Setelah mengirim pesan WhatsApp kepada sahabatnya beberapa hari lalu, Pak Wijaya pun mengajaknya untuk bertemu langsung. Itulah mengapa di hari yang cerah itu ia tengah duduk di sebuah kedai kopi yang lokasinya cukup jauh dari kiosnya. Ia telah memesan segelas kopi susu favoritnya, dan telah habis setengah.
Tak lama kemudian, sahabat yang ditunggu pun tiba. Pak Wijaya bisa melihat sahabatnya tersebut memarkirkan mobil Fortuner di depan kedai kopi, dan berjalan masuk ke dalam.
Tubuh Pak Wijaya yang cukup besar pun langsung terlihat olehnya. Pria yang ditunggu itu langsung duduk di hadapan Pak Wijaya, tanpa menyapa atau berjabat tangan terlebih dahulu. Terasa hawa yang cukup dingin di antara keduanya.
"Mau minum dulu gak, Anggoro?" tanya Pak Wijaya kepada sahabat lamanya yang ternyata Om Anggoro, ayahnya Angel.
Tanpa mengindahkan pertanyaan Pak Wijaya, Om Anggoro langsung memanggil pelayan dan memesan segelas capuccino. Sang pelayan tersebut pun mengangguk dan meninggalkan kedua lelaki yang telah berumur lebih dari 50 tahun tersebut.
"Setelah bertahun-tahun, kamu tetap tidak berubah," ujar Pak Wijaya.
"Aku tidak punya waktu lama, Wijaya. Langsung saja katakan apa maksud kamu mengajak aku bertemu di sini?" gerutu Om Anggoro.
"Tidak ada maksud apa-apa Anggoro. Memangnya salah kalau aku mengajak bertemu seorang … Sahabat?" Pak Wijaya menyebut kata-kata 'Sahabat' dengan nada yang sinis.
Ingatan mereka berdua pun kembali ke masa-masa indah puluhan tahun yang lalu. Saat itu, mereka berdua masih merupakan sahabat baik karena sama-sama kuliah di kampus dan jurusan yang sama. Mereka selalu pergi jalan-jalan bersama, tertawa dan sedih bersama, hingga melakukan hal-hal gila bersama.
Namun situasi menyenangkan tersebut langsung berubah begitu Pak Wijaya mengetahui bahwa pacarnya yang telah dikencani selama beberapa tahun, ternyata justru bermain gila dengan sahabat baiknya sendiri. Suatu hari, ia sempat memergoki pacarnya tersebut sedang berkencan dengan Anggoro.
Tak lama kemudian, ia pun mendapat kabar bahwa pujaan hatinya tersebut memutuskan untuk menikah dengan Anggoro, seseorang yang sebenarnya sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Mereka kemudian melahirkan Angel sebagai buah cinta mereka.
Meski sempat gundah, Pak Wijaya akhirnya memang memutuskan untuk fokus pada hidupnya sendiri dan mencari pasangan hidup lain. Hidupnya cukup membaik ketika ia akhirnya bertemu dan menikah dengan Ibu dari Widia.
Namun ia tidak bisa menutupi bahwa ia masih punya perasaan cinta yang besar kepada Ibu dari Angel yang bernama Shinta. Ia bahkan sangat sedih ketika mantan kekasihnya tersebut meninggal karena sakit beberapa tahun yang lalu. Ia bahkan menyalahkan Om Anggoro yang ia anggap tidak bisa mengurus istri dengan baik, dan lebih banyak fokus pada urusan bisnis.
Dari rentetan kejadian itu, Pak Wijaya seperti menyimpan dendam yang kuat kepada mantan sahabatnya tersebut. Karena itu, ketika mengetahui bahwa Om Anggoro sudah di Jakarta, ia pun memutuskan untuk bertemu langsung dengannya. Tidak untuk bicara apa-apa, hanya untuk melihat wajahnya, dan mungkin meluapkan sedikit kekesalan yang telah lama tersimpan di dalam dada.
"Kamu masih marah padaku soal masalah yang sudah lewat puluhan tahun?" tanya Om Anggoro.
"Menurutmu hal ini mungkin masalah biasa. Namun untukku, urusan ini adalah segalanya," jawab Pak Wijaya ketus.
"Aku tahu betapa berartinya Shinta bagimu. Kita sama-sama menyayanginya, Wijaya. Aku pun tak kalah sedih denganmu ketika ia meninggal. Namun kita harus belajar untuk melupakan semuanya dan memulai lembaran baru," ujar Om Anggoro.
Pak Wijaya tidak menggubris dan menghindari tatapan tajam Om Anggoro. Tak lama kemudian, minuman Om Anggoro datang. Komunikasi mereka berdua pun perlahan mulai mencair setelah itu.
Om Anggoro mulai bertanya-tanya tentang bisnis Pak Wijaya, yang kemudian dibalas dengan jawaban yang lengkap, meski masih dengan nada acuh. Sebaliknya, Pak Wijaya juga mulai bertanya-tanya tentang kesibukan Om Anggoro di Jakarta. Mereka berdua bahkan masih sempat mengobrol tentang masa lalu mereka yang penuh dengan kejayaan masa muda. Namun apabila diperhatikan, masih ada rasa canggung pada gaya bicara mereka berdua.
Tanpa terasa, kopi mereka telah habis. Mereka pun seperti sudah kehabisan bahan pembicaraan, sehingga hanya saling beradu pandang saja. Tiba-tiba, ada seorang perempuan muda berkacamata yang masuk ke kedai kopi tersebut dan menghampiri mereka. Perempuan tersebut mengenakan baju panjang berwarna pink, rok putih. Ia berjalan dengan anggun ke meja yang ditempati oleh Pak Wijaya dan Om Anggoro.
"Halo, Ayah. Om Wijaya," sapa Angel kepada kedua pria tua tersebut. Ia pun tak lupa untuk menyalami tangan ayahnya dan ayah Widia.
Pak Wijaya pun tersenyum karena bisa kembali merasakan halusnya kulit wajah perempuan cantik nan seksi tersebut. Namun ia tetap menjaga pandangannya, karena ia tidak ingin Om Anggoro mengetahui bahwa dirinya mempunyai perasaan yang berbeda kepada anak gadisnya tersebut.
"Sudah puas jalan-jalannya?" Tanya Om Anggoro kepada anaknya, yang langsung mengisi bangku ketiga di meja tersebut.
"Sudah, Yah. Ayah masih lama ngobrolnya?" Tanya Angel sambil tersenyum kepada ayahnya dan Pak Wijaya.
Om Anggoro memandang tajam ke arah mata Pak Wijaya.
"Sudah kok, kami sudah puas membicarakan masa lalu kami," jawab Om Anggoro ketus.
Pak Wijaya hanya tersenyum mendengarnya.
"Baiklah Wijaya, aku pulang dulu," ujar Om Anggoro sembali berdiri. Ia pun mengangkat tangannya, menawarkan Pak Wijaya untuk bersalaman. Hal itu ia lakukan hanya agar Angel tidak mencium sesuatu yang janggal tentang hubungan mereka berdua.
Pak Wijaya pun ikut berdiri dan membalas jabatan tangan tersebut,
"Hati-hati di jalan Anggoro, Angel."
Ayah Widia tersebut kembali duduk ketika Om Anggoro dan Angel beranjak keluar. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, dan berusaha menikmati keindahan tubuh Angel dari belakang. Atasan berwarna pink yang menutupi tubuh Angel sampai setengah paha tidak mampu menghalangi Pak Wijaya dari membayangkan postur indah di baliknya.
Karena itu, Pak Wijaya cukup kaget ketika Angel berhenti sejenak sebelum keluar dari pintu kedai kopi. Perempuan cantik tersebut menyempatkan diri untuk menoleh dan memandang ke arahnya kemudian tersenyum. Mau tak mau, Pak Wijaya pun membalas senyuman tersebut, meski ia tidak tahu apa arti senyuman tersebut.
Ketika mereka berdua telah pergi, Pak Wijaya pun kembali memesan gelas kopi kedua. Sembari menunggu, ia pun kembali melamun, alangkah indahnya apabila ia bisa memeluk tubuh indah Angel dan menindihnya di atas ranjang. Lenguhan perempuan muda tersebut pasti akan membuatnya sangat terangsang.
"Sampai kapan pun, aku akan tetap menyimpan dendam untukmu, Anggoro," gumam Pak Wijaya.
Angel dan Om Anggoro sendiri langsung menuju rumah dengan mobil Fortuner mereka. Keduanya tak banyak bicara, hingga akhirnya Angel membuka pembicaraan.
"Ayah, minggu depan aku mau main ke rumah Widia ya. Boleh kan?"
"Boleh saja, sampai menginap tidak?" Tubuh Widia yang montok kembali menyeruak di pikiran Om Anggoro, termasuk payudaranya yang besar dan membusung.
"Lihat nanti sih, kalau memang seru yang mungkin bisa sampai menginap," ujar Angel sambil tersenyum ke arah ayahnya.
"Ya sudah, boleh kok. Terserah kamu saja, Nak," jawab Om Anggoro. Angel pun tersenyum mendengar jawaban tersebut.
Angel kembali memandangi smartphone miliknya. Ia kembali membuka akun Facebook, dan melihat sebuah notifikasi yang terus ia perhatikan sejak beberapa hari yang lalu. Ia pun tak bisa berhenti tersenyum melihat notifikasi itu. Notifikasi tersebut bertuliskan "Wijaya Hidayat menyukai foto anda".
^^^