Unduh Aplikasi
83.92% Pendekar Lembah Damai / Chapter 94: Seno Turun Tangan

Bab 94: Seno Turun Tangan

Seno buru-buru membuka kakinya membentuk kuda-kuda tengah dari tempatnya berdiri, mengambil udara melalui hidungnya dengan cepat dan meletakkannya di bawah pusar.

Ketika Abiyoso bergerak memukul dari posisinya menancapkan golok, Seno langsung bereaksi dengan merentangkan kedua tangannya ke depan ke arah Huang Nan Yu.

Huang Nan Yu terlihat heran dengan apa yang dilakukan oleh Abiyoso, melakukan serangan dari jarak jauh. Bagaimana bisa pukulan lelaki itu akan mengenai tubuhnya dari jarak yang demikian?

"Hiaaaat!"

Satu teriakan panjang bersamaan dengan gerakan tangan Abiyoso yang memukul ke arah Huang Nan Yu. Begitu gerakan pukulan tangannya nyaris sempurna, tubuh Abiyoso langsung terhempas dan terguling-guling di tanah.

Huang Nan Yu sempat terkejut, ia merasakan tekanan luar biasa seperti menghimpit dadanya sesaat sebelum gerakan tangan Abiyoso tertuju kearahnya. Namun kemudian, himpitan itu menghilang seketika bersamaan dengan tubuh Abiyoso yang jatuh terhempas.

Basworo dan Bimo kontan menghentikan pertarungan dan berlari ke arah tubuh Abiyoso yang terus bergulingan dan jatuh bangun tak tentu arah.

Begitu ia hendak bangun, tubuhnya kembali berguling dan berusaha bangun kembali tetapi lagi-lagi tubuhnya seperti terseret dan berputar-putar ke segala arah.

Huang Nan Yu menatap keheranan, dan tak tahu apa yang telah terjadi. Tubuh Abiyoso seperti dikendalikan oleh kekuatan yang tak terlihat.

Kepalanya kemudian berputar menyusuri keadaan disekelilingnya, lalu mendapati sosok tubuh Seno di tempat terlindung dengan telapak tangan terbuka yang diarahkan ke tubuh Abiyoso.

Barulah ia menjadi faham. Ternyata, semua ini adalah perbuatan Seno yang membantunya dari jarak jauh.

Li Yun pun akhirnya bisa melihat posisi Seno ketika ia memperhatikan arah pandang Huang Nan Yu.

Tak lama kemudian, Abiyoso yang sadar kalau ada kekuatan lain yang mengendalikannya, langsung berupaya menenangkan diri, hingga tubuhnya yang penuh debu berhenti berguling. Mukanya memerah dan nafasnya turun naik tak beraturan.

Tanpa susah mencari, pandangan matanya langsung menemukan sosok tubuh Seno sedang berdiri jarak beberapa langkah darinya dengan kedua telapak tangan mengarah padanya.

Melihat kenyataan seseorang telah melumpuhkan serangannya membuatnya naik darah. Namun, raut wajah terkejut tak bisa ia sembunyikan dan membuatnya nyaris terduduk begitu melihat orang yang mengerjainya.

"Kamu...?" Suara Abiyoso langsung tercekat. Basworo dan Bimo pun tak kalah kaget begitu melihat Seno.

"Kalian ini, belum jera juga, ya?" Seno melangkah dari tempatnya berdiri, matanya menatap tajam dan membuat ketiga lelaki itu tambah gemetaran.

"Kenapa bisa di sini? Apa hubunganmu dengan mereka?" bibir Abiyoso bergetar.

Seno mendengus, lalu dengan sinis ia mengatakan, "Ini rumahku dan mereka ini keluargaku! Kalian berani mengganggu mereka sama saja dengan menggangguku!"

"A-apa?" mereka bertanya keheranan dan terkejut.

Bagaimana mungkin kalau ternyata anak muda yang membuat mereka ketakutan itu ternyata berasal dari Lembah Damai, dan ketiga orang wanita asing itu adalah keluarganya? Tak mungkin.

Di kepala mereka penuh dengan tanda tanya. Pemuda itu pasti berbohong. Padepokan ini belum lama dibangun dan kenyataan yang mereka lihat, yang mengelola tempat ini adalah dua orang gadis dan seorang wanita tua dari negeri asing, yang jelas tak punya hubungan apa-apa. Lagi pula, Seno bukan berasal dari desa ini.

"I-ini padepokanmu?" tanya Bimo dengan muka pucat.

Tiba-tiba saja Suro muncul dari arah lain dengan langkah tergesa dan berhenti diantara Seno dan ketiga orang pembuat onar itu. Nafasnya masih terengah-engah sambil matanya memandang berkeliling, rupanya ia terburu-buru begitu merasa apa yang dilihatnya di padepokannya adalah pertarungan.

"Ada apa ini? Kangmas, Siapa mereka?" Suro bertanya.

Sebutan 'kangmas' semakin membuat ketiganya semakin gemetar. Rupanya mereka saling kenal. Jika demikian, ilmu beladiri pemuda yang barusan datang itu pastilah juga tinggi.

Tanpa basa-basi lagi, mereka langsung berlari kabur meninggalkan padepokan Cempaka Putih.

***

Rou Yi menceritakan kembali asal kejadian peristiwa yang barusan terjadi kepada Suro dan Seno, dilanjutkan kembali oleh Li Yun dan Huang Nan Yu yang menimpali.

Selesainya, Seno melanjutkan dengan menceritakan bagaimana mereka sangat ketakutan dengan kemunculan dirinya.

"Mereka itu memang suka berbuat kerusuhan. Aku pernah menjungkir balikkan mereka di sebuah tempat acara pernikahan di desa sebelah. Sebelum melakukan aksinya, terlebih dahulu mereka mempelajari terlebih dahulu akan situasi di tempat sasaran. Jika dirasa tidak ada orang kuat dan berilmu tinggi, maka mereka akan mengacau dan berbuat onar di situ. Banyak orang sudah menjadi korbannya, yang lelaki dibunuh dan yang perempuan diperkosa. Tak jarang, setelah selesai memperkosa, mereka membunuh korbannya. Hanya sekali pertemuan kukira sudah membuatnya jera dengan luka yang parah. Itu terjadi beberapa bulan yang lalu," papar Seno.

Suro mengangguk-angguk.

Matanya kemudian tertahan begitu melihat wajah Rou Yi yang memucat, tetesan air mata sudah mengalir dipipinya tanpa suara isak tangis. Suro tahu kalau ada kesan trauma pada gadis itu ketika mendengar kejahatan ketiga orang yang datang ke padepokan adalah memperkosa wanita.

Suro meraih tubuh Rou Yi dengan lembut lalu memeluknya begitu erat. Istri keduanya itu pasti sedang teringat kejadian masa lalunya yang masih meninggalkan bayangan mengerikan.

"Mari sini, sayang," ucapnya dengan senyum menenangkan, "Tenanglah, kakak pastikan tak ada lagi orang yang bisa menyentuhmu di sini."

"Kakak Luo, aku takut.... aku takut," suaranya lirih dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Seno.

Gadis itu pun membenamkan wajahnya di dada Suro, baru kemudian terdengar deru tangisnya yang berusaha ia redam. Untuk beberapa saat, suasana menjadi hening seolah memberi kesempatan Rou Yi untuk menenangkan diri dalam dekapan Suro.

Seno yang melihat kejadian itu hanya bisa menduga, tak berani menanyakan sebab mengapa Rou Yi menangis. Karena barangkali akan menambah gadis itu semakin depresi jika ia bertanya. Maka, ia memutuskan untuk diam, dan jika ada kesempatan ia bermaksud akan menanyakannya pada Suro.

"Aku tak menyangka kalau Li Yun sangat hebat. Apalagi bibi Nan Yu. Sungguh kalian melawan dengan gerakan yang luar biasa!" ia berkata memuji, sekaligus mengalihkan pembicaraan agar tak menambah sedih Yin Rou Yi.

Li Yun dan Huang Nan Yu tersenyum.

"Kakak Seno, itulah yang disebut kungfu Tai Chi," sahut Li Yun.

Seno memasang wajah penasaran, "Tai Chi?"

Li Yun mengangguk, lalu memandang ke arah Suro, "Kakak Luo bahkan sudah jauh lebih ahli dari bibi Nan Yu, padahal bibi Nan Yu yang mengajarkan Tai Chi pada kakak Luo."

"Luo itu pemuda berbakat dan sangat rajin berlatih. Itu membuatku bangga jika Luo memainkan gerakan Tai Chi, lebih anggun dan bertenaga," ucap Huang Nan Yu dengan wajah bersinar.

Kali ini Seno menatap Suro, wajahnya menunjukkan ingin tahu lebih dalam.

"Bukankah ini jurus yang dimas gunakan sewaktu kita bertarung tempo hari? Aku seperti melawan air," katanya mengungkapkan apa yang ia rasakan ketika bertarung melawan Suro.

Suro mengangguk dan membenarkan apa yang dikatakan oleh Seno. Sambil tetap memeluk dan mengusap-usao pundak Rou Yi, ia melanjutkan penyampaian dari Huang Nan Yu, "Kungfu Tai Chi itu ibarat pusaran air yang mampu menenggelamkan kapal yang besar. Gaya bertarungnya adalah memanfaatkan tenaga lawan untuk menjatuhkan lawan itu sendiri."

"Itulah apa yang kurasakan. Kelihatannya sebuah ilmu beladiri yang menarik," ia berpendapat, sepertinya Seno ingin juga mempelajarinya.

"Dari tadi aku ingin menanyakan seuatu padamu," Huang Nan Yu tiba-tiba berkata, "Bagaimana bisa dari jarak jauh Seno bisa mempermainkan tubuh orang itu?"

Seno langsung faham apa yang dimaksud Huang Nan Yu adalah Abiyoso disaat melakukan gerakan pukulan dari jarak jauh.

"Itu adalah pukulan ajian?"

"Ajian?"

Li Yun dan Huang Nan Yu mengeluarkan kata pengulangan bersamaan.

Seno mengangguk, "Apakah sewaktu di negeri kalian yang kulakukan, dimas Suro tidak pernah menunjukkannya pada kalian?"

Mereka berdua saling pandang, masing-masing seperti menunggu jawaban, barangkali salah satunya pernah melihat Suro melakukan apa yang dilakukan oleh Seno.

"Aku tidak pernah melihat secara langsung, tetapi hanya mendengar cerita dari ayahku, ketika kakak Luo mengalahkan kakak Cheng Yu," Li Yun menjawab.

Jika Huang Nan Yu mengangguk, maka Li Yun bisa memastikan, artinya wanita itu juga tidak pernah melilhatnya melainkan hanya mendengar cerita dari ayahnya.

"Aku juga hanya mendengarnya saja dari tuan Yang Meng," jawab Huang Nan Yu menambahkan.

Seno mengarahkan pandangannya pada Suro yang tersenyum, kemudian kembali melanjutkan, "Pukulan yang akan dilakukan oleh orang yang bernama Abiyoso itu adalah jenis pukulan campuran tenaga dalam dan rapalan mantera yang dikenal dengan Ajian Seribu Kati. Pukulannya sanggup menumbangkan pohon besar dari jarak jauh. Jika tenaga dalam kita lemah, dampaknya orang bisa langsung tewas seketika jika terkena pukulan itu. Tidak akan bisa dibendung dengan tangkisan sehebat apapun. Jadi untuk menghadapinya harus memiliki tenaga dalam yang besar, atau jika tidak, harus berupaya untuk berkelit atau menghindar. Karena sifatnya energi, maka harus dilawan dengan energi juga. Sebab itulah aku menyerang dan mengikatnya dengan energi tenaga dalam."

Mereka berdua terlihat mengangguk sambil mencerna apa yang dijelaskan oleh Seno.

"Tetapi, kakangmas," Suro menyela, "Aliran tenaga dalam milik bibi Nan Yu masih sanggup untuk menghadapinya, bahkan mungkin memusnahkan energi pukulan dari orang itu. Itu bisa terjadi jika saat diserang, bibi Nan Yu sudah mempersiapkan diri."

Seno memandang penasaran pada Suro, "Bagaimana bisa?"

Tampaknya, Huang Nan Yu sama herannya seperti Suro, makanya ia terlihat antusias begitu Suro mengatakan tentang tenaga dalam yang dimilikinya. Selama ini, ia memang tahu kalau orang yang mempelajari kungfu Tai Chi secara benar dan tepat akan membangkitkan energi tenaga dalam. Hanya saja, tenaga dalam yang ada dalam tubuhnya hanya bermanfaat untuk pengobatan diri dan orang lain. Untuk menyerang seperti yang dikatakan oleh Seno, ia tidak tahu.

Suro mengangguk, "Secara energi yang muncul, gelombang aliran tenaga dalam yang muncul dari gerakan Tai Chi sangat mirip dengan aliran Cempaka Putih, sifatnya menyerap. Perbedaannya hanya pada kontrol penggendalian. Aliran Cempaka Putih bisa digunakan sesuai dengan keperluan atau niat hati. Makanya ketika berlatih Tai Chi, energinya bisa menyatu dan selaras pada tubuhku."

Seno tertegun sejenak, dahinya berkerut tanda ia sedang memikirkan sesuatu.

"Aku jadi ingin mempelajarinya juga," Seno kemudian berucap, kemudian mengangkat kepalanya memandang Huang Nan Yu.

Wanita tua itu menyungging senyum dan mengangguk-angguk beberapa kali, isyarat kalau ia bersedia mengajarkan gerakan Kungfu Tai Chi pada Seno.

"Boleh," Huang Nan Yu menjawab singkat.


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C94
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk