Unduh Aplikasi
25% CAROLINE / Chapter 63: Chapter 63

Bab 63: Chapter 63

Kupikir kami akan melakukan sesuatu di kamar... atau paling tidak mengobrol.

Tapi Alex benar-benar tidur, dan Ia tidur dengan sangat pulas hingga mendengkur.

Sambil menopang dagu aku memandang wajah rileksnya saat tertidur. Kelihatannya Ia benar-benar lelah karena jadwalnya yang padat akhir-akhir ini. Belum lagi ditambah harus melatihku selama dua jam setiap harinya.

Kapan semua ini akan berakhir? Setelah masalah dengan Edward Adler dan Dimitri Stratovsky selesai?

Tidak, karena aku adalah Leykan selama aku masih hidup masalah seperti ini tidak akan pernah selesai.

Hidup sambil menyembunyikan diri dan dikejar-kejar seperti ini ternyata tidak terlalu menyenangkan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana Vincent bisa melalui hari-harinya selama bertahun-tahun dalam persembunyian.

Sendirian.

Setelah kupikir-pikir lagi, Vincent tidak memiliki teman atau Pack sebelum ini. Walaupun dulu Ia tinggal di kota yang berdekatan denganku tapi Ia tidak pernah menghubungiku sekali pun.

Mungkin sebelum ini kami pernah bertemu di jalan, tapi aku tidak menyadari kalau Ia pamanku.

Rasanya aneh diam-diam dilindungi oleh seseorang tapi kau tidak mengenalinya.

Kalau begitu aku harus memakluminya setiap kali Vincent bersikap menyebalkan.

Suara dengkuran Alex kembali mengalihkan perhatianku. Sedikit kerutan di keningnya membuat wajahnya terlihat kesal.

Ia pasti sedang bermimpi.

Aku tidak bisa menahan senyumku, dengan hati-hati kuratakan kerutan di keningnya dengan jari-jariku.

Pada akhirnya aku tidak bisa tidur sama sekali, karena sudah berjanji akan pergi ke bazaar bersama Annelise jam lima jadi aku memutuskan untuk bangun dan bersiap-siap.

Kupandang wajah Alex yang sedang tertidur untuk terakhir kalinya sebelum aku keluar dari kamar.

***

Annelise adalah mate Reagan, tapi Ia tidak tinggal di rumah Pack. Walaupun sudah mengenalnya sejak dulu tapi kami mulai dekat setelah Evelyn mengajaknya pergi menonton bersamaku juga.

Ia menjemputku tepat pukul lima sore. Evelyn juga ikut tapi kami akan bertemu langsung di bazaar nantinya.

Aku tidak tahu bazaar ini ternyata berada sangat dekat dengan sekolahku dulu.

Saking besarnya acara ini lebih cocok disebut festival daripada bazaar, bahkan karena banyaknya pengunjung akses dua jalan besar yang menuju langsung ke tempat itu sampai harus ditutup.

Annelise memarkir mobilnya di dekat sekolahku lalu kami melanjutkan dengan berjalan.

"Aku tidak tahu ada acara sebesar ini di sini." kataku padanya sambil memandang ke arah orang-orang yang sedang berjalan ke arah bazaar juga.

"Bazaar ini baru berlangsung tahun ini, walikota yang baru berencana menambah pemasukan pajak dengan menarik turis dari kota sekitar." jelasnya. Semakin dekat semakin banyak pula pengunjung yang mengerubungi jalan masuk menuju bazaar.

"Cara, kau membawa handphonemu kan?" tanya Annelise dengan sedikit nada khawatir, pandangannya tertuju pada kerumunan di depan kami.

Aku mengangguk sambil menunjuk ke arah tas kecilku. "Tenang saja, aku akan menghubungimu kalau kita terpisah."

Annelise menarik nafasnya sebelum menatapku dengan senyuman enggan, "Kita masih harus mencari Evelyn di tengah orang-orang ini."

Kami berdua berjalan masuk ke dalam bazaar sambil bergandengan tangan. Sepertinya walikota terpilih memang serius menarik turis melalui acara ini karena semua hiasan yang dipasang terlihat menarik.

Mulai dari lampu yang digantung sepanjang jalan, hiasan setiap stand, hingga bunga dan papan penunjuk jalan yang dipasang.

Bau gulali dan makanan yang dijual memenuhi udara malam di sekitar kami. Suara anak-anak yang berteriak dan hiruk pikuk para pengunjung terdengar bersahut-sahutan.

Aku dan Annelise mengobrol sambil mencari Evelyn di tengah kerumunan. Sesekali kami menandai stand makanan yang ingin kami coba nanti.

Beberapa kali kami berhenti karena teman Annelise menyapa kami. Rasanya sudah lama sekali aku tidak pergi ke tempat seramai ini.

Sebenarnya aku ingin mengajak Alex juga, tapi tidurnya sangat nyenyak hingga aku tidak tega membangunkannya. Kurogoh tasku untuk mencari handphoneku, aku belum menghubungi Alex sejak tadi... sepertinya Ia sudah bangun saat ini.

Saat aku menemukan handphoneku dan mendongak lagi, Annelise sudah tidak ada di sebelahku.

"Sial." gerutuku. Aku tidak jadi menghubungi Alex lalu memasukkan handphoneku kembali ke dalam tas.

Seperti anak kecil yang tersesat aku berjalan sambil menoleh kesana kemari untuk mencari Annelise atau Evelyn. Beberapa kali aku mengirim pesan dan mencoba menelepon keduanya tapi masuk ke voice mail. Mungkin karena sangat ramai, suara dari handphone mereka tidak kedengaran.

Pandanganku tertuju pada layar handphoneku terus hingga beberapa kali aku menabrak orang-orang di sekitarku.

"Oh... maaf." gumamku sekilas sebelum kembali berjalan dan mencari keduanya.

Tiba-tiba sebuah tangan menarik pundakku saat aku hampir menabrak orang lain lagi.

"Hati-hati." tegur pria di sebelahku.

Aku menoleh terkejut ke sebelahku tapi pria tinggi itu sudah berjalan mendahuluiku. "Terima kasih!" ucapku dengan agak keras agar Ia bisa mendengarnya.

Semakin malam bazaar ini terasa semakin ramai, dan aku masih belum bisa menemukan Annelise atau Evelyn. Jika aku belum bisa bertemu keduanya mungkin aku akan kembali ke parkiran mobil dan menunggu mereka disana saja.

Aku ingin membeli minuman, tapi bodohnya aku lupa tidak membawa dompetku.

Apa sebaiknya aku mengirim pesan pada keduanya lalu meminta Alex menjemputku? Tempat ini terlalu ramai hingga aku sulit bergerak.

Sebuah tangan menggenggam tanganku dan menarikku ke depan. Aku tidak tahu siapa karena kerumunan yang ramai membuatku sulit melihatnya, tapi sepertinya orang di depanku ini salah menggenggam tanganku, mungkin Ia mengira aku orang lain.

"Halo! Tolong lepaskan tanganku!" kataku di tengah keramaian sambil berusaha menarik tanganku darinya. Tapi tangan besar itu tetap menggenggam erat tanganku.

Kami sudah hampir sampai di ujung bazaar yang lebih sepi.

"Tolong lepaskan tanganku! Kurasa anda salah orang!" ulangku lagi dengan heran karena aku yakin Ia sudah bisa mendengar suaraku kali ini.

Pria tinggi di depanku hanya diam saja. Aku yakin Ia pria yang sama yang menolongku tadi. Perasaanku jadi tidak enak.

Kutarik tanganku dengan sekuat tenaga sambil melihat sekelilingku yang sudah mulai sepi, Ia menarikku ke jalan satu arah yang lebih gelap dari jalan bazaar.

"Siapa kau?!" tanyaku dengan marah. "Aku akan berteriak!" ancamku saat tangannya semakin kuat mencengkeram pergelangan tanganku.

"Diam!" balasnya dengan suara rendah sebelum membalikkan badannya yang tinggi dan besar. Rambut hitamnya agak panjang hingga menyentuh bahunya.

Beberapa orang yang melewati jalan itu menoleh ke arah kami saat Ia membentakku. Aku masih merasa aman karena walaupun agak gelap jalan ini adalah jalan umum yang sering dilalui orang. Beberapa orang terlihat sedang merokok di dekat tong sampah. Sedangkan dua orang lain tadi masih berjalan sambil memandang kami dengan penasaran.

"Siapa kau?" tanyaku dengan heran. Aku tidak mengenali wajahnya sama sekali. "Tolong lepaskan aku sebelum aku berteriak dan melaporkanmu ke polisi!"

Ia hanya tertawa kecil lalu mengangkat tangannya untuk melihat jam tangannya sekilas.

Sambil terus menarik tanganku darinya aku menoleh ke pasangan yang melewati kami sebelumnya. "Tolong! Ia tidak mau melepaskanku sejak tadi, aku tidak mengenal pria ini!"

Kedua pasangan itu melihat ke arah jalan utama sekilas lalu kembali berjalan ke arah kami. Rasa lega langsung menyelimutiku saat melihat keduanya.

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya wanita cantik yang mendekat ke arahku dengan nada bersimpati.

Aku mengangguk kecil, "Pria ini—"

"Aku tidak apa-apa, tapi wanita ini berisik sekali." gerutu pria yang menggenggam tanganku.

Tubuhku membeku terkejut.

"Mobilnya sudah di depan, ayo." balas wanita itu sebelum kembali meraih lengan pasangannya dan berjalan menjauh.

Kepalaku menoleh ke arah gerombolan muda-mudi yang tadi merokok di dekat tempat sampah. Mereka juga sedang berjalan mengikuti kami.

Baru saat itulah aku menyadari kebodohanku. Semua orang disini adalah komplotan pria ini.

Teriakanku hanya bertahan selama beberapa detik karena pria besar itu membekap mulutku lalu menyeretku ke pinggiran gang.

Sebuah mobil van berwarna hitam sudah menunggu kami dengan pintu terbuka.


PERTIMBANGAN PENCIPTA
ceciliaccm ceciliaccm

Hai! Manteman besok ijin libur sehari ya, mau pindah rumah duluuu

Hari Selasa kita lanjut ;)

Terima kasih sudah baca!

Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C63
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk