Unduh Aplikasi
9.55% PROMISE (a way to find a love) / Chapter 43: Canggung

Bab 43: Canggung

Hari telah larut, Rayhan tidak tahu selama apa ia tertidur sampai ia terbangun dan mendapati William tengah duduk disisinya sambil mengompres keningnya.

Tapi lebih dari perlakuan tidak terduga yang William lakukan padanya, Rayhan lebih terusik dengan kalimat terakhir yang William katakan kepadanya sungguh mengingatkannya kepada kakaknya, Raffael.

Kakak yang telah meninggalkannya, pria yang sangat dibencinya sekaligus pria yang sangat ia rindukan.

Tapi William bukanlah Raffael, mungkin sakit membuatnya menjadi emosional sehingga ia memikirkan hal yang tidak masuk akal.

Bubur yang berada di meja dekat lampu tidur mengusik pandangannya, uap panas sudah tidak lagi mengepul, itu tandanya bubur sudah tidak lagi hangat namun Rayhan tetap memakannya.

Setiap suapan yang Rayhan makan, hatinya terasa menghangat, seperti mendapatkan perhatian yang sudah lama menghilang, Rayhan tidak bisa menahan air matanya sambil terus memakan buburnya hingga habis.

****

Rose mengerjapkan matanya beberapa kali ketika ia perlahan mulai terbangun dari tidurnya. Sayup-sayup ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, hari ternyata sudah larut dan badai sepertinya telah berlalu, terlihat dari terangnya sinar rembulan yang menyusup di balik celah-celah jendela yang tidak tertutup tirai.

Rose akhirnya menyadari jika ia sendirian dan William tidak bersamanya.

"Kemana dia?" Gumam Rose pelan.

Ia kemudian bergegas turun dari atas tempat tidur sambil mengikat rambutnya asal tapi tiba-tiba Rose mengingat tentang apa yang ia katakan kepada William siang tadi "Jangan menggangguku."

Lalu tiba-tiba terdengar suara berisik baling-baling pesawat, tanpa membuang waktu Rose segera mengintip dari jendela dan seperti dugaannya, sebuah pesawat helikopter terbang rendah sebelum akhirnya pergi menjauh.

Rose mendadak panik, mungkinkah William baru saja pergi meninggalkannya sendirian di pulau ini?

Tanpa berpikir lagi, Rose segera berlari keluar kamar tapi ia tidak memperhatikan langkahnya sehingga ia menabrak seseorang dan nyaris saja kehilangan keseimbangannya jika saja seseorang tidak menarik tubuhnya dan mendekap pinggangnya erat.

Nafas Rose memompa naik dan turun, ia begitu terkejut karena nyaris terjatuh serta merasa takut di tinggalkan oleh William tapi pria yang mendekapnya saat ini adalah William dan artinya William tidak meninggalkannya.

"Rosie, kamu baik-baik saja?" Tanya William yang merasa bingung karena Rose masih diam menatapnya.

"Rosie..." Panggil William sekali lagi.

"Aku kira kamu pergi meninggalkanku." Ucap Rose tanpa sadar, ia benar-benar terlihat seperti seseorang yang kehilangan setengah nyawanya tapi lebih dari itu, mendengar Rose mengatakan hal seperti itu membuat hati William menghangat dan tanpa sadar menggerakkan tangannya untuk membawa Rose kedalam pelukannya lebih erat lagi.

"Aku tidak akan meninggalkanmu."

Mendengar jawaban William, ketegangan di hati Rose akhirnya mengendur, ia dapat kembali mengatur nafasnya dan tanpa sadar membalas pelukan William.

"Rayhan tiba-tiba saja ingin pulang jadi aku meminta seseorang mengantarnya." Jelas William tanpa sedikitpun mengendurkan pelukannya.

Rose tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, faktanya Rayhan lah yang pergi tapi Rose sama sekali tidak merasa gusar, berbeda dengan pikirannya yang menganggap William pergi meninggalkannya tadi.

Mungkin karena William pemilik tempat ini atau mungkin William telah membuatnya bergantung tanpa ia sadari.

"Kamu mengusirnya?" Tanya Rose, suaranya melemah, ia sama sekali tidak marah justru ia merasa nyaman berada dalam pelukan William yang hangat.

"Rayhan sendiri yang ingin pulang."

"Kenapa?"

Pertanyaan Rose membuat William kembali mengingat tentang tatapan terakhir yang Rayhan berikan padanya.

Tatapan itu terlihat pilu dan bahkan ikut membuat hatinya terasa pilu dan sedikit tidak rela Rayhan pergi secepat ini bahkan dalam kondisinya yang masih demam.

***

"Tinggalah disini paling tidak sampai besok. kamu bahkan masih demam."

"Kenapa tiba-tiba kamu perduli kepadaku?"

Rayhan menghela nafas berat, mengingat apa yang terakhir kali William katakan kepadanya.

Ia tidak tahu perasaan apa yang menguasainya sehingga hatinya terasa pilu berkecamuk.

Perhatian yang William berikan membuatnya lemah dan bercampur aduk dengan ingatan kebersamaannya bersama dengan kakaknya Raffael yang terus mengusiknya.

Membuatnya lemah dan emosional, menjadikan dirinya kembali mengingat kerinduannya kepada Raffael, William membangkitkan rasa itu kembali.

Karena itulah Rayhan memilih untuk pulang daripada harus merasakan getaran emosional kepada William, ia tidak ingin perasaan itu mengganggu niatnya untuk kembali mendapatkan Rose.

Baik Raffael ataupun William, mereka berdua adalah pria yang sangat ia benci.

Raffael adalah kakak yang meninggalkannya sendirian sementara William adalah pria yang membuatnya kehilangan cintanya, mereka sama-sama tidak berbeda.

Bertingkah seolah baik tapi kemudian tanpa segan menyakiti.

****

"Lepaskan aku."

"Tidak mau!"

"Lepaskan aku, atau aku akan mengigit mu!" Ancam Rose.

"Gigit saja dan setelah itu aku akan membalasnya dengan ciuman." Suruh William tanpa gentar.

"Pria mesum! Otakmu itu mestinya di laundry! Cepat lepaskan aku!"

"Aku tidak mau, sepertinya tubuh kita sudah di buat untuk saling memeluk satu sama lain. Oh nyaman sekali!" Jawab William yang semakin mempererat pelukannya sementara Rose mencoba melepaskan tubuhnya dengan mendorong dada William namun sia-sia.

Rose sudah menemukan kembali kesadarannya ketika beberapa saat terbuai dalam dekapan William dan kini ia tidak berhenti meronta agar William melepaskannya tapi William malah sengaja sedikit mengangkat tubuh Rose dan berjalan sambil memeluknya dan membawanya memasuki kamar mereka sementara Rose tidak henti-hentinya meronta hingga membuat William kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh.

Nafas Rose dan William seakan beradu, wajah mereka sangat dekat sekarang, Rose berada tepat dibawah tubuh William yang nyaris menindihnya jika saya tangan William tidak menyanggah tubuhnya.

Angin yang berhembus kencang membuat jendela tiba-tiba terbuka sama sekali tidak mendinginkan suasana justru sebaliknya, udara di ruangan ini terasa semakin panas menghimpit. Sampai William akhirnya berhasil mengendalikan dirinya, ia beranjak dari atas tubuh Rose dan duduk tegang disebelah Rose begitu juga sebaliknya, Rose duduk tepat disebelah William tanpa mau memandang suaminya itu.

"Mau makan apa malam ini?" Tanya William berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"Apa saja." Jawab Rose tidak kalah gugup.

Tapi William masih tetap berada ditempatnya, tanpa ada niat untuk segera membuatkan Rose makan malam, tubuhnya terasa kaku karena tegang.

"Aku akan mandi kalau begitu." Ucap Rose segera beranjak bangun.

"Aku akan memasak kalau begitu." Sahut William yang juga beranjak bangun.

Rose dan William pun melangkah dengan arah yang berbeda tapi ternyata salah arah karena William malah berjalan kearah kamar mandi sementara Rose berjalan kearah pintu.

Sungguh bodoh! Gumam Rose dan William dalam hati malu, dengan senyum kikuk mereka kembali berbalik arah dan melangkah kearah tujuan mereka dengan benar kini.

....

William membuatkan pasta ravioli udang untuk Rose dan dirinya. Memasak salah satu cara yang sangat mujarab untuk menghilangkan rasa tegang serta kegugupannya. Kini masakannya telah matang, William telah meletakan pasta buatannya di atas meja sementara menunggu Rose keluar dari dalam kamarnya tapi Rose tidak kunjung datang sementara William tidak ingin masakannya menjadi dingin jadi ia memutuskan untuk menghampiri Rose.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, William masuk begitu saja tepat ketika Rose baru saja memakai gaun tidurnya yang sangat menggoda.

William melihatnya, melihat setiap lekukan indah tubuh Rose dan kini tubuhnya membeku tapi sepertinya Rose masih tidak menyadari keberadaannya sampai William akhirnya berdehem pelan.

"Makan malamnya sudah siap." Ucap William yang ingin bergegas pergi dari dalam kamar yang terasa seperti ruangan sauna itu terlebih ketika Rose berbalik dan Gaun yang dikenakan Rose ternyata transparan.

"Boleh aku meminjam bajumu?" Tanya Rose sebelum William membuka pintu.

"Tentu saja, pakailah yang menurutmu nyaman." Jawab William tanpa menoleh.

"Tapi aku tidak sampai menjangkaunya."

Oh Tuhan, cobaan ini terlalu berat. Gumam William dalam hati gusar, ia kemudian melangkah mendekati Rose yang berdiri di depan lemari pakaiannya dan semakin mendekat semakin pakaian dalam Rose terlihat sangat jelas.

"Jangan kemeja, baju hangat seperti yang kamu kenakan sepertinya lebih nyaman." Ucap Rose mendekat dan berdiri berjinjit tepat dihadapan tubuh William ketika menunjukan pakaian yang diinginkannya.

William hanya dapat menelan salivanya dan mencegah pikiran kotornya menyebar merasuki akal sehatnya terlebih ia dapat mengintip dibalik belahan dada Rose karena Rose berdiri tepat dihadapan.

"Yang warna putih." Ucap Rose menunjuk kearah baju rajutan berwarna putih yang berada di barisan paling atas.

William kemudian meraihnya dan memberikannya kepada Rose dan semoga saja Rose tidak menyadari telinganya yang memerah.

"Apa kamu demam?" Tanya Rose seraya menyentuh wajah William ketika menyadari William berkeringat dan wajahnya memerah.

"Tidak aku baik-baik saja." Jawab William singkat dan sengan cepat menurunkan tangan Rose dari wajahnya.

"Sungguh?" Tanya Rose lagi, kali ini Rose bahkan meletakan punggung tangannya dileher William.

William sudah tidak sanggup lagi menahan diri jika Rose terus menyentuhnya seperti ini jadi William mencekal pergelangan tangan Rose dan menghentikannya menyentuh permukaan lehernya.

Tentu saja apa yang dilakukan William membuat Rose terkejut, ia mengira William marah kepadanya tapi kemudian William melangkah menghimpitnya.

"Sayang aku tidak tahu kamu begitu polos atau memang sengaja memancingku..." Bisik William, Rose tentu saja tidak memahami perkataan William sampai tubuhnya membentur lemari pakaian karena William semakin menghimpitnya dan disaat itulah ia menyadari kebodohannya tentang gaun tidur yang ia kenakan saat ini.

Rose tidak berkutik sementara William semakin mendekat dan kini Rose hanya dapat pasrah.

Ia memejamkan matanya lalu merasakan William menarik baju yang dipegangnya dengan kasar.

"Tamatlah riwayatku." Gumam Rose dalam hati lirih dan sedetik kemudian ia merasakan sesuatu menutupi tubuhnya.

Rose membuka matanya dan baju putih itu telah bersarang di tubuhnya saat ini, menutupi gaun tidurnya.

"Ayo kita makan, aku tidak suka menyantap makanan yang sudah dingin." Ucap William seraya menarik tangan Rose dan menuntunnya, membuatnya terlihat seperti sebuah kepompong yang terperangkap dalam baju yang kebesaran bahkan ia belum memasukan kedua tangannya kedalam lengan baju tapi William sudah menuntunnya dengan tidak sabar.

"Pelan-pelan jalannya, aku mesti harus membenarkan bajuku!" Protes Rose tapi William tetap mengabaikannya.

"Aaaa... Kaki ku sakit." Rintih Rose pura-pura dan membuat William seketika menghentikan langkahnya, Rose tentu saja tersenyum senang karena akhirnya William melepaskan tangannya dan ia dapat memakai baju William dengan benar tapi kemudian William menggendongnya tanpa aba-aba membuatnya memikik terkejut.

"Jangan protes atau aku akan menciummu!" Ancam William yang membuat Rose akhirnya mengurungkan niatnya untuk protes.

.....


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C43
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk