Unduh Aplikasi
2.68% Hanya Dia / Chapter 10: Bab 10. Lagi-Lagi Ketidaksengajaan

Bab 10: Bab 10. Lagi-Lagi Ketidaksengajaan

Berry tahu seharusnya dia bisa segera pergi dari sana setelah mengatakan tujuannya datang menemui gadis itu, tapi sayangnya dia tak melakukannya. Masih duduk di sana dan membuat fokus Cherry hilang sepenuhnya. Cherry pun tahu, jika tak mungkin dia mengusir lelaki itu. Karena sangat tidak sopan sekali.

Cherry menutup laptopnya dan membereskan barang-barang miliknya, kemudian menumpuk buku-buku milik perpustakaan dan akan mengembalikannya.

"Aku bantu." Begitu kata Berry dan dengan cepat menarik buku-buku tebal tersebut ke tangannya. Dia lebih dulu berlalu dari sana dan membuat Cherry benar-benar terlihat kebingungan. Dia tak memikirkan yang aneh-aneh tentang aksi Berry ini selain lelaki itu merasa jika dia berhutang budi kepadanya. Tapi dia menyingkirkan semua pikiran itu dan kembali ke dunia nyata.

Buku yang dibawanya harus segera dikembalikan dan lagipula dia harus segera pergi dari sana.

"Terima kasih." Cherry mengatakan itu ketika mereka sudah sampai di meja yang Cherry tempati tadi. Berry membalasnya dengan mengangguk tanpa ada kalimat tambahan sebagai pemanis.

"Aku pergi dulu." Interaksi mereka benar-benar sangat kaku sekali. Keduanya memang tak ada yang memiliki banyak kata, karena itulah mereka sulit untuk berinteraksi satu sama lain.

Berry lagi-lagi mengangguk dan membiarkan Cherry pergi dari hadapannya dan dia justru hanya sanggup menatap dari belakang. Jika dia sedikit membiarkan hatinya berkelana, maka hati itu akan mengatakan pujian terhadap gadis itu. Sayangnya Berry sama sekali tak mengijinkannya. Ditahannya mati-matian perasaan yang timbul kepada lawan jenis , bukan karena dia menyukai sesama jenis. Hanya saja dia tak cukup mampu untuk memiliki kekasih. Banyak hal yang dia pikirkan dan dia takut jika dia memiliki kekasih, gadis itu tak bahagia.

Sayangnya tidak, meskipun dilandasi dengan pemikiran yang seperti itu, Cherry adalah sosok wanita yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena seberapa kerasnya dia mencoba untuk menghilangkan gadis itu dari pikirannya, nyatanya keberhasilan itu hanya sedikit.

Menyudahi pemikiran gilanya, lelaki itu akhirnya pergi dari perpustakaan. Dia memiliki pekerjaan paruh waktu yang harus dikerjakan. Dia bukan lelaki yang hanya berpangku tangan dan bersenang-senang setelah pulang kuliah. Dia memiliki tanggung jawab besar kepada dirinya sendiri dan dia tak boleh lengah.

---

Berry mengendarai motornya selesai menyelesaikan pekerjaannya. Jika ditanya apa pekerjaan lelaki itu, maka dia adalah seorang guru les privat. Dia memiliki sekitar lima murid, dan itu cukup untuk membiayai kehidupannya dan juga kuliahnya. Sesekali dia ikut dalam sebuah proyek kecil-kecilan untuk mendesain sebuah tempat entah itu café, stand di sebuah mall, yang akan mendapatkan uang lebih dari sana. Berry benar-benar pekerja keras.

Motornya terpacu dengan kencang ketika pandangannya menangkap seorang gadis yang dia kenal. Gadis itu sendirian dan membawa sebuah tentengan.

Dipelankannya mengendarai motornya, dan dia menghadang gadis itu. Tentu saja yang dihadang itu merasa takut dan tentu saja mundur. Ketika helm Berry terbuka, maka gadis itu berubah lega.

"Serius, buat orang kaget aja sih." Cherry lah orang itu.

"Kamu malam-malam sendirian keluar rumah. Nggak baik." Ekspresi Berry sungguh seperti seorang kekasih yang sedang memarahi kekasihnya yang bandel.

Cherry merasa kikuk sendiri karena itu. Tersenyum sedikit, kemudian menjawab, "Pengen ngemil. Jadinya keluar tadi." Dan seharusnya, tidak ada kewajiban bagi Cherry untuk menjelaskan bukan? Hey, dia bukan kekasih lelaki itu. Tapi entahlah, toh dia sudah melakukannya.

"Naiklah, biar aku antar!" Berry tulus mengatakan itu. Tapi Cherry menggeleng.

"Rumahku di ujung sana, aku bisa pulang sendiri."

"Naiklah!" kali ini Berry benar-benar seperti lelaki yang memaksakan keinginannya. Keraguan itu terlihat sangat jelas di mata Cherry tapi Berry tak mempedulikan.

"Aku menunggu." Ucap lelaki itu lagi dan mau tidak mau Cherry tentu saja menyetujui. Dia naik ke motor Berry dan duduk di belakang lelaki itu.

"Udah," katanya dengan suara pelan dengan hatinya yang bergetar tak karu-karuan. Pun dengan Berry yang ada di depan. Kembali memakai helm miliknya, lelaki itu kembali menjalankan motornya dan mengantarkan Cherry pulang ke rumah.

"Stop!" tepukan lembut itu mendarat di pundak Berry dan lelaki itu menghentikan motornya, "Ya betul di sini." Kata Cherry ketika mereka sampai di depan rumah besar.

"Terima kasih." Katanya dengan tulus, "Mau mampir?" tawarnya.

"Nggak usah. Aku harus segera balik."

"Minum dulu?" Cherry mengangkat sekantong snack yang dibawanya agak tinggi agar Berry barangkali bersedia. Di sana juga ada beberapa botol minuman yang dibeli oleh Cherry.

Berry mengangguk dan entah kenapa itu membuat Cherry justru tersenyum dengan lebar. Maka mereka duduk di depan rumah tepatnya di depan pagar, dan membuka bungkusan snack kemudian memakannya.

Mereka masih tak mengatakan apapun satu sama lain. Tapi kemudian Cherry lebih dulu bersuara. "Kamu baru pulang dari kampus?"

"Pulang kerja." Kunyahan Cherry berhenti sebentar dan itu sama sekali tak membuat Berry merasa terkejut.

"Ow!" gadis itu tak berani bertanya panjang lebar tentang itu dan memilih kembali diam. Meskipun dia merasa sedikit aneh. Di komplek perumahannya sama sekali tak ada perusahaan atau sejenisnya. Lalu pekerjaan apa yang dilakukan oleh Berry? Karena memikirkan hal tersebut, Cherry bahkan sedikit tak fokus.

"Aku ada memberi les privat kepada salah satu anak SMA di komplek ini." Berry tahu jika ada sesuatu yang dipikirkan oleh Cherry atas jawabannya tapi tak mau terlalu banyak bertanya.

"Aaa. Aku ngerti." Barulah setelah itu, dia kembali fokus jika ada Berry di sampingnya.

"Nggak papa kalau kita nongkrong di sini? Orang tua kamu?"

"Mereka nggak ada di rumah. Ada acara keluar kota dan besok baru pulang." Mereka adalah orang asing satu sama lain yang dengan sebuah takdir, Tuhan mempertemukan mereka dengan cara ketidaksengajaan. Dan ada banyak kebetulan yang memang terjadi antara keduanya.

"Jadi di rumah sama siapa?" Berry tahu di rumah sebesar ini pasti ada banyak asisten rumah tangga. Tapi tak ada salahnya bertanya meskipun itu hanya sebuah basa-basi.

"Sama Mamang, sama Bibi juga. Sepi sih." Cherry tak mengeluh, tapi memang terdengar jika dia kurang suka jika ditinggalkan sendiri di rumah hanya dengan asistennya saja. Lagi-lagi mereka dilingkupi dengan keheningan. Keduanya menengadah ke atas dan menatap langit.

Namun panggilan seseorang dari belakang menyadarkan mereka. "Non, udah waktunya masuk."

"Iya, Mang. Sebentar lagi."

"Saya tunggu di sana ya, Non." Lelaki yang dipanggil Mamang itu menunjuk pada kursi yang ada di depan rumah Cherry. Dan segera berlalu dari sana setelah Cherry mengangguk.

"Kalau gitu, kamu masuk aja gih. Aku balik dulu." Berry sudah berdiri dan diikuti oleh Cherry, "Terima kasih minum dan snack nya." Katanya dengan tulus. Dan kali ini ada senyum kecil di bibirnya.

*.*


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C10
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk