Unduh Aplikasi
26.66% Pengabdi Birahi / Chapter 4: Pengabdi 4

Bab 4: Pengabdi 4

Arfan yang baru keluar dari kamar mandi dengan imajinasi dan selangkangannya yang belum normal, ternyata kembali mendapat sajian pemandangan yang menakjubkan. Kedua matanya dengan jelas bisa berlama-lama memandangi tubuh bagian belakang Widia yang benar-benar sempurna dan menggoda. Pantatnya bulat dan besar, bahunya indah dengan rambut yang tergerai setengah punggung.

Batang kejantan Arfan yang memang ukurannya diatas rata-rata pun semakin keras beraksi karena otak sang empunya sedang melayang kemana-mana. Pemuda keturunan Indonesia Timur itu bahkan kini sedang membayangkan Widia berdiri telanjang bulat membelakanginya.

"Hujannya sudah reda ya, Wid?" tanya Arfan mengejutkan Widia yang sedang memandangi hujan yang sudah mulai sedikit reda.

Widia membalikkan badan dan menghadap Arfan. Tampak ia kembali tertegun sejenak. Dua bola matanya tak bisa dikendalikan untuk tidak kembali tertuju pada bagian tubuh Arfan yang sedang dipikirkannya. Sorot matanya nanar menatap selangkangan Arfan yang tampak semakin terlihat membesar.

"Wid?" tegur Arfan membuyarkan lamunan Widia.

Sontak saja mata wanita itu segera beralih menatap wajah Arfan yang berkulit hitam manis, rambut pendek keriting khas Indonesia Timur. Widia tersenyum manis penuh arti membalas senyuman Arfan yang juga sangat manis.

"Eh, iya Fan. Sudah sedikit reda."

"Oke, aku langsung pulang deh kalau begitu."

"Loh, buru-buru?" tanya Widia dengan tatapan yang sedikit kecewa.

"Iya, takut nanti hujan lagi," jawab Arfan ringan.

"Baiklah kalau begitu. Hati-hati yah."

Arfan pun langsung menghampiri motornya dan menyalakan mesin. Dalam waktu beberapa detik, ia sudah melajukan motor tersebut. Tak lupa dia melirik ke arah spion untuk memandangi perempuan cantik nan seksi pacar sahabtanya yang masih berdiri di depan rumahnya.

'Ah, Widia …' gumam Arfan dalam hati.

Widia benar-benar kecewa saat Arfan pulang. Entah mengapa hatinya mulai diliputi rasa penasaran untuk sesegera mungkin mengetahui apakah tonjolan pada selangkangan lelaki itu bisa bertambah besar lagi jika terus menatap dirinya. Terlebih lagi Widia sangat ingin membuktikan secara langsung bagaimana bentuknya dan seberapa besar dan panjang ukurannya benda dibalik celana Arfan itu.

Wajah Arfan memang tidak terlalu tampan, hanya senyumnya memang sangat manis. Postur tubuhnya walau tinggi namun cenderung gempal. Sesungguhnya dia tidak termasuk dalam kategori selera Widia. Walau usianya tak jauh dengan Rezgy pacaranya, namun penampilan dan ketampanannya jauh kemana-mana.

Wajah dan penampilan fisik Rezgy terlalu jauh jika harus dibandingkan dengan Arfan. Namun apa yang baru saja dilihatnya sukses membuat Widia sejenak lupa dengan hal itu.

Tonjolan selangkangan Arfan yang menujukan ukuran kjantanan yang dimilikinya benar-benar membuat Widia lupa dengan pacarnya yang ganteng namun selangkangannya terlihat terlalu biasa. Widia bahkan hampir tak pernah memperhatikan bagian itu secara spesifik karena saking biasanya. Celana Rezgy tak pernah menyembul sebesar itu seperti celananya Arfan.

Ketika Arfan telah menghilang dari pandangannya, Widia pun sadar akan kenyataan yang ada. Namun kesadaran itu tidak menghentikannya untuk mengkhayalkan dan terus menebak-nebak ukuran isi celana Young Ambon itu. Akirnya Widia segera masuk ke kamarnya, lalu menanggalkan seluruh pakaiannya.

Dalam keadaan hanya memakai dalaman, dia mematut diri depan cermin mengagumi keindahan dan keseksian tubuhnya yang nyaris sempurna dengan kulit putih mulus, buah dada dan pantat yang membusung. Pantas saja selangkangan Arfan seketika mengembang. Arfan dan Widia sudah sering berjumpa, namun baru kali ini Widia menemui Arfan dengan pakaian santai yang sangat seksi itu.

Perlahan Widia meremasi payudaranya, sambil memejamkan mata. Membayangkan tonjolan selangkangan Arfan saat ini ada di depannya. Dia bahkan mengkhayalkan jika Arfan sedang memeluknya dari belakang sambil menempelkan dan mengotang-goyangkan selangkangannya yang menyembul itu di pantannya yang montok.

Widia terus mencmbu dirinya dengan penuh gairh hingga akhirnya

"Aaaa… aaaah Arfan, terus gesekan Sayang. Aaah sentuhkan punyamu di tubuhku, aaaah," lenguh Widia saat sekujur tubuhnya mulai tak kuasa berdiri menahan dorongan cairan nikmat yang memaksa meluncur dari lubang kewanitaanya.

Widia limbung hingga akhirnya terlentang lemas di atas kasur tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh montoknya. Wajahnya tampak cerah merah jambu, sedikit keringat membasahi kening dan hidungnya. Napasnya pun sedikit memburu dan bibirnya tersenyum penuh kepuasan.

"Arfan, kapan aku bisa mendapat kepuasan darimu," desah Widia sebelum akhirnya dia tertidur dalam keadaan bugil di kamarnya.

Setelah menyandang Sarjana, Widia sempat merasakan betapa beratnya menjadi budak korporat dengan beban dan jam kerja yang tidak menentu. Tak jarang ia masuk pagi dan terpaksa pulang menjelang pagi keesokannya. Sementara siangnya harus kembali masuk kantor. Hal tersebut tak asing terjadi di perusahaan konsultan tempatnya bekerja.

Lelah dengan kondisi tersebut, Widia memutuskan untuk keluar dan kembali membantu usaha keluarganya. Terlebih lagi, ia melihat kondisi papanya yang sudah tidak muda lagi. Semangat Papanya semakin menurun setelah menjadi single parent. Widia tak menginginkan bisnis keluarganya berhenti karena tidak ada yang melanjutkan.

Widia memilih keluar dari perusahaan tempatnya bekerja, karena ingin kembali bebas mengatur hari-harinya. Bebas menentukan sendiri jadwal bertemu dengan pacar atau hang out dengan teman-temannya di tempat biasa. Hal yang sangat sulit bisa dia lakukan saat dirinya berstatus karyawan.

Bisnis fashion keluarganya tidak perlu dikelola secara mendetail. Widia hanya perlu memastikan semua transaksi dan pengiriman berjalan lancar. Untuk urusan produksi dan suplai barang, sang ayah masih bisa menanganinya. Apabila pekerjaannya sudah beres, Widia pun bebas untuk pergi ke mana saja.

Seperti hari ini, Widia memilih untuk pergi ke sebuah mall. Tidak ada rencana membeli apa pun, hanya sekadar ingin berkeliling dan melepas penat. Widia merupakan sosok perempuan yang tidak suka pergi sendirian. Karena itu, ia sebenarnya telah coba mengajak pacarnya, Rezgy namun selalu saja ada alasan untuk tidak bisa.

Widia duduk di sebuah foodcourt, sembari menunggu seseorang.

"Halo Widia, apa kabar?" sapa Angel sambil menempelkan pipinya yang halus ke pipi Widia.

"Pake nanya kabar segala, kayak orang jauh aja," ujar Widia. "Halo Om Anggoro," lanjut Widia menyapa ayahnya Angel yang mengantar anaknya.

"Apa kabar Widia? Kalau Om yang nanya kabar boleh? Om kan sudah lama gak ketemu kamu, hee," canda ayah Angel.

"Baik, Om. Iya, kita terakhir ketemu waktu kami lulus SMA kan? Setelah itu Om sibuk mondar mandir Australia," timpal Widia.

"Iya, Widia ingat aja. Sekarang Om sudah fokus bisnis di Indonesia, jadi akan lebih sering berada di sini," balas Om Anggoro.

"Bagus dong, Om. Biar Angel ada temennya, gak main sama Bi Inah terus, hee," ledek Widia.

Angel memang mempunyai nasib yang sama malangnya dengan Widia. Ibunya juga telah tiada, sejak Angel dan Widia masih duduk di bangku SMA. Karena itu Angel pun terus setia menemani Widia ketika ibunda Widia pun meninggal, karena ia mengerti betul beratnya ditinggal oleh seorang ibu.

Angel sendiri merupakan anak tunggal. Ia juga belum mempunyai pacar. Karena itu, ketika ayahnya sibuk mengurus bisnis di luar negeri, praktis Angel hanya berdua di rumah dengan Bi Inah, pembantunya. Hanya Widia sahabat yang setia menemaninya apabila ia butuh teman untuk ngobrol.

"Ya sudah, Om tinggal dulu yah. Harus balik kerja lagi nih," ujar Pak Anggoro.

"Oke, Om. Hati-hati di jalan."

"Dah, Ayah."

Setelah Om Anggoro pergi, Angel dan Widia pun langsung berkeliling mall. Mereka melihat-lihat pakaian, sepatu, hingga buku. Setelah puas dan lelah berputar-putar di mall, mereka pun kembali ke food court untuk mengobati rasa lapar.

Angel tampak anggun sekali dengan baju terusan berwarna oranye. Kacamata yang bergantung di atas hidungnya menambahkan kesan berkelas pada dirinya.

"By the way, gimana kamu sama Rezgy, Wid," tanya Angel.

"Ya masih gitu gitu aja. Kadang dia bisa romantis banget, tapi kadang juga susah banget diajak jalan. Seperti hari ini. Aku ajak jalan aja tetap gak bisa," jawab Widia.

"Hmm, mungkin dia ada cewek lain," ujar Angel sambil menengguk capuccino panas pesanannya.

"Husshh, sembarangan," tanggap Widia.

"Atau jangan-jangan … kamu yang punya cowok lain. Hayo ngaku?" selidik Angel.

Widia sedikit tersentak. Walau kata-kata Angel hanya sekadar bercanda yang ingin mengejeknya. Namun perkataan itu membuatnya teringat kembali dengan kejadian kemarin sore saat hatinya mengagumi Arfan. Tiba-tiba Widia tersenyum entah untuk apa dan untuk siapa.

"Loh, kok malah senyum-senyum. Berarti beneran ada yang lain tuh," ledek Angel.

"Hush, sembarangan. Gak ada siapa-siapa kok," sangkal Widia cepat. "Kamu sendiri gimana kerjaan di Bimbel?"

"Lancar, aku merasa pas kerja di situ. Aku suka banget komunikasi dengan anak-anak, dan yang terpenting aku menjadi banyak mengenal karakter orang dari hal yang sebelumnya tak pernah aku duga. Luar biasa," terang Angel.

Mereka berdua pun terus berbincang santai sampai akhirnya berpisah dan kembali ke rumah masing-masing.

^^^


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C4
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk