juga harus meninggalkan teman-temanku di sini." Dengan wajah yang sedih, gadis yang bernama Reva itu hanya cemberut.

"Kalau begitu, kamu tinggal di sini saja bersama nenek." Gadis dengan paras cantik dan rambut panjang lurus itu hanya bisa meledek adiknya.

"Kak Meghan! jangan seperti itu padaku, aku tidak mau tinggal dengan nenek," ucapnya tambah cemberut.

"Kalau tidak mau, yah jangan protes."

Mereka kembali melanjutkan mengemas barang-barang yang akan mereka bawa, tanpa mengetahui keadaan yang menimpa kedua orang tuanya di Jakarta.

.........

To be continued …


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C2
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk