Unduh Aplikasi
61.11% Alana / Chapter 22: ALANA [22]

Bab 22: ALANA [22]

"Iyalah yang dapet chat dari Alana, apa dayalah aku ini ."

-Didit_HA-

Hari selasa, jam pelajaran pertama dan kedua atau lebih tepatnya jam pembelajaran olahraga bagi kelas X-1.

“Seperti yang sudah bapak bilang minggu kemarin olahraga hari ini adalah penilaian shoting basket.” Ujar bapak Ali. Penilaian pun dimulai, satu per satu siswa mulai melakukan apa yang tadi di bilang bapak Ali. Siswa demi siswa sudah melaksanakan praktik, dan kini ialah giliran Alana. Alana mulai melangkah maju dan berdiri beberapa meter dari ring. Alana lantas memantul-mantulkan bola.

“Pegang bola dengan kedua tangan di atas kepala.” Entah mengapa tiba-tiba terlintas ungkapan itu di otak Alana dan Alana melakukan apa yang terlintas di otaknya.

“Pegang pake telapak tangan, bukan ujung telapak tangan.” Kembali terlintas ungkapan kata yang melintas begitu saja di otak Alana tanpa ia bisa kontrol. Dan untuk yang kedua kalinya Alana kembali menuruti ungkapan tersebut.

“Kemudian kedua kaki ditekuk, dan pandangan terpusat pada ring,” untuk keberkian kali ungkapan-ungkapan Vano ketika mengajari Alana pada waktu itu, kembali melintas begitu saja di otak Alana dan untuk keberkian kali Alana juga menuruti ungkapan itu juga.

Bugh bugh bugh byar*anggep suara bola masuk ring.

Bola meluncur dengan bebasnya ke dalam ring.

“Yes!” Teriak Alana dalam hati.

“Makasih pak.” Kata Alana kemudian pada Pak Ali yang berdiri di pinggir lapangan untuk menilai. Alana lantas menuju pinggir lapangan menuggu Viona.

Jam pelajaran olahraga sudah usai, kini Alana dan Viona sedang di dalam kelas menunggu guru mata pelajaran selanjutnya datang.

“Na aku pinjem PR Fisika dong?” pinta Viona pada Alana.

“Pinjem apa nyalin?” tanya Alana yang sudah hafal dengan tingkah Viona.

Viona yang ditanya Alana pun hanya melontarkan senyum semanis manisnya agar Alana mau memberikan jawaban.

“Ni, wajahnya B aja. Harap dikendalikan ya.” Alana menyerahkan jawaban pekerjaan rumahnya dengan mencubit pipi Viona.

“Aww, sakit tau Na.” Protes Viona yang mendapat cubitan dari Alana dengan mengusap-usap pipinya.

“Maap, emang tadi malam kamu ngapain sampe nggak ngerjain?” tanya Alana.

“Tadi malem aku tidur,” jawab Viona asal dengan menyalin PR dari buku Alana.

“Yee, jangkrik mah juga tau kali kalo semalem kamu tidur.” Kata Alana menggapi Viona.

“Oh ya Na, katanya kamu nggak bisa basket, tapi tadi bisa masuk tu?” tanya Viona yang masih dengan sibuk menyalin PR.

“ O itu, aku belajar lah makanya tadi bisa.” Jawab Alana jujur.

“Oh ya Vi, menurut kamu kalo ada seseorang yang ngajarin kamu, terus kamu bisa. Kamu perlu gimana sama orang yang ngajarin kamu itu?” tanya Alana meminta pendapat Viona.

“Kalo saran aku sih, kamu harus balas budi sama itu orang. Atau setidaknya makasih sama tu orang.” Saran Viona.

“Bararti aku harus makasih sama Si Tidak- Tidak.” Batin Alana.

“Ni, udah selesai. Btw makasih ya Na.” Viona denga mencubit pipi Alana sebagai balasan Alana yang tadi juga mencubitnya.

“Ihh, apaan sih Vi.”

# # #

Di langit sore yang dihiasi awan, Alana sedang duduk manis di cafe tempat biasa ia meluangkan waktu apabila sedang suntuk. Dan di cafe itu juga Vano pernah bernyanyi. Alana sengaja memilih tempat dekat jendela, karena di situ lah apabila hujan turun ia dapat melihanya di balik kaca. Namun sore itu awan belum menurunkan muatan airnya. Sedangkan awan yang belum menurunkan muatannya, Alana sedang berfikir keras mengerjakan soal kimia di hadapannya.

“Biloks O dalam Na2O2 ialah +1.” Kata seseorang yang tiba-tiba di belakang Alana.

“Fuck! Lo mau gue jantungan!” Kata Alana yang kesal dengan menengok melihat siapa yang di belakangnya.

“Sorry sorry, gue nggak bermaksud.” Kata seseorang tersebut.

“Ternyata lo tidak-tidak,” kata Alana yang mendapati Vano di belakangnya.

“Nama gue bukan tidak-tidak.” Seru Vano.

“Bodo.”

“Gue boleh duduk nggak nih?” tanya Vano meminta izin untuk duduk di bangku yang ada di depan Alana.

“Berdiri aja sono.” Jawab Alana.

“Bodo, gu mau duduk.” Vano langsung duduk meski Alana menyuruhnya berdiri.

“Serah.”

“Sekali lagi gue minta maaf, gue nggak bermaksud ngagetin lo. Gue cuma mau bantu lo doang.” Kata Vano meminta maaf lagi.

“Ok, sorry gue udah bentak lo. Kaget gue soalnya.” Kata Alana kemudian yang juga meminta maaf karena sudah memventak Vano.

“Ini udah lebaran ya?” celetuk Vano.

“Maksudnya?” Alana mengerutkan dahinya.

“Kok jadi maaf-maafan gini.” Kata Vano memberi tahukan maksudnya.

“Hehe, iya ya.” Alana menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

“Oh ya, lo ke sini ngapain?” tanya Alana.

“Gue kesini buat neduh, tadi pas main skateboard malah gerimis.” Jelas Vano.

“Oo.”

“Lo ke sini bukan cuma mau cari wifi gratis kan?” tanya Vano yang hanya melihat satu minuman di meja.

“Enak aja, enggak lah.” Balas Alana yang

“La terus kenapa itu cuma pesen minum aja?”

“Gue nggak laper, kao lo laper pesen aja.” Ucap Alana.

“Udah nggak usah lo suruh gue juga bakal pesen.” Balas Vano dengan clingak-clinguk mencari weiters.

“Oh ya, sebagai ungkapan makasih gue, gue yang traktir deh.” Kata Alana.

“Buat?” tanya Vano yang tak mengerti alasan Alana ingin mentraktirnya.

“Lo udah ajarin gue basket.” Jelas Alana.

“Santai aja kali, gue ikhlas ngajarin lo kalik.” Seru Vano.

“Ya, tapi kan gue jadi nggak enak.” Kata Alana memberi tahukan masalahnya.

Vano terdiam sesaat, memikirkan suatu ide untuk masah ia dan Alana.

“Gini aja, lo nggak usah traktir gue. Besok sore lo temenin gue main skateboard aja gimana?” kata Vano menawarkan solusi.

“Guekan nggak bisa main sketboard,” kata Alana jujur.

“Gue ajarin.”

“Serah lo lah.”

Sore itu ialah sore yang menjadi saksi dimana dua insan yang sedang berbincang-bincang di dalam cafe di temani rintik-rintik gerimis.

# # #

Gerimis yang tadinya menghantam bumi kini sudah usai, dan Alana sudah kembali ke rumahnya karena hari sudah gelap.

“Dari mana Na?” tanya Arya yang melihat Alana baru saja memasuki rumah.

“Dari cafe biasa.”Jawab Alana dengan terus berjalan menuju kamarnya.

“Udah makan belum?”

“Udah minum.”

“Berarti belum makan?”

“Iya,” Arya menarik tangan Alana menuju meja makan.

“Apaan sih bang tarik-tarik!” Alana mengelus-elus tangannya yang tadi di tarik-tarik Arya.

“Maap, Abang lagi eksaited nih.” Kata Arya.

“Emang kenapa sih?” tanya Alana yang jadi perasaan.

“Taraaa!!” Arya membuka tudung saji yang ada di meja makan. Kemudian menarikkan kursi untuk Alana.

“Ini semua buatan Abang?!” kata Alana dengan duduk di kursi yang sudah di siapkan Arya.

“Yoi, kamu harus makan pokoknya.” Arya mengambilakan nasi ke piring Alana.

“Makasih ya Bang,” kata Alana dengan menerima nasi yang Arya berikan.

Mereka pun larut dalam kebersamaan mereka, walaupun hanya berdua tapi mereka bahagia dengan ini semua. Karena hal ini tak dapat di rasakan semua orang. Namun kebahagiaan mereka harus terhenti seketika ketika Alana tiba-tiba mimisan.

“Na,” kata Arya yang melihat hidung Alana mengeluarkan darah.

“Enak Bang masakan Abang.” Cerocos Alana dengan lahapnya memakan makanan buatan Arya, tanpa menyadari bahwa hidungnya mengeluarkan darah.

“Na,” kata Arya lagi.

“Iya, Bang enak.” Alana masih saja lahap memakan makanan dan masih belum juga menyadari bahwa hidungnya mengeluarkan darah.

“Hidung kamu Na.” Kata Arya memberi tahukan maksudnya. Alana yang diberi tahu pun langsung menyentuh hidungnya. Dan Alana mendapati darah pada tangannya yang ia sentuhkan pada hidungnya.

“Alana ke kamar mandi dulu ya Bang.” Alana lantas pergi dari hadapan Arya.

Sudah 15 menit lebih Arya menunggu Alana kembali dari kamar mandi. Namun sampai saat ini juga Alana belum juga kembali dari kamar mandi. Arya pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri Alana ke kamar mandi.

“Na, kamu nggak papa kan?!” teriak Arya dari balik pintu kamar mandi.

“Bang ambilin obat di rak meja kamar Alana.” Pinta Alana kemudian.

Arya lantas mengambilkan obat yang Alana minta.

“Ini Na.” Arya menyerahkan obat yang ia ambila dari rak meja kamar Alana dan tak lupa juga air putih.

Alana langsung meminum obat yang Arya berikan.

“Makasih Bang.” Kata Alana yang masih mengusap hidungnya.

“Na, muka kamu pucet, kita ke rumah sakit aja ya.” Kata Vano yang melihat kondisi Alana saat itu.

“Alana nggak papa Bang, paling nanti juga udah berhenti.”

“Yaudah kalo kamu sekarang nggak mau, tapi besok kita tetep ke rumah sakit buat Tes Leb.” Kata Arya kemudian.

“Iya Bang, tapi sore aja ya habis Alana sekolah.”

“Iya, sekarang kamu istirahat.”

# # #

Grup chat Hamba_Allah

VanoFP: Malem kawanku

Didit_HA: Malem jugah

Yahya_HA: juga ajah

Heri_321: (2)

Dino_123: malem jugah ajah, kok gue mencium bau-bau kebahagiaan ni kayaknya.

Didit_HA: maksudnya?

Yahya_HA: Gue bahagia Din walupun Cuma dapet chat dari lo

Heri_321: ?(2)

Dino_123: bukan lo, keluar lo Van

VanoFP: apa No?

Dino_123: lo lagi seneng kan?

VanoFP: sorry, besok sore gue nggak akan kasi waktu luang buat kalian

Heri_321: ??

VanoFP: Gue mau main sketboard sama Alana

Yahya_HA: pantesan

VanoFP: kenapa Ya?

Didit_HA: tumben chat duluan

Dino_123: true

Disaat Vano sedang asik berchat ria dengan teman-temannya di grup chat Hamba Allah, tiba-tiba muncul notifikasi lain di handphone Vano.

VanoFP: bentar kuy bentar lagi dapet chat ni dari Alana.

Didit_HA: iyalah yang dapet chat dari Alana, apa dayalah aku ini

Yahya_HA: kita mah ke laut aja Dit

Dino_123: true

Heri_321: true (2)

Vano lantas membuka notifikasi yang berasal dari Alana.

Alana_BW: No No, sorry sebelumnya. Gue besok sore nggak bisa nemenin lo main skateboard. Sorry ya.

Itulah chat yang ia dapat dari Alana.

VanoFP: ok nggak papa kok, kalo memang lo ada acara lain yang lebih penting.

Grup chat Hamba_Allah

VanoFP: nggak jadi kuy

Yahya_HA: maksudnya?

Didit_HA: nggak jadi main skateboard?

VanoFP: yo

Yahya_HA: patah hati dedek

Dino_123: B aja

Didit_HA: besok sore pergi sama gue aja Van

Yahya_HA: jangan mau Van

VanoFP: bodo

“Kira-kira kenapa Alana batalin acara besok sore ya?” tanya Vano pada dirinya sendiri. Malam ini langit masih menyisakan awan yang tadi sore. Dan masih akan ada kemungkinan hujan akan turun kembali.

# # #


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C22
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk