Unduh Aplikasi
38.46% RINAI / Chapter 5: Keputusan Kecil Membawa Perubahan Besar

Bab 5: Keputusan Kecil Membawa Perubahan Besar

"Gimana ni, udah hampir sebulan tapi STNK saya masih belum selesai juga!" suara lantang memecah keheningan di dealer pagi itu, menarik atensi banyak orang. Seorang konsumen laki-laki paruh baya mengamuk tak lama setelah mereka membuka pintu rolling dealer.

Ia protes ke semua orang sampai akhirnya mereka mengarahkan bapak itu kepada Rinai. Namanya pak Slamet. Dia adalah konsumen reguler yang melakukan pembelian tunai beberapa bulan yang lalu.

"Iya pak, tapi KTP bapak itu kan KTP di luar kota. Kalo KTP-nya kabupaten, pengurusan STNK-nya memang agak lama, Pak," jelas Rinai. 

"Tapi kan surat jalan keterangannya cuma 2 minggu, ini udah lewat tapi belum juga selesai. Katanya mau dihubungi kalau selesai, sampai hari ini nggak ada dihubungi sama sekali. Susah saya mau pergi-pergi! Motor nggak ada surat-surat kayak gitu, nanti malah disangka motor bodong."

"Tapi memang prosedurnya kayak gitu, Pak. Memang prosesnya agak lama. Makanya, karena STNK Bapak belum selesai, belum ada kami hubungi."

"Tu sekarang gimana? Surat jalan saya sudah nggak berlaku! Kemarin saya hampir kena tilang, untung polisinya kenalan saya, bisa dia ngerti."

Rinai mendesah. Gini nih yang bikin kesel, kalau pengurusan surat-surat motor lama, konsumen pasti marahnya ke Rinai. Salah Rinai apa coba? Emang dia yang keluarin STNK?

"Nggak mau tau saya pokoknya! Udah cukup sabar saya, ya Dek. Di surat jalan ditulis 2 minggu, udah sabar saya, udah lebih dari sebulan saya tunggu nggak juga selesai, nggak salah kalau saya marah kayak gini ya!"

"Belum lagi sebulan, Pak. Baru tiga minggu. Makanya surat-suratnya lama keluar."

"Terus, harus saya tunggu sebulan? Kena tilang dulu saya baru keluar STNK-nya?!"

"Tapi kalau KTP-nya luar kota, Pak, pengurusan  STNK-nya memang lama." Rinai sampai bosan mengulang-ulang penjelasannya.

"Adek ni nggak ngerti! Nggak mau tau saya, STNK saya harus selesai minggu ini juga! Kalau nggak selesai minggu ini, saya pulangkan motornya ke sini!"

Rinai ngerti Pak, Bapak yang nggak ngerti!

"Lagipula di dealer lain saya ambil motor bisa cepat kok! Di sini aja yang lama," Pak Slamet mulai merepet lagi.

"Iya, Pak. Tapi memang sudah prosedurnya seperti itu."

"Itu bukan urusan saya! Saya kan menuntut hak saya. Udah kurang baik apalagi saya? Udah hampir sebulan, STNK sama BPKB belum juga keluar. Saya ini beli tunai! 20 juta lebih ni saya bayar, jangan sekarang kalian lepas tanggung jawab gini!"

Rinai mengkerut. Susah banget sih ngejelasin sama konsumen kayak gini! Dengan gondok, Rinai memutuskan menemui Pak Daniel.

"Permisi, Pak," sapa Rinai. Pak Daniel tampak tenggelam dibalik tumpukan berkas di mejanya.

"Hah, kenapa?"

"Ini Pak, ada konsumen yang ambil motor udah hampir sebulan, tapi KTP-nya luar kota."

"Sudah kamu beri tahu kalau mengurus STNK untuk konsumen dengan KTP luar kota itu lebih lama prosesnya?"

"Udah Pak, tapi konsumennya nggak mau ngerti. Malah ngancam, kalau minggu ini nggak selesai motornya mau dibalikin."

"motornya mau dibalikin? Mana bisa!" pak daniel langsung heboh.

"Iya Pak, gimana tu Pak? Konsumen tu marah-marah aja, nggak mau dengerin penjelasan saya." 

Pak Daniel bangkit dan melangkah ke counter dengan langkah panjang-panjang. Di sana, konsumen yang tadi masih menyalurkan amarahnya ke semua karyawan dealer.

"Bapak ya yang nanya STNK?" Pak Daniel tersenyum ramah. "Nah, ini Pak, haha, jadi untuk STNK, kalau KTP luar kota memang lama. Yaaa... nanti kami usahakan agar bisa lebih cepat haha," jelasnya, tetap cengengesan meski konsumen masih tampak emosi.

"Ya nggak peduli saya mau luar kota atau bukan! Biasanya STNK seminggu, dua minggu udah keluar. Ini udah hampir sebulan belum juga selesai. Percuma saya punya motor, nggak bisa juga dibawa kemana-mana!"

"Iya, kami janjikan secepatnya. Dalam minggu ini lah. Nanti kami utamakan."

"Masa selama itu? Kalau nanti saya kena tilang gimana? Motor saya kayak motor bodong, nggak ada surat-suratnya!"

"Lagipula, biasanya kan ada STNK sementaranya, Pak," kata Rinai, ia mulai jengah jadi tontonan konsumen yang lain.

"Mana ada! Saya cuma dikasih surat jalan aja!" tukas konsumen.

Pak Daniel menatap Rinai.

"Kamu gak ada kasih STNK sementara?"

"Kalau STNK sementara bukan saya yang pegang Pak, Kak Julita yang pegang," jawab Rinai.

"Ha? Julita? Sutan, Julita mana?"

"Ada, Pak, lagi sarapan di pantry," sahut Bang Sutan.

"Kalau konsumen ambil motor ada gak dibikinin sama Julita STNK sementaranya?"

"Harusnya ada sih, Pak," kata Bang Sutan.

"Panggil, panggil dia!" Bang Sutan dengan sigap langsung berlari ke pantry.

"Udah, kamu selesaikan aja kerjaan kamu. Ini biar saya aja yang urus," kata Pak Daniel ke Rinai. Rinai mengangguk dan kembali ke kursinya. 

Untung deh, Rinai lelah menghadapi konsumen kayak gitu. Mana tumpukan kerjaan masih banyak lagi, moodnya Rinai udah turun duluan. Rinai mendesah lelah, ia bangkit dan mengambil gelas lalu berjalan menuju pantry. Rinai butuh minum!

"Kalau kayak gini kan saya nggak perlu marah-marah! Ini sama sekali nggak ada pegangan. Surat jalan juga udah mati masa berlakunya," Saat Rinai balik, suasana lebih adem dari tadi. Wajah konsumen pun tampak lebih ramah.

"Iya. Nanti untuk surat-suratnya yang asli kami usahakan secepatnya. Itu lagi kami urus," kata Pak Daniel.

Konsumen itu mengangguk. Setelah menyimpan STNK sementara itu ke dalam tasnya, dia pun bergegas pergi.

"Sutan, tolong penjualan untuk konsumen dengan KTP luar kota itu di stop dulu. Terlalu banyak. Susah mengurusnya. Nanti kalau surat-surat kendaraan lama keluar konsumen marah-marah. Kita bingung menjelaskannya gimana. Mereka mana paham "Pelanggaran Wilayah"," intruksi Pak Daniel ke Bang Sutan.

Pelanggaran wilayah sendiri adalah situasi di mana di mana dealer melakukan penjualan motor di luar wilayah yang sudah ditentukan oleh Main Dealer. Perbatasannya biasanya per wilayah. Seperti dealer Rinai yang terletak di Pekanbaru, tidak diijinkan untuk menjual unit ke luar kota. Hal ini dikarenakan dealer dengan merek sama sudah ada di sana. Kecuali, si konsumen menetap di Pekanbaru, barulah surat-surat kendaraan bisa diurus dengan bukti surat domisili atau keterangan kerja.

"Susah lah pak, penjualan kita lebih banyak ke konsumen ber-KTP luar kota. Kalo kita stop, nggak jualan kita Pak. Nanti anjlok lagi penjualan kita kayak bulan sebelumnya," tolak Bang Sutan.

Pak Daniel diam, tampak berpikir. Ia kemudian mendekati Rinai.

"Rinai, nanti semua data penjualan luar kota kamu pisahin ya, kasih ke saya! Biar saya bedakan pengurusannya, biar lebih cepat!"

"Iya, Pak."

Sepeninggalan Pak Daniel, Rinai membuang napas. Alamat nambah kerjaan ini. Inputan aja masih menggunung, ditambahin satu lagi. Lama-lama Rinai nggak kuat kerja kayak gini!

Rinai merebahkan badan di atas kasur. Mata terpejam rapat dengan napas yang tenang. Tampak begitu damai. Meski begitu, gurat lelah tertera dengan jelas di setiap jengkal wajahnya.

Pagi ini, ia berencana mencicil inputan yang sudah menggunung. Dokumen itu terus tumbuh tinggi tanpa bisa dihentikan. Ia sudah membagi waktunya dengan baik dan yakin akan bisa menyelesaikan semua dalam waktu 2 hari ini. Tapi semua rencananya kandas saat pak daniel seenaknya memberi perintah untuk memilah penjualan dalam kota dan luar kota. Ia malah berakhir dengan setumpuk besar faktur penjualan.

Rinai lelah lahir dan batin. Penghujung bulan sudah di depan mata, tapi kerjaan masih segunung. Jangan bilang Rinai harus lembur pas tutup buku nanti. Isssh.

Ting!

Sebuah pesan masuk. Dengan ogah-ogahan Rinai menjangkau tas dan mengeluarkan HP.

[From: Bang Jack

Rinai, mau ikut lomba?]

Rinai mengernyit. Hah? Tumben banget Bang Jack ngajakin ikut lomba?

[To: Bang Jack

Enggak Bang, Rinai nggak sanggup panjat pinang.]

Kirim.

Ting! 

[From: Bang Jack

Lomba menulis, Rinai. 17 agustus masih lama.]

Rinai mengernyit. Lomba menulis?

[To: Bang Jack

Lomba menulis gimana, Bang?]

Ting!

[From: Bang Jack

Lomba menulis novel. Diadakan BOB Publishing. Coba aja, soalnya lombanya gratis. Total hadiahnya juga lumayan. Kabar paling bagusnya, nanti kalau menang langsung dikontrak sama penerbit.]

Rinai mikir. Mau sih … Mau banget malah!

Tapi, emang Rinai ada waktu? Apalagi, pasti banyak yang ikutan juga. Iya kalau menang, kalau kalah? Lagipula, selama ini walau Rinai pernah ikut kelas menulis, dia nggak pernah benar-benar bikin novel. Hanya diberikan teori, challenge, dan diminta buat cerpen aja. Belum sampai ke novel. Soalnya kalau mau dibimbing sampai bikin novel, harganya beda!

Selain itu, Rinai tidak memiliki pengalaman apapun dalam mengikuti lomba menulis. Pernah beberapa kali sih mengirim cerpen untuk ikut lomba, tapi nggak pernah menang. Dia sama sekali tidak tahu bagaimana cara memulai sebuah novel dengan benar.

[To: Bang Jack

Rinai nggak pernah bikin novel, Bang. Nggak yakin juga bakal menang. Mana kerjaan lagi banyak-banyaknya. 😭😭😭]

Rinai memang sering menulis, tapi hanya sekadar coretan iseng. Palingan dia posting di FB atau Wattpad. Itu juga yang like cuma sedikit, apalagi yang baca.

[From: Bang Jack

Lombanya kan gratis, coba saja ikut. Anggap sebagai latihan. Anda kan sudah paham teorinya, kalau nggak dipraktekan, ya nggak bakal maju. Tahunya hanya sebatas teori saja.

Katanya mau jadi penulis hebat, masa sama kerjaan menumpuk aja kalah?

Anda kan bisa sediakan waktu 1-2 jam sehari buat menulis. Deadline-nya panjang kok, bisa dicicil tulisannya.

Kalau sehari bisa selesai 5 lembar, sebulan 150 lembar, 3 bulan 350 lembar. Udah jadi. Kan tidak sulit nulis 5 lembar sehari. Asal ada niat dan konsisten. Kalau untuk edit, biar Bang Jack yang bantu. Rinai fokus menulis saja.]

Rinai menggigit bibir. Serasa dihantam telak ke ulu hati membaca pesan dari Bang Jack. Rinai emang nggak sanggup kalau impiannya sudah dibawa-bawa gini, apalagi yang dibilang Bang Jack benar.

Rinai memang bercita-cita jadi penulis sejak kecil. Sejak teman-temannya lebih memilih jadi polisi, pilot, atau dokter. Atau bahkan jauh sebelum dia mengerti jadi penulis itu maksudnya apa. Dan sampai detik ini, dia masih ingin jadi penulis. Masih ingin jadi penulis saat teman-temannya yang lain sudah berganti cita-cita. Masih memperjuangkan walau kadang ia tidak cukup percaya diri dengan hasil tulisannya.

Rinai menarik napas dalam, dan menghembuskannya. Kalau Bang Jack sampai mau jadi editor buat tulisan Rinai, ya nggak boleh ditolak dong, kapan lagi ada penawaran menarik kayak gini.

Dan Bang Jack benar, Rinai harus memanfaatkan lomba ini untuk mengasah kemampuannya. Menang, syukur. Nggak menang, juga nggak rugi apa-apa. Malah, mungkin saja dengan berani mengambil tindakan seperti sekarang, akan menciptakan perubahan besar untuk hidup Rinai. Ya, bisa aja kan!

Tekad Rinai sudah bulat. Ia mengetik pesan balasan untuk Bang Jack

[To: Bang Jack

Jadi, gimana cara daftarnya, Bang?]

Bodo amat dengan segunung inputan yang nggak kelar dan target jualan yang belum tercapai, Rinai punya hak mengejar impian!


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C5
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk