Selamat membaca💙
🌼👑🌼
"Kau yakin akan berangkat sekarang?"
"Ya, El. Lebih cepat lebih baik. Aku juga tak tega melihat Bunda yang hanya bisa berbaring saja." Aalona mengalihkan tatapannya pada Mely. "Bibi, aku percayakan Bunda pada Bibi Mely. Aku juga sudah meminta tolong pada Berly untuk mengawasi."
"Tenang saja Lona, kau tau sendiri bagaimana sifat rakyatmu. Mereka takkan tega melukai sesamanya apalagi keluarga raja."
"Ah iya, El! Aku hampir lupa itu. Maaf, karna kecemasanku malah merambat ke mana-mana. Maaf."
"Tak apa...."
"Baiklah. Aku berangkat sekarang." pamitnya sambil menatap Mely dan Elina bergantian.
"Hati-hati Lona!"
"Hati-hati Putri Aalona."
Tak sedikit pegawai istana yang nampak khawatir dan merasa sedih melihat kepergian Putri penerus kerajaan. Rasa takut setelah kematian Raja Avi masih menghantui pikiran mereka. Maka dari itu, melihat Aalona pergi detik ini sudah membuat mereka tak mampu menahan rasa takutnya. Tapi memang inilah yang harus terjadi. Mau tak mau mereka mesti menerimanya.
"Hati-hati."
Ia menoleh ke belakang lalu mengangguk. "Pasti Paman Guarly!"
"Aku tau, kau itu gadis yang pemberani dan tangguh. Kau mirip Raja Avi, Putri Aalona. Ingatlah, kami di sini mendoakanmu dan menanti kedatanganmu kembali, dalam keadaan sehat tentunya." teriaknya lebih keras.
"Terimakasih Paman." hanya itu yang mampu ia lontarkan secara tulus sambil tersenyum, lalu mempercepat laju gerakan kaki mulusnya.
Pandangan tak pernah lepas dari madara, yang tak lain adalah rumah teratai berukuran sedang milik rakyatnya. Sembari menorehkan senyum pada para mailnera yang tak sengaja ia jumpai. Banyak tatapan gagum dan cemas yang mereka suguhkan saat memandangi Aalona. "Aku percaya kau pasti kembali, Putri Aalona!" suara lantang dari salah satu mailnera yang berpapasan dengannya penuh keyakinan.
"Tetaplah percaya! Dan jangan lupa untuk mengirimiku doa setiap mengingatku ya!" balas Aalona tak kalah keras dan tak ketinggalan, senyumnya.
Mailnera laki-laki yang umurnya tujuh tahun lebih muda dari Aalona itu mengangguk cepat dan tertawa kecil. "Selalu!" dilihatnya Aalona semakin berlari. "Hati-hati!" yang dibalas Aalona dengan lambaian tangan, lantaran jarak mereka yang sudah terlalu jauh.
"Sepertinya aku harus lebih cepat lagi..." di dongakan kepalanya untuk melihat langit. "...kalau tak mau kena air hujan." gumamnya. Ada beberapa hal yang ia takutkan. Gadis berambut ikal sepinggang itu tak hanya takut tergoda untuk bermain di kolam. Melainkan ia juga takut kalau saat dirinya sampai di dekat air terjun, batu-batu di sana meluncur seenaknya tanpa bisa dicegah.
Anehnya, sepanjang perjalanan ia tak melihat rakyatnya lagi. "Ah payah! Pasti banyak mailnera yang sudah diamankan. Apalagi aku hampir mendekati wilayah yang beberapa hari lalu kena bebatuan." ia jadi mengingat sosok Deryl dan Paman Guarly. "Mereka sangat bisa diandalkan. Tak salah Ayah memilih Paman Guarly. Ah Ayah... Aku jadi merindukanmu."
Rasanya baru saja ia berhenti berucap, awan semakin cepat menutup matahari. Pekatnya warna biru tua di atas sana membuat Aalona merasa bahwa hujan benar-benar akan turun. "Aku harus bisa merubah diriku menjadi manusia sebelum hujan turun!" tekadnya sedikit resah.
Begitu hampir sampai di gerbang yang menjulang tinggi, Aalona melihat Deryl dan beberapa penjaga kerajaan tengah berdiri di sana. "Deryl!" yang dipanggil menoleh. "Kalian semua pulanglah! Tempat di sini masih rawan."
"Aalona, yakin ingin berangkat sekarang?" tanya Deryl sedikit tak menyangka bahwa yang dilihatnya benar-benar Aalona.
"Ya. Sudahlah jangan melihatku seperti itu! Tenang saja, aku tak apa. Lebih baik kalian kembali ke istana."
"Kau yakin Aalona?" tanya Deryl sekali lagi, membuat Aalona tersenyum lebar dan mengangguk pasti.
"Sudah, cepat sana!" perintah gadis itu, yang detik berikutnya langsung di jalankan oleh seluruh bawahan dan sahabatnya itu.
"Jaga dirimu!" teriak Deryl di tengah-tengah larinya.
"Apapun untuk kerajaan kita!" sahut Aalona lebih lantang.
"Bersiaplah Aalona!" pekiknya untuk dirinya sendiri setelah keluar dan menutup gerbang kerajaan.
"Wooo...." lirihnya. "WOW...! SEINDAH INIKAH AIR TERJUN YANG SELALU KUBAYANGKAN?!" teriaknya heboh dengan ekspresi riang, terkagum-kagum, dan pasti sedikit norak. "Tak kusangka, sumber air yang selalu memuncrat ke wilayahku sesegar itu. Hm, I-ini... Sangat-sangat bagus! Wauwhhh...." sepasang netranya terus memandang hingga suara petir yang menggelegar menyadarkan Aalona. "AAA-Astaga! A-aku lupa...."
Buru-buru Aalona menutup mata dan menghirup oksigen disekitarnya. Perlahan-lahan ia memulai aksinya. Tubuh dan jiwanya berusaha meresap ketenangan dan kedamaian yang di berikan alam. Tak butuh sepuluh detik, perasaan Aalona pun larut dan kian menyatu oleh buatan Sang Pencipta ini. Terutama oleh kedekatan hubungan antara lautan bunga teratai dengan air terjun di hadapannya sekarang.
"Bakudisiasaseka." (kumohon, ubahlah aku menjadi manusia biasa sekarang juga) ucapan Aalona itu berlangsung penuh keteduhan dan juga berjalan lancar. Benar saja, tubuhnya seakan-akan terasa lentur dan lama-lama membesar hingga menjadi seukuran manusia normal.
"Berhasil!" serunya lalu meneliti tubuhnya sendiri. Anehnya, baju yang ia pakai sekarang adalah dress dominan warna putih yang bermotif bunga teratai. Untuk hiasan kepalanya, terdapat jepit bunga teratai yang menjepit rambut bagian kiri, dan terakhir yaitu alas kaki. Flat shoes putih polos yang membuat penampilan Aalona semakin cantik nan menawan.
Di lihatnya ke samping kanan--- di mana lautan bunga teratai berada--- dengan tatapan tak percaya. "Bunga yang amat cantik."
🌼👑🌼
See You😘
Gbu😇
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius