Unduh Aplikasi
67.79% Bukan Wonder Woman / Chapter 40: BWW #39

Bab 40: BWW #39

Jangan lupa batu kuasanya sebagai penyemangat author. Seikhlasnya hehehe

💝💝💝

Ayushita menghela napas panjang. Meraih sekumpulan tisu dalam box di atas meja kemudian mengelap wajahnya. Danuar berdiri dari kursinya dan memandang penuh emosi pada istrinya.

"Elena, jaga sikapmu?" hardik Danuar dengan tatapan tajam menghujam wajah istrinya.

"Bukan aku yang harus menjaga sikap di sini tetapi dia." Elena balas menghardik dengan nada tak kalah tinggi. Telunjuknya mengarah lurus ke wajah Ayuahita yang masih duduk diam di tempatnya sembari mengatur emosi.

"Kamu salah paham Elena. Tuduhanmu itu tidak berdasar," sanggah Danuar.

"Tidak berdasar? Lalu bertemu berdua seperti ini apakah ini hanya salah paham. Mas Danuar menghindari saya selama hampir seminggu dan ketemu mantan tunangan apa itu tidak berdasar?" teriak Elena dengan napas memburu.

Sementara Ayushita terdiam, mencoba memperbanyak stok kesabaran dan berusaha tidak termakan provokasi Elena. Karena kalau dia ikut ribut maka hanya akan membuat malu diri sendiri.

"Heh, kenapa diam?" tunjuk Elena lagi pada Ayushita. Gadis itu mendelik tajam pada Elena yang bak singa mengamuk.

"ELENA!!!" Suara Danuar kembali menggelegar.

"Jadi Kak Danuar belum mengatakan akar persoalannya pada Kak Elena dan langsung bertemu saya? Ini masalah rumah tangga kalian aku tak mau ikut campur. Pulang ke rumah, masuk kamar dan selesaikan masalah kalian. Kak, aku kira kakak lebih dewasa. Tapi ternyata Kak Danuar memang selalu picik dari dulu. Hadapi masalahmu jangan jadi pengecut." Ayushita menatap tajam Danuar. Ada api kemarahan berkobar di matanya.

Sekian detik kemudian Danuar langsung beranjak dari tempatnya dan menyeret Elena keluar dari restoran.

"Lepaskan!! Lepaskan aku!" Elena meronta mencoba melepaskan diri genggaman Danuar pada lengannya.

"Diam Elena! Ikut aku sekarang!" bentak Danuar dan kembali menyeret istrinya. Ketika Elena bertahan dan melawan, Danuar naik pitam dan langsung melotot garang pada wanita itu. Elena langsung ciut dan menghentikan rontaannya. Dengan langkah berat dia mengikuti Danuar yang menyeretnya ke dalam mobil.

Sementara Ayushita masih bertahan di tempat duduknya. Terdengar bisik-bisik pelanggan kafe lainnya. Tapi Ayushita mengabaikan. Dia menarik lagi selembar tisu dan membersihkan hidungnya yang kemasukan jus jeruk. Dia menatap gelasnya yang hanya menyisakan beberapa tetes jus.

Dengan tenang Ayushita mengambil stik pisang yang masih tersisa di piring Danuar, memakannya satu persatu hingga habis lalu meneguk sisa jus di gelasnya.

Ayushita adalah orang yang pantang menyisakan makanan apalagi membuang-buang makanan. Dia sangat menghargai secuil pun makanan yang tersisa. Menjadi orang yang berkecukupan tidak membuatnya menjadi orang yang suka bersifat mubazir.

Ayushita berdiri dan melangkah ke meja kasir untuk membayar makanan dan minuman yang belum sempat dibayar. Saat dia berbalik hendak keluar kafe, dia mengedarkan pandangan sesaat pada pengunjung kafe yang melirik-lirik sinis padanya.

"Kalau nanti saya menemukan ada yang menyebarkan video, foto, atau berita tentang kejadian tadi, maka siap-siap saja, pengacara keluarga Ramadhan akan menuntut pelakunya," tukas Ayushita tajam. Dia lalu melenggang keluar restoran menuju ke mobilnya yang terparkir di halaman kafe.

Sesampainya di dalam mobil, Ayushita mengambil toner pembersih wajah pada salah satu tas perlengkapan cadangannya. Dia membersihkan sisa jus yang masih menempel pada wajahnya dengan toner kemudian mengganti kerudung yang basah dengan mukena.

Ayushita langsung menyetir pulang ke rumah. Moodnya untuk mampir ke toko buku sudah berantakan. Dia hanya berharap Danuar dan Elena mampu menyelesaikan masalah mereka dengan kepala dingin serta tanpa kekerasan.

***

Di kediaman keluarga Raharja.

Danuar keluar dengan tergesa dari mobilnya yang diparkir serampangan di halaman rumah. Wajahnya merah padam karena amarah yang susah payah ditahan sejak diperjalanan tadi. Semarah-marahnya dirinya, dia tidak mau membahayakan nyawanya dan Elena dengan meluapkan amarah saat menyetir.

Dengan keras dia membanting pintu mobil kemudian masuk ke dalam rumah langsung ke lantai atas. Elena setengah berlari menyusul di belakangnya. Kali ini dia tidak menahan diri lagi. Dia sudah bertekad akan menyemburkan semua amarah dan kekesalan yang dipendamnya selama seminggu.

Hatinya benar-benar sakit saat mendapat pesan chat dari salah satu temannya yang juga jadi pengunjung di kafe Zero tadi. Dalam pesan tersebut temannya mengirim gambar yang menampilkan kebersamaan Danuar dan seorang gadis yang tentu saja dia tahu itu siapa.

Darahnya seketika menggelegak. Demi apa Danuar melakukan hal tersebut? Setelah kemarahan dan kebungkamannya yang tidak jelas selama seminggu. Setelah menghindarinya dengan alasan tidak jelas. Elena tidak akan tinggal diam. Dia akan melakukan apa pun untuk mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya.

Saat Elena telah mencapai kamarnya, dia mendapati Danuar sedang berdiri di tengah-tengah ruangan sambil berkacak pinggang dan membelakangi pintu. Napas Elena masih terengah-engah ketika dia masuk dengan emosi yang masih membumbung di kepalanya. Segera dia menutup pintu di belakangnya.

"Mas! Tega kamu ya bikin aku kaya gini." Elena memulai konfrontasinya.

Danuar berbalik menghadap Elena dan masih berkacak pinggang.

"Apa kamu bilang, El? Aku tega sama kamu? Kamu yang tega sama aku, Yang," sahut Danuar berusaha meredam kekesalannya.

"Tidak usah membalikkan pernyataan, Mas. Buktinya kamu tega selingkuh sama Ayushita. Selamanya memang Mas tidak bisa tinggalin Ayushita dan dia juga tidak mau move on dari kamu. Dia masih mengharapkan kamu kan?" sergah Elena dengan air mata mulai berurai. Dadanya terasa sesak.

"Jangan sembarangan ngomong El. Kalau ada perempuan yang paling tak bisa tega bahkan untuk menginjak seekor semut sekalipun maka dia Ayushita. Kamu bilang dia masih mengharapkan aku, asal kamu tahu ya aku yang minta ketemuan sama dia di kafe tadi dan dia paling tidak tega menolak permintaan orang meskipun nanti akan menyakiti hatinya. Kamu ingat waktu resepsi pernikahan kita. Dia rela penuhi undangan kita meskipun sebenarnya dia terluka. Jadi kalau ada yang tega saat ini maka kita yang tega sama dia. Kita yang melukai dia. Aku bilang menyesal, sangat menyesal banget sama dia. Dan kamu El ... kamu yang lebih tega sama aku," pungkas Danuar penuh emosi. Dengan kasar dia mengusap wajahnya dengan sebelah tangannya.

"Apa maksudmu, Mas?" tanya Elena bingung.

Danuar membuka tas kerjanya dan menarik keluar secarik kertas dan melemparkan ke tubuh Elena. Kertas itu melayang dan jatuh ke depan kaki Elena dengan posisi tulisan menghadap ke atas.

Elena berjongkok dan memungut kertas tersebut. Seketika kepalanya berputar tatkala membaca namanya dan nama dokter yang menangani penyakitnya. Seolah baru saja sebuah petir meledak di puncak kepalanya. Elena limbung dan terduduk di atas lantai.

"Jelaskan itu Elena!" titah Danuar dengan wajah merah padam dan kembali berkacak pinggang di depan istrinya.

Elena meraung seketika. Dia beringsut ke kaki suaminya. Mencengkeram celana kain Danuar dengan wajah pias seputih kertas.

"Yang, dari mana kamu dapat ini? Siapa yang kasi ini? Jangan percaya kalau Mas dapat ini dari orang lain," seru Elena dengan nada panik.

"Jadi walaupun Dokter Wirajaya sendiri yang mengatakan apakah aku juga tidak boleh percaya?" kilah Danuar menatap tajam Elena yang bersimpuh di kakinya. Elena terkejut bukan main.

"Kamu ketemu Dokter Wirajaya? Jadi kamu sudah tahu semua?" Tangis Elena semakin keras.

"Ternyata selama ini kamu bohongi aku, bohongi mama sama papa. Aku kecewa, El," tukas Danuar dengan raut pahit.

"Maafin aku, Yang. Maafin aku huhuhuhu ... Aku salah sudah bohongin kamu. Maafin aku huhuhu ..." raung Elena membahana dalam kamar.

Danuar yang diliputi dengan kekecewaan hendak beranjak pergi. Dia muak melihat wajah istrinya saat ini. Elena langsung memeluk kaki Danuar sekuat tenaga dengan kedua tangannya.

"Jangan tinggalin aku, Yang. Aku salah. Jangan tinggalin aku huhuhu ...," iba Elena dengan airmata mengalir seperti air terjun.

"Lepasin! Lepas Elena," pekik Danuar. Elena menggeleng kuat dan semakin memeluk erat kaki Danuar. "Lepas! Jangan paksa aku buat kasar sama kamu."

"Tidak. Pukul saja aku Mas. Tapi jangan pergi. Jangan tinggalin aku," tahan Elena berkeras.

"El ...." sentak Danuar.

"DANUAR!!" Suara Nyonya Rosita menggelegar di depan pintu. Danuar dan Elena langsung membeku di tempat dengan posisi Elena masih berlutut memeluk sebelah kaki Danuar.

"Ada apa ini?" pekik Nyonya Rosita dengan suara yang berusaha diredam agar tidak terdengar para ART di lantai bawah. Padahal sedari tadi mereka mendengar keributan di lantai atas. Walaupun kamar Danuar dan Elena kedap suara, tetapi saat masuk Elena tidak menutup rapat pintu kamar sehingga suara teriakan mereka bocor keluar.

Nyonya Rosita menatap nyalang kepada pasangan suami istri yang sedang berseteru tersebut. Pandangannya juga mengarah ke lantai yang berantakan oleh kertas dan karpet yang kusut akibat pergulatan keduanya.

Tak satu pun dari pasangan suami istri itu yang bersuara. Mereka seperti terpaku di lantai.

Mata Danuar yang jeli menangkap lirikan ibunya pada selembar kertas di atas lantai. Dadanya langsung berdebar ketika ibunya perlahan menunduk untuk memungut kertas tersebut.

"Apa ini?" tanya Nyonya Rosita membolak-balikkan kertas di tangannya. Dengan seksama dia membaca apa pun yang tertulis di sana.

"Elena, mengapa ada namamu dan nama Dokter Wirajaya di kertas ini. Apakah ini Dokter Wirajaya di RS Swasta?" tanya Nyonya Rosita bertubi-tubi.

Danuar hanya bisa memijit pelipisnya. Kali ini mereka tidak akan bisa lolos.

Oh, Danuar tak lupa siapa ibunya? Seorang interogator ulung yang tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya. Meskipun ibunya tidak mengenal Dokter Wirajaya, pasti dia akan menemui dokter tersebut untuk mencari tahu. Apalagi Dokter Wirajaya adalah kenalan ibunya lebih tepatnya teman sekolahnya dulu.

Elena melepas pegangan tangannya pada kaki Danuar. Baik Elena maupun Danuar diam menunduk seperti bocah yang kedapatan melakukan kesalahan. Dan tentu saja mereka telah melakukan kesalahan besar pada kedua orang tua mereka. Tidak ada jalan untuk mengelak selain pasrah dan mengakui semuanya.

***

Seharian Ayushita mengecek sosial media satu persatu. Dia ingin memastikan bahwa tak ada yang mempublikasikan video pertengkaran Elena, Danuar dan dirinya di kafe Zero. Bisa makin ruwet urusannya nanti.

Bukan tanpa alasan Ayushita melakukan pengancaman di kafe sebelumnya. Saat hendak membayar pesanannya, matanya tak sengaja menangkap sosok seorang wanita yang dikenalnya. Wanita itu bernama Pipit merupakan salah satu sosialita kota P yang sangat gemar mencari sensasi di dunia maya. Dia sering mengunggah video-video aneh miliknya atau orang lain demi mencapai jumlah subscriber atau followers terbanyak di akun sosial medianya.

Kehadiran Pipit di kafe itu jelas menjadi petaka bagi mereka bertiga jika Pipit merekam dan mengunggah video pertengakaran itu.

Namun Ayushita bernapas lega karena sudah dua jam berlalu tetapi belum ada satu pun video mereka yang muncul.

Ayushita menghela napas. Dia membaringkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Memutar kembali pengakuan Danuar tentang kebohongan Elena. Meski pria itu tak menceritakan secara lengkap, tetapi dia dapat menangkap kilatan kekecewaan di manik mata Danuar. Pria itu terlihat sangat terpukul dan frustasi.

Haruskah dia merasa iba? Ya, hatinya bergerimis iba melihat Danuar meneteskan air mata untuk pertama kalinya di hadapannya. Di sudut hatinya terdalam, dia tidak rela melihat Danuar terluka. Sejak dulu dia selalu berusaha melakukan yang terbaik agar Danuar tidak marah atau kecewa padanya. Hatinya sakit jika pria itu murung atau sedih.

Dering telepon menggema di sampingnya. Dia berharap itu telepon dari Danuar. Entah mengapa dia berharap seperti itu.

Namun nama Dokter Arjuna yang tertera di layar. Sebuah panggilan video. Ayushita bangun untuk menjawab panggilan tersebut.

Tak lama wajah sang Arjuna terlihat tersenyum tampan di layar.

"Assalamu'alaikum. Hai honey!" Arjuna melambaikan tangannya.

"Wa'alaikumussalam. Gimana kabarmu?" balas Ayushita. Dia memaksakan sebuah senyum sebisanya. Suasana hatinya sedang tidak mendukung untuk tersenyum manis.

"Kabar baik honey. Aku kangen. Kamu lama banget tidak pulang. Katanya Firda sudah di perjalanan pulang," ujar Arjuna dengan wajah cemberut.

"Urusanku dengan Pak Salam belum selesai," sahut Ayushita dengan tidak bersemangat.

"Siapa Pak Salam?" tanya Arjuna dengan raut curiga.

"Pemilik hotel Santika yang akan jadi donatur proyek peternakan di kampung. Tidak usah pasang tampang gitu," jawab Ayushita. Dia kembali menghela napas panjang.

"Honey, kamu kenapa? Wajahmu tidak bahagia dan kamu berkali-kali menghela napas panjang," cecar Arjuna serius.

"Hahh?? Tidak ada apa-apa. Aku hanya ngantuk saja," jawab Ayushita sekenanya. Dia menguap sambil meregangkan badannya.

"Jangan bohong. Aku tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Apakah ada seseorang yang kamu pikirkan?" tuntut Arjuna.

Ayushita terkesiap mendengar pertanyaan Arjuna. Apakah dokter itu bisa membaca pikirannya?

"A- aku ... ti- tidak ada. Aku hanya lelah saja. Aku istirahat dulu ya. Nanti kita ngobrol lagi kalau kamu tidak sibuk," elak Ayushita.

"Baiklah. Istirahatlah sayang. Rindukan aku ya." Arjuna kembali melambaikan tangannya dan tersenyum manis.

Setelah mengakhiri panggilan video, Ayushita kembali merebahkan tubuhnya. Terbersit rasa bersalah kepada Arjuna. Namun dia tidak mungkin memberitahukan padanya masalahnya saat ini. Dia tidak ingin Arjuna cemburu atau salah paham. Lambat laun masalah ini akan selesai dan dilupakan.

***

Di RSUD kabupaten.

Arjuna termenung setelah mengakhiri panggilan video dengan pujaan hatinya nun jauh di kota P. Dia menggenggam ponselnya yang menampilkan sebuah video yang sedang dijeda. Sebuah video yang sempat beredar selama lima menit di dunia maya lalu menghilang.

"Gimana Juna? Ayushita ngomong apa?" Dokter Hendry menginterupsi lamunan Arjuna.

"Tidak ada. Hanya saja wajahnya menunjukkan kalau dia tidak baik-baik saja," jawab Arjuna lesu.

"Please! Percaya sama Ayushita. Pasti dia punya alasan tidak ngomong apa pun sama kamu. Mungkin dia sedang menyelesaikan masalah ini dengan caranya sendiri. Dan kita tidak tahu bagaimana situasi yang sebenarnya. Durasi video ini tidak terlalu lama dan sepertinya terpotong. Jadi itu tidak bisa menjadi dalil bagimu untuk curiga atau salah paham ml padanya. Beri waktu pada Ayushita. Aku yakin dia pasti akan menjelaskannya nanti. Kepercayaan adalah landasan dasar untuk membangun hubungan. Percaya padanya," nasehat Dokter Hendry panjang lebar.

"Tapi aku ingin Ayushita terbuka padaku. Aku ingin dia bergantung padaku dan mengandalkanku dalam masalahnya," kilah Arjuna.

"Juna, mungkin belum saatnya. Ada waktunya dia akan mengandalkanmu untuk menyelesaikan masalahnya. Dia gadis cerdas dan pasti dia tahu solusi terbaik untuk masalahnya kali ini," ujar Dokter Hendry meyakinkan Arjuna.

Arjuna terdiam mencerna ucapan seniornya tersebut.

Benar. Dia akan berusaha percaya pada Ayushita. Gadis lemahnya butuh waktu untuk beradaptasi dengan semua keadaan ini. Dia mencintai Ayushita dan dia percaya gadis itu akan kembali padanya dan menjadikannya pelabuhan terakhirnya.

Bersambung ...

💝💝💝

Aku mengetik episode ini di saat hari hujan. Hatiku juga gerimis memikirkan akhir hubungan Danuar dan Elena. Dan bagaimana atau kemana arah perasaan Ayushita nantinya 😥

Makasi bagi yang masih setia pada BWW meski up-nya lama.

See you next chapter 😘


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C40
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk