Itu adalah senyuman pertama yang ditunjukkan oleh Berry kepada Cherry. Sebelumnya, dia tak pernah memasang senyum sedikitpun untuk gadis itu. Sama sekali tidak pernah. Melihat itu, Cherry benar-benar merasa kagum. Benar saja jika lelaki itu menyembunyikan senyumnya dari orang lain, karena sekali saja dia menampakkan nya, maka itu efeknya sangat luar biasa.
Biarkan Cherry sekarang memuji nya meskipun itu di dalam hati. Berry, benar-benar sangat tampan dengan senyum kecil yang dimilikinya. Dan ini sungguh luar biasa. Bahkan sampai di dalam kamar saja, Cherry masih merasa entahlah, seperti lega tapi tak tahu lega itu karena apa.
Sama seperti Berry yang sama sekali tak pernah menjalin hubungan dengan seseorang, Cherry pun sama. Sebab itulah, dia tak paham perasaan seperti apa yang sekarang ini sedang dirasakannya.
Karena bagi gadis itu, hidupnya sudah sangat baik tanpa ada tambahan beban orang lain di dalam hidupnya. Sedangkan jika Berry ditanya seperti itu maka jawabannya sudah pasti karena di dunia ini, dia masih sibuk mengurus hidupnya sendiri. Jadi tak ada waktu mengurus orang lain. Seperti itulah kira-kira.
"Ber! Ada urusan nggak hari ini?" Malam minggu ini, mereka ; Berry, Aga, dan Miko sedang duduk di depan televisi sambil bermain game. Barusan yang bertanya kepada Berry adalah Aga.
"Nggak ada. Rencananya gue mau tidur aja."
"Kalau gitu mendingan lo ikut gue aja deh." Itu adalah penawaran yang tak harus diterima, tapi Aga, bukanlah orang yang akan pantang menyerah ketika tawarannya ditolak.
"Kemana?" Berry yang ditanya, tapi Miko yang bertanya balik.
"Kami mau meeting final buat tugas kami yang kuliah kewirausahaan itu. Di rumah Cherry. Lo mau ikut juga?" Aga yang menawarkan kepada Miko. Karena jika mereka semakin banyak, akan semakin baik. Aga pun sudah mendapatkan izin dari yang punya rumah. Yakni Cherry itu sendiri. Karena dia juga suka jika rumahnya didatangi oleh teman-temannya.
Berry tak menjawab, tapi Miko menyetujui. "Gue mau dong. Kayaknya asyik juga sih itu."
"Ya, tahu sendirilah. Kalau meeting kaya gitu kan nanti ujung-ujungnya pasti kita bisa keluar bareng. Lumayan kan bisa rame-rame gitu." Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Aga memang benar. Berkumpul bersama dengan banyak teman adalah hal yang sangat menyenangkan.
"Lo mau nggak, Ber?" Aga kembali memastikan. Berry sejak tadi hanya diam saja. Dia terlentang di samping teman-temannya sambil melihat televisi. Padahal di dalam televisi itu hanya berisi kartun yang bisa digerakkan lewat stick game. Sama sekali tak ada yang menarik.
"Lihat besok." Berry kemudian memejamkan matanya. Dia tak membayangkan apa yang terjadi besok saat dia bersedia datang ke rumah gadis itu. Karena itulah, dia tidak bisa memastikan apapun untuk sekarang.
Suara berisik dari kedua temannya itu sama sekali tak membuatnya kemudian pergi begitu saja dari sana. Tapi meskipun raganya ada di sana, pikirannya melayang entah kemana. Tapi ketenangan yang dimilikinya benar-benar tak akan memperlihatkan jika dia sebenarnya tengah gundah.
---
Keesokan harinya, dua orang temannya sudah siap untuk pergi. Tapi Berry justru belum melakukan apapun. Dia sudah mandi dan terlihat segar, tapi dia masih menggunakan baju rumahan.
"Lo serius nggak ikut?" Aga lagi-lagi meyakinkan temannya itu agar lelaki itu setidaknya bisa segera bersiap.
"Gue nanti kalau mau, nyusul aja deh." Bilangnya. Aga langsung menyetujui dan segera keluar dari rumah. Mereka memilih membawa motor sendiri-sendiri dan berangkat menuju rumah Cherry. Meninggalkan Berry di rumah yang kebingungan seorang diri.
Sebenarnya lelaki itu pun tak tahu kenapa dia harus kebingungan. Toh dia tak ada kewajiban untuk datang kesana. Dia juga tak memiliki urusan di sana, jadi untuk apa dia merasa harus membiarkan kebingungan ini terjadi?
Berry sama sekali tak mendapatkan jawabannya. Bersedekap, tatapannya terlihat tajam menatap depan. Otaknya masih mencerna sesuatu yang tidak bisa dia rasakan. Ada sebuah dorongan yang mengharuskan dia untuk datang. Melihat jam yang ada di meja belajarnya, masih pukul Sembilan pagi. dan untuk datang ke rumah Cherry hanya membutuhkan waktu 25 menit. Jadi biarkan mereka melakukan apapun kewajiban yang akan lakukan di sana, barulah dia akan datang.
Kemudian, ingatanya melayang pada malam kemarin. Dia hanya berdua duduk di depan rumah Cherry. Tanpa obrolan dan tanpa banyak kata yang terucap. Tapi entah kenapa, itu terasa menyenangkan dan dia menyukainya. Jika dari kacamata awamnya, dan diminta untuk menilai kepribadian Cherry, tentu dia belum bisa.
Tapi jika hanya sekilas, dia bisa mengatakan jika Cherry adalah perempuan yang memiliki sikap dan sifat yang baik. Dia terlihat sopan, tidak pecicilan seperti kebanyakan gadis.
Sedangkan Aga dan Miko yang sudah sampai di rumah Cherry, langsung saja mencoba segera memulai meeting yang memang menjadi agenda utama mereka kali ini. Ada banyak hal yang mereka rencanakan dan harus deal untuk hari ini. Karena itu, mereka membutuhkan waktu yang agak lama.
"Selesai!" Aga terlentang di atas karpet ketika dia merasa lega karena tugasnya sudah diselesaikan dengan sempurna, "Tinggal jalan-jalan aja kan kita?" begitu lanjutnya.
"Tapi, si Berry seriusan nggak jadi datang?" Miko kini yang bersuara karena sejak tadi tak ada tanda-tanda jika temannya itu muncul.
"Ketiduran nggak? Coba telepon." Zea yang memberi usul dan mendapatkan anggukan dari Miko.
Mencoba menghubungi tapi tidak ada satupun panggilan yang diangkat. "Beneran ketiduran itu." begitu kata Miko. Seharusnya mereka bersenang-senang hari ini, tapi mereka terancam gagal karena itu.
Mereka tidak tahu saja kalau Berry di luar rumah sedang berhadapan dengan Arka – kakak dari Cherry.
"Ada perlu apa kamu dengan adik saya?" Dia sedang di introgasi dengan Arka. Wajah Arka terlalu tak bersahabat dan itu tak membuat lelaki itu gentar sedikitpun.
"Saya hanya ingin berkunjung saja, Bang." Jawabnya.
"Kamu punya hubungan spesial dengan dia?" Arka kembali bertanya.
"Tidak, kami hanya berteman." Bahkan interaksi mereka saja tidak sejauh itu sampai dia harus mengaku memiliki hubungan yang lebih dengan Cherry.
"Sebentar," Arka sedikit berpikir. Kemudian dia melontarkan pertanyaan kembali, "Kamu cowok yang nongkrong di depan gerbang sama Cherry bukan?" Arka mendapatkan laporan dari Mamang jika Cherry sedang mengobrol dengan seorang teman lelaki di depan gerbang. Karena itu Arka memastikan.
Sebenarnya Berry tak ingin menjawab, tapi tentu saja dia harus melakukannya.
"Benar, Bang." Arka mengangguk.
"Ikut saya!" perintahnya. Berry diam-diam menghembuskan nafas lega karena itu. Artinya, introgasi itu tak akan berlanjut lagi. Setidaknya untuk saat ini. Dia tak tahu jika seringaian muncul di bibir Arka, karena sebuah ide jahil muncul di kepala lelaki itu. Arka menoleh kebelakang dan Berry ada di belakangnya mengekor.
Sampai di dalam rumah, Arka justru berteriak, "Dek! Ada pacar kamu ini!" sambil berekspresi sok biasa saja, lelaki itu membuat Cherry terkejut.
"Pacar?" tanyanya dengan heran. Sejak kapan dia punya pacar? Mungkin seperti itulah yang dipikirkan oleh Cherry. Bahkan semua teman-temannya pun diliputi rasa penasaran.
Tapi akhir dari penasaran itu adalah muncullah Berry di sana. Dan itu menambah rasa kaget semakin jelas di wajah mereka.
*.*