Setelah Berry mampu keluar dari jeratan keegoisan dan mendapatkan kebebasan dalam hidupnya selama beberapa tahun ini, kini dia kembali terjerat dengan keotoriteran ayahnya. Ayahnya benar-benar tak berubah sama sekali. Beliau tetap saja merasa memiliki hak penuh atas Berry meskipun sudah lama perannya sebagai ayah tidak dilakukan dengan baik.
Berry tak ingin langsung membantah. Membiarkan dulu ayahnya mengeluarkan unek-uneknya. Berusaha untuk tetap tenang. "Ayah selalu berusaha memilih kan sesuatu yang baik buat kamu sejak dulu, tapi kamu benar-benar menganggap semua itu sepele dan mengabaikannya. Kamu pikir kamu sudah hebat, ha!" bentakan itu terdengar. Seseorang yang sudah dikuasai emosi, jangankan berpikiran untuk berbicara lembut, mendinginkan otaknya pun sekarang tidak akan bisa dilakukan.