"Iris, maafkan aku."
Morgan memeluk Iris dengan erat, untungnya luka di bahunya tidak terlalu parah dan berangsur sembuh, ia menyeka noda darah di pipi Iris dan melihat ke sekeliling, ia menemukan Michelle berdiri tak jauh dari Alita sedang menatapnya.
"Morgan, apa yang kau lakukan?" tanya Michelle, ia masih tidak menyadari jika Morgan sudah tidak lagi berada dalam kendalinya.
"Kau yang melakukan semua ini," ucap Morgan dengan suara yang dingin, ia menggertakkan giginya. "Kau menggunakan Giselle untuk memanfaatkanku."
Michelle tersentak, ia kemudian menghela napas panjang. Wajahnya yang mirip Giselle itu menjadi terlihat memuakkan di mata Morgan.
"Lantas kenapa? Aku hanya membantumu untuk menyembuhkan luka yang ada di dalam hatimu."
Michelle mengatakan itu seolah-olah ia mengatakan sebuah lelucon, Morgan mendengkus dan ia tiba-tiba saja melesat ke arah Michelle dengan wujud serigalanya yang normal.
Michelle mundur, ia ikut berubah menjadi serigala putih dan menghindari Morgan, namun Morgan jauh lebih cepat dan menggigit lehernya, Michelle meraung. Tak ayal dua manusia serigala itu saling adu kekuatan.
Iris melihat semua ini dan langsung berlari ke arah Alita, ia membantu gadis vampir itu untuk duduk dan pergi ke tempat yang aman.
"Kau baik-baik saja?"
Alita menarik napas, wajahnya penuh dengan luka lecet karena tergesek dengan tanah, ia mengambil saputangan yang diberikan oleh Iris.
"Sepertinya anjing itu sadar saat aku mengumpati dirinya anjing! Aku memang luar biasa!" Alita terkekeh pelan dan menepuk dadanya dengan bangga, ia sepertinya sudah lupa bahwa tadi dirinya ketakutan setengah mati hanya karena Michelle berkata menginginkan jantungnya.
"Ya, syukurlah." Iris menoleh pada dua serigala beda warna yang saling menggigit itu, ia bingung. Apakah ia harus membantu atau tidak, tapi setelah dipikir-pikir ia harus membiarkan Morgan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Michelle terhempas belakang, rumah yang ia bangun hancur karena tertimpa dirinya. Morgan bahkan tidak sedikitpun membiarkan dirinya berucap sepatah katapun.
"Hentikan," kata Michelle yang wujudnya berubah kembali menjadi seorang manusia, ia meludahkan seteguk darah dari mulutnya dan mengangkat tangannya. "Kau tentu tidak ingin membunuh seseorang yang memiliki wajah sama dengan Lunamu kan?"
Morgan mencengkeram leher Michelle, ia terlihat gemetar ketika melihat wajah Michelle yang berkerut kesakitan.
Wajah yang mirip dengan Giselle, dia sama sekali bukan Giselle.
"Berhentilah, kau membuatku muak." Morgan menghempas Michelle, ia menginjak hiasan di atas pintu itu hingga hancur berkeping-keping. "Kau sama sekali tidak sama dengannya, kau menjijikkan."
Michelle yang mendengar itu merasa tertohok, ia mendongak menatap Morgan, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Aku menjijikkan?"
"Benar," kata Morgan lagi, mata coklatnya itu berkilat penuh kemarahan. "Kau tidak berhak memiliki wajah yang sama dengan Giselle."
Morgan mendekat dan ia tiba-tiba menyunjingkan senyum lebar di wajahnya.
"Apa … apa yang ingin kau lakukan? Morgan, aku mohon jangan sakiti aku!" Michelle bergidik penuh ketakutan, ia mundur dengan cepat.
Morgan yang ada di depannya ini jelas memiliki niat untuk menghabisi dirinya, Michelle tidak bisa diam saja dan membiarkan dirinya seperti orang bodoh. Ia sadar Morgan jauh lebih kuat dari dirinya, suara dan wajahnya bahkan tidak bisa lagi ia gunakan untuk memanipulasi Morgan.
"Morgan, kau tidak bisa melakukan apa pun padaku!"
"Kenapa aku tidak bisa?" Morgan terkekeh pelan.
Michelle merasakan ketakutan yang amat sangat, ia merasakan kakinya melemas dan jatuh ke tanah, mendongak menatap sosok Morgan yang berjongkok di depannya.
Tangan Morgan meraih lehernya, ada sensasi panas yang membakar ketika lehernya di sentuh, Michelle ingin berteriak tapi ia bungkam ketika melihat sepasang mata yang dingin itu menatapnya.
"Kau berani menggunakan Giselle untuk mempermainkanku, menggunakanku untuk menyakiti Iris, kira-kira atas alasan apa aku tidak bisa menyakitimu?" Morgan melirik Iris yang berlari ke arahnya, penyihir itu menyentuh bahunya dan menarik napas.
"Jangan membunuhnya."
Morgan diam, ia terlihat sama sekali tidak setuju, bagaimanapun dirinya lah yang paling dirugikan, ia dimanipulasi dan menyerang Iris, seandainya Morgan tidak sadar, apa yang akan terjadi pada penyihir ini?
Iris mungkin akan meregang nyawa di tangannya sendiri, penyihir itu mungkin tidak akan bisa berdiri dan memanggil namanya lagi. Morgan mungkin akan gila jika itu terjadi.
Iris adalah orang yang penting dalam hidupnya sekarang. Wanita ini adalah cahayanya, keinginannya untuk terus hidup.
"Dengarkan dia, jangan membunuhku." Michelle mengabaikan rasa panas membakar yang berasal dari tangan Morgan, ia mencoba melepas cengkeraman itu dengan sekuat tenaga. "Cukup lepaskan aku dan anggap semua yang terjadi hari ini tidak ada, mudah bukan?"
"Sialan! Bunuh anjing itu, Morgan!" Alita berteriak, wajahnya merah padam dan matanya berkilat penuh dengan dendam.
Michelle tadi memperlakukannya bak sampah, ia ditendang sampai wajahnya menggores tanah, ia benar-benar merasa harga dirinya telah diinjak-injak.
Alita sudah lebih baik daripada yang tadi, ia melangkah dengan tertatih menuju Iris dan Morgan, Litzy yang masih berwujud seekor anjing berputar-putar di sekitarnya.
"Morgan." Iris menyentuh bahu manusia serigala itu dengan pelan, ia sebenarnya tidak masalah jika Morgan harus membunuh Michelle, tapi ia masih membutuhkan wanita serigala ini untuk mengetahui dimana Thomas berada.
"Kita harus mencari keberadaan Thomas."
"Ah," kata Morgan dengan terkejut, ia melepaskan cengkeramannya dan menatap Iris secara langsung. "Bocah itu … apa yang terjadi pada bocah itu? Aku tidak melakukan apa pun padanya kan?"
Morgan ingat betul beberapa saat yang lalu ia masih berkuda bersama Thomas, ia mengikat kuda itu di pohon dan meninggalkannya begitu saja ke arah Michelle.
Thomas berkata ia buta arah.
"Astaga, apa yang telah aku lakukan! Bocah itu mungkin masih tertinggal di bawah pohon!"
Alita ingin mengumpat lagi tapi suaranya langsung tertahan ketika kaki Litzy menginjaknya dengan keras.
"Kami sudah mencarinya ke tempat itu, tapi hanya ada kuda yang tersisa, tidak ada Thomas sama sekali."
Iris menggelengkan kepalanya, ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada Thomas, ia hanya berharap kalau Michelle mengetahuinya.
"Apa?"
Morgan melirik Michelle yang memegangi lehernya, ada bekas terbakar di sana, Michelle menatap balik Morgan.
"A … apa?"
"Apa yang kau lakukan pada bocah itu? Sebaiknya kau jujur." Morgan mencengkeram dagu Michelle, memaksanya mendongak menatap dirinya.
Michelle mengatupkan bibirnya, ia berusaha mengalihkan pandangannya pada Morgan. Tangannya saling bertaut dengan gelisah.
"Michelle! Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi pada Thomas?!" bentak Morgan tidak sabar, Iris menatap wanita serigala itu dengan tajam, Alita bahkan ikut mencondongkan tubuhnya dengan mata yang melotot.
"Oke!" Michelle menyahut dengan suara yang getir, ia menundukkan kepalanya dan menghela napas panjang. "Aku akan memberitahumu, pasanganku membawanya!"
"Maksudmu Eros? Kemana dia membawanya?!"
"Tentu saja," kata Michelle lagi, Iris menahan napasnya. "Ke kerajaan Megalima."
"Apa?!"