Setelah perjalanan yang cukup panjang, mobil itu akhirnya berhenti di depan rumah. Anya masih bersandar di bahu Aiden, tertidur dengan lelap, tidak menyadari bahwa mereka telah tiba di tempat tujuannya. Abdi bergegas membuka pintu penumpang, sementara Hana dan para pelayan lainnya bergegas berbaris di depan mobil tersebut untuk menyambut kedatangan Tuannya.
Sebelum mereka semua bisa membuka mulutnya untuk menyambut Aiden dan Anya, mereka melihat Aiden meletakkan telunjuknya di bibir, mengisyaratkan agar semua orang tidak bersuara. Aiden meminta mereka untuk diam. Para pelayan itu saling bertukar pandang dengan keheranan, sementara Hana berusaha untuk mengintip ke dalam mobil, membuat Harris yang sudah berdiri di sampingnya langsung menyenggolnya pelan.
Aiden keluar dari mobil sambil menggendong Anya, membiarkan wanita itu tetap tertidur dalam pelukannya. Anya sedikit bergumam, sedikit terbangun pada saat ia kehilangan sandarannya. Tetapi pada akhirnya ia kembali tertidur sambil menguburkan wajahnya dalam pelukan Aiden.
Aiden berjalan menuju ke kamar utama, diikuti dengan Hana yang bergegas membukakan pintu untuk mereka berdua. Ia mengangkat selimut di tempat tidur yang besar itu dan merapikan bantal-bantalnya agar Anya bisa tidur dengan nyaman. Setelah itu, ia bergegas meninggalkan kamar tersebut.
Aiden meletakkan tubuh Anya di atas tempat tidur dengan lembut. Saat kepalanya menyentuh bantal yang empuk, ia bisa mendengar Anya menghela napas dengan puas. Hal tersebut membuat Aiden tersenyum tipis.
Saat ia hendak meninggalkan Anya dan pergi ke ruang kerjanya, tangan Anya tiba-tiba memeluk pinggangnya dengan erat seolah tidak rela membiarkannya untuk pergi. Aiden sedikit terkejut saat melihat dua tangan yang mungil itu melingkari pinggangnya dengan sangat erat.
Seandainya saja wanita itu terbangun dan melakukan hal ini dengan keadaan sadar, hati Aiden pasti akan sangat gembira sampai-sampai bisa melayang ke langit ke tujuh. Sayangnya, wanita itu sedang tertidur lelap. Apa yang ia lakukan berada di bawah alam sadarnya dan ia tidak akan mengingatnya saat ia terbangun.
Namun, hal kecil ini saja sudah cukup untuk membuat Aiden senang. Setidaknya, tanpa sadar Anya merasa bergantung padanya.
Aiden kembali duduk di sisi tempat tidur. Tangannya terangkat untuk mengelus kepala Anya dengan lembut. Tangannya terus membelai rambut Anya yang telah terurai di atas bantal, menenangkannya sehingga wanita itu akhirnya kembali tertidur pulas.
Sebelum pergi ke meninggalkan ruangan itu, ia mencondongkan tubuhnya ke depan, meninggalkan ciuman lembut di dahi Anya. Ciuman itu berlangsung selama beberapa saat, seolah ia ingin meninggalkan jejaknya pada tubuh Anya. Setelah melihat wanitanya itu tertidur dengan tenang, ia pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.
…
Setelah keluar dari kamar utama, Hana baru menyadari bahwa Anya mengenakan baju yang berbeda dengan yang ia kenakan pada saat pergi.
Rasanya, tadi bukan baju itu yang ia pilihkan untuk Anya …
Saat ia sedang berpikir, pintu kamar tidur utama tiba-tiba terbuka dan Aiden keluar. Melihat Hana, Aiden langsung meminta tolong padanya, "Bu Hana, tolong carikan salep luka bakar untuk wajah Anya."
Eh, salep luka bakar?
Sebelum Hana bisa bertanya, Aiden sudah berjalan menuju ruang kerjanya, meninggalkan Hana seorang diri dan kebingungan. Dengan rasa penasaran menghantui pikirannya, ia bergegas mencarikan obat untuk Anya.
Pada saat itu, ia melihat putranya berjalan di koridor. Sepertinya putranya itu hendak pergi ke ruang kerja untuk mendampingi Aiden. Namun, Hana tidak bisa menahan rasa penasarannya sehingga ia bergegas menghentikan putranya sebelum ia bisa menaiki tangga.
"Harris, sini sebentar!" Hana segera menarik Harris dari koridor tersebut, membuat Harris terkejut.
"Ada apa, Bu? Tuan Aiden sedang menungguku." tanya Harris. Ia mengatakan hal itu sambil menoleh ke lantai dua, tepatnya ke arah ruang kerja Aiden. Ia harus bergegas menuju ke ruang kerja dan membantu pekerjaan bosnya. Apa gunanya asisten jika ia bersantai-santai saat bosnya sedang sibuk bekerja?
"Apa yang terjadi pada Anya? Mengapa Tuan meminta salep luka bakar untuknya? Apa ia terluka?" tanya Hana dengan sedikit cemas.
Harris menggaruk-garuk kepalanya. "Aku tidak bisa menjelaskannya dengan rinci. Ceritanya terlalu panjang. Tadi Nyonya bertengkar dengan Natali dan ayahnya. Natali menyiram Nyonya dengan kopi. Tetapi harusnya lukanya tidak seberapa parah karena kopinya sudah agak dingin," kata Harris, berusaha untuk menjelaskan kejadian hari ini secara singkat pada ibunya.
Penjelasan Harris membuat Hana sangat terkejut. Selain terkejut, rasa marah juga perlahan berkembang di hatinya.
"Natali Tedjasukmana. Wanita itu memang kurang ajar. Sejak awal, ia memang tidak menyukai Tuan dan tidak ingin dijodohkan dengannya hanya karena Tuan tidak bisa melihat. Sekarang, ia memanfaatkan wanita yang tidak bersalah dan menjadikannya kambing hitam agar ia bisa membatalkan pertunangannya. Lalu bagaimana dengan ayahnya? Ia pasti sangat terkejut melihat kedua putrinya bertengkar …" kata Hana.
Harris memutar bola matanya saat mengingat sikap Deny sebelumnya. Pria itu diam saja saat melihat putrinya ditindas. Namun, saat melihat kedatangan Aiden, Deny seolah memiliki ekor yang berkibas-kibas gembira saat majikannya datang.
"Ayahnya bahkan tidak membelanya. Ayahnya hanya berusaha untuk menjilat Tuan Aiden," jawab Harris.
"Ayah macam apa yang membiarkan kedua putrinya bertengkar seperti itu dan membiarkan salah satunya dipermalukan di depan umum?" Hana tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar. Ia terus mengomel sehingga membuat telinga Harris terasa panas.
Harris hanya bisa menghela napas saat mendengar omelan ibunya. "Entahlah. Hubungan mereka sangat rumit. Mereka tidak seperti keluarga pada umumnya."
"Lalu, apa yang terjadi?" tanya Hana lagi.
"Tuan Aiden sudah membalas Natali, tetapi ia tidak melakukan apa pun pada Deny karena pria itu adalah ayah kandung Nyonya. Dan sepertinya Nyonya sangat mencintai ayahnya, walaupun ayahnya memperlakukannya dengan tidak adil," jawab Harris dengan cepat.
Setelah itu, ia melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya dan berkata, "Ibu, aku benar-benar harus pergi. Tuan Aiden menungguku." Setelah mengatakannya, ia langsung bergegas menuju ke ruang kerja Aiden.
Hana lanjut mencari obat untuk luka bakar sambil terus mengomel dalam hati ...
…
Anya terbangun dengan perasaan yang tidak nyaman. Ia menegakkan tubuhnya dan duduk di atas tempat tidur, berusaha untuk meregangkan seluruh tubuhnya yang terasa kaku. Setelah itu, ia melihat ke arah luar jendela dan menyadari bahwa matahari telah terbenam dan langit terlihat gelap.
Sudah berapa lama aku tertidur?
Ia menoleh saat mendengar ketukan pintu kamarnya. "Ya?"
"Nyonya, apakah Anda sudah bangun? Sudah waktunya makan malam. Tuan Aiden sudah menunggu Anda di meja makan," kata salah seorang pelayan.
Mendengar kata pelayan tersebut, Anya melirik jam yang ada di atas nakas, di sebelah tempat tidurnya. Jam itu menunjukkan pukul setengah delapan.
'Aiden terlambat makan malam karena menungguku,' pikir Anya dalam hati.
"Aku akan segera turun," jawab Anya.
Ia bergegas mengganti bajunya yang menjadi kusut setelah ia gunakan tidur dengan pakaian rumah. Tidak lupa, ia sedikit merapikan rambutnya yang awut-awutan dan bergegas turun.
Sambil menuruni tangga, otaknya berputar dengan cepat. Ia akan bertemu dengan Aiden lagi di meja makan. Apakah pria itu masih marah padanya? Apakah aku harus meminta maaf?
Bagaimana cara untuk membuat Aiden tidak marah lagi kepadaku?