Unduh Aplikasi
27% My Soully Angel (Jodoh Sang Dewa Api) / Chapter 27: Bab 27

Bab 27: Bab 27

Keheningan terjadi sesaat kemudian.

"Ya, mungkin saja aku akan melakukan hal yang sama, bahkan dengan sepenuh hati akan memperlakukanmu dengan sangat istimewa mengingat dahulu aku sangat menginginkanmu seutuhnya," jawab Yafizan tegas.

Tamara meneteskan air matanya tanda penyesalan diri. Sungguh ia yang seharusnya berada di samping Yafizan, memakai gaun pengantin yang indah dan diperlakukan dengan penuh cinta.

"Ini sudah larut malam. Sebaiknya kau beristirahat saja di sini. Rona akan menyiapkan kamar tamu untukmu," ujar Yafizan tak menatap wajah Tamara karena ia terus terfukos memandangi foto yang ada di layar ponselnya.

"Kenapa harus di kamar tamu? Kenapa kita tidak tidur bersama saja di sini? Bukankah kita sudah pernah melakukannya, kenapa kau masih saja merasa canggung?" sahut Tamara yang kesal karena Yafizan mengacuhkan keberadaannya dan malah memperlakukannya sebagai orang lain.

Karena kesal ucapannya tak dihiraukan, Tamara meraih ponsel yang berada di tangan Yafizan kembali lalu melempar dan membantingnya dengan keras ke sembarang arah di kamar itu dan PRAKKK suara pantulan ponsel tersebut berserakan jatuh ke lantai. Dengan perasaan cemas yang mendera dalam jiwanya, Yafizan segera memungut ponselnya yang retak dan tak menyala lagi. Ia tak bisa melihat foto-foto yang sedaritadi dipandanginya terus menerus.

Bara api dalam jiwanya kembali memuncak. Cahaya jingga di tangannya berubah menjadi merah. Padahal sekuat tenaga ia mencoba menahan agar luapan emosinya tidak merusak apapun atau menyakiti siapapun. Yafizan merasa sungguh ingin memberi pelajaran pada Tamara. Walaupun perempuan itu masih ada nilai khusus dalam hidupnya. Namun diurungkannya kembali dan berusaha untuk menahannya. Hal itu membuat dirinya kesakitan teramat dalam.

"Pergi dari sini segera!" usir Yafizan pada Tamara yang saat itu sudah ketakutan ketika ia melihat iris mata Yafizan berubah menjadi merah seakan ingin menerkamnya hingga tak bersisa.

"Ada apa ini?" sahut Rona yang panik karena mendengar keributan ketika ia berada di bawah tadi.

"Rona, cepat bawa Tamara dari sini segera! Pesankan taksi untuk mengantarnya pulang!" perintah Yafizan yang di dipatuhi Rona segera.

Tamara tak berkutik, perasaan kesal mendera seluruh jiwanya. Dia tidak menerima diperlakukan seperti itu. Tak bicara lagi Tamara akhirnya pergi meninggalkan Yafizan, bagi Tamara pria yang ada dihadapannya seperti orang yang sedang kumat gilanya.

Rona memesan taksi untuk mengantar Tamara pulang. Dengan sabar Rona terus mengawasi dan memastikan Tamara masuk ke dalam mobil lalu menghilang ke luar gerbang. Rona segera berlari menghampiri Yafizan. Tergesa-gesa ia segera memastikan apa yang terjadi.

Rona sampai di depan pintu kamar yang terbuka, dilihatnya majikan yang sedang terduduk lesu di lantai sambil terus memandangi ponselnya yang sudah retak. Ia memukul-mukul lalu ditekannya tombol aktivasi ponselnya itu berkali-kali ke telapak tangannya berharap ponselnya bisa menyala kembali. Dengan kesal ia berteriak lalu  melemparkan ponselnya hingga hancur karena tanda-tanda kehidupan tak kunjung terlihat dari ponselnya.

"Kenapa? Ada apa? Apa yang terjadi? Kenapa kau membanting ponselmu itu?" tanya Rona yang panik dan penasaran.

"ARGHHH!! Brengsek! Sialan! Ponsel yang paling mahal dan paling canggih pun jika dilempar seperti ini tetap saja hancur dan mati," kesal Yafizan.

Rona cemas karena ia melihat cahaya merah terus membara di telapak tangan bosnya. Matanya pun memerah tanda Yafizan takkan bisa mengontrol emosinya lebih jauh lagi. Takut-takut ia menyakiti atau bahkan menghancurkan sesuatu di sekitarnya, bahkan jika dia bisa terus memaksakan dan bisa menahannya, resiko tinggi akan terjadi padanya.

Yafizan bisa membahayakan dirinya sendiri.

"Ron...Ron...cepat hubungi Naomi! Suruh dia mengirimkan foto-foto yang dikirimnya tadi padaku ke ponselmu itu!" perintah Yafizan.

"Foto apa?" tanya Rona.

"Cepat dan tak usah banyak bertanya!" teriak Yafizan lagi.

"Tenang Bos, tenangkan dirimu, oke!" Rona berusaha menenangkan. Lalu ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Naomi. Namun pesan yang ia kirimkan belum dibaca sama sekali. Dihubunginya berkali-kali namun hanya suara operator yang memberitahu jika nomor yang dituju sedang berada di luar jangkauan. Rona semakin cemas, keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuhnya karena melihat ekspresi Yafizan yang sudah seperti monster jahat.

Rona mencoba menghubungi telepon kantor butiknya. Panggilannya tersambung namun di seberang sana, seorang karyawati yang bekerja di butik tersebut memberitahu Rona jika Naomi sedang menghadiri acara seminar di Paris. Lutut Rona bergetar hebat, tiba-tiba ruangannya terasa semakin dingin bagai berada di dalam freezer. Ragu-ragu ia memberitahukan jika Naomi untuk sementara waktu tak bisa dihubungi.

Yafizan semakin mengamuk. Dia tak peduli bagaimanapun caranya foto-foto yang dikirim Naomi harus ada sekarang. Rona semakin bingung tak tahu harus apalagi.

Yafizan merasakan sakit luar biasa di kepalanya. Suhu tubuhnya terasa sangat panas karena dengan sekuat tenaga ia mencoba untuk menahan energi panas itu dari tubuhnya agar tak ada yang terluka ataupun tersakiti karena perbuatannya. Dirinya meronta kesakitan yang luar biasa.

Rona memapah Yafizan untuk berbaring di tempat tidur. Dengan keahlian yang dimilikinya ia mencoba agar Yafizan bisa tenang walaupun sedikit. Rona sadar ia tak bisa lagi menggunakan keahliannya menghilangkan memori seseorang hanya karena agar orang itu tidak ingat dan merasakan rasa kesakitan yang dimiliki. Rona tahu berkali-kali menggunakan metode itu pada tuannya, hanya akan membuat tuannya semakin menderita dan kesakitan.

Apa yang harus hamba lakukan, Yang Mulia?...

Rona memungut ponsel Yafizan yang berserakan di lantai. Sebenarnya foto apa yang Yafizan maksud yang dikirim Naomi dengan begitu paniknya seperti itu? Ahh, dia baru menyadari mungkin foto-foto hari pernikahannya waktu itu.

Soully, Ya, hanya Soully yang bisa meredamkan kesakitan yang dirasakan tuannya itu. Rona tahu derita Yafizan takkan bisa disembuhkan oleh dokter ahli manapun.

Sebisa mungkin Rona berusaha menghubungi Erick kembali. Berharap hati Erick akan luluh. Namun lagi-lagi Erick me-reject panggilannya.

"Apa harus dengan cara yang lebih kasar agar Soully mau pulang ikut bersamaku?" gumam Rona kesal. "Ya, aku rasa begitu. Maafkan Soully tapi aku sangat membutuhkan bantuanmu saat ini." tutur Rona. Lalu ia menghilang sekilat teleportasi.

***

Hanya dalam sekejap mata Rona sudah berada di rumah Erick. Ya, tak bisa dipungkiri sebenarnya kemampuan titisan para Dewa itu bisa saja digunakan bahkan dalam keadaan yang genting sekalipun.

"Dokter Erick, maafkan hamba menerobos masuk ke dalam rumahmu," ucap Rona tiba-tiba lalu melumpuhkan Erick di titik sarafnya diam-diam saat Erick lengah dan kini pingsan.

Rona bergegas masuk mencari-cari Soully di setiap kamar di rumah itu. Hingga akhirnya ia menemukan sosok tubuh yang dikenalnya dengan sangat baik yang kini sedang terlelap. Wajahnya yang polos memang tak bisa dipungkiri bahkan hanya dengan memandangnya sekejap saja bisa membuat orang jatuh hati padanya dan membuat hati tenang. Soully sungguh cantik bahkan ketika ia tertidur. Rona berfikir bagaimana mungkin Yafizan tidak tergila-gila dengan perempuan ini dan masih saja mengharapkan Tamara. Padahal hanya dengan sikap posesif saat memaksakan kehendaknya itu adalah kesungguhan hati yang tak ingin apa yang dimilikinya diambil orang lain.

"Soully..." ucap Rona pelan seraya membangunkan Soully yang sedang tidur lelap itu.

Suara Rona lansgung membuat Soully membuka matanya bulat. Ya, Soully tipe orang yang hanya dengan panggilan suara pelan saja bisa membuatnya terbangun dengan cepat.

"Kak Rona..."

"Ssstt...maafkan aku, tapi kau harus ikut aku sekarang juga," ucap Rona pelan dan tak ingin Soully terus bertanya-tanya.

Rona memegang tangan Soully lalu dengan sekejap mata lagi mereka tiba di mansion. Soully sungguh tak percaya dengan apa yang dialaminya. Dulu, saat konferensi pers Erick pun bisa melakukan hal ini.

Sebenarnya siapa kalian, apa kalian ini sebenarnya?

Benak Soully yang terus bertanya membuat Rona menyadari hanya dengan melihat ekspresi wajahnya. "Aku akan menjelaskannya nanti," ujar Rona membuat Soully tak percaya dia tahu apa yang difikirkan Soully.

"Kenapa...Kak Rona mengajakku ke sini?" tanya Soully ragu.

"Hei, kenapa kau malah bertanya seperti itu? Ini tempat tinggalmu, bukan? Ini rumahmu dan aku mengajakmu pulang setelah dokter Erick membawamu kabur," hardik Rona dan Soully hanya terdiam.

"Aku tahu, tapi sebaiknya aku tak pernah kembali ke sini lagi. Aku..." Soully mengingat bagaimana Yafizan memperlakukanya kemarin. Buliran bening di sudut matanya tak bisa ia kendalikan hingga mengalir dengan cepat.

"Hei...jangan menangis kumohon..." Rona merasa iba. Ia tahu perlakuan Yafizan memang mengecewakan dan dapat menyakiti perasaan siapapun jika diperlakukan seperti itu.

Soully berjongkok di lantai, dengan segala luapan emosinya ia menangis sejadinya. Kejadian kemarin memang masih melekat dalam ingatannya walaupun hari ini Yafizan sudah meminta maaf padanya dan berlaku jahil padanya.

***

Yafizan masih terbaring kesakitan di tempat tidurnya. Sekilas ia mendengar sayup-sayup Soully yang sedang menangis seolah dalam mimpinya. Keringat dingin sudah membanjiri seluruh keningnya.

Jangan menangis...kumohon jangan menangis...

Kata-kata itu terus terucap dari mulut Yafizan yang tak sadarkan diri menahan kesakitannya.

Suara tangisan Soully mulai menghilang. Rona yang hampir sepuluh menit bersabar dan menunggu Soully meluapkan segala penat yang ada dalam jiwanya. Soully mengusap sisa-sisa air matanya. Lalu beranjak berdiri yang dibantu oleh Rona karena kakinya merasa kesemutan setelah cukup lama ia berjongkok.

"Maafkan aku...aku hanya..." ucap Soully terhenti ketika Rona menancapkan jari telunjuknya pada bibir Soully.

"Tak apa. Aku mengerti," sahut Rona.

"Di mana Tuan Mes...sum itu?" tanya Soully yang membuat Rona menyeringai. Soully tetap saja Soully. Saat sedih pun Soully tetap perempuan yang sangat berani dan tak egois.

"Dia di kamar kalian," jawab Rona. "Mungkin setelah ini kau akan mengetahui rahasia kami. Tapi aku harap kau takkan kaget setelah mengetahui ini," sambungnya.

Soully mengerutkan kening sejenak ia masih belum mengerti apa yang diucapkan Rona.

"Cepatlah naik ke atas. Suamimu mungkin sangat merindukan dan membutuhkanmu saat ini," ujar Rona.

Soully mengerucutkan bibirnya saat mendengar Rona berbicara seperti itu.

"Tsk, rindu apanya. Yang ada pria itu akan mengomeliku terus-terusan," pekik Soully dan Rona hanya tersenyum tipis ketika melihat punggung Soully yang berjalan menjauh dari pandangannya menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Kali ini, semoga kau bisa menuntaskan semua masalah yang terjadi. Aku mengandalkanmu, Nona kecil," benak Rona tersenyum ironi penuh pengharapan.

***

Bersambung...

Author : Gimana, seru gak?

Reader : Nggaakk

Author : Yahhh...seru donkk

Reader : Iyahh seru bingitsss 😍

Author : Klo gitu jangan lupa kasi Like & Comment juga Vote yah 😉 Hohoho


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C27
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk