(trigger warning : this ch contain with 18+ scene)
Musim dingin dengan cepat tiba di seluruh penjuru Chevailer. Salju turun nyaris sepanjang malam dan membeku di pagi hari, sebelum kemudian meleleh oleh matahari menjelang siang. Keadaan jadi agak berbeda setelah kunjungan ke Nasional Musium. Banyak orang memandang Redd dengan sisi positif.
Beberapa orang bilang jika dunia itu tidak ada yang namanya dan mereka hidup bahagia untuk selama-lamanya dan kisah indahnya disney hanyalah sebuah negeri dongeng yang tidak akan pernah jadi nyata. Itu sih kata orang. Katanya.
Cuma sayangnya Redd itu bukan tipe orang yang percaya pepatah kuno "Percaya katanya dapat hasil mungkin saja" Bukan, sama sekali bukan. Karena menurutnya kisahnya sendiri itu sudah seperti negeri dongeng.
Omong-omong ia rajin membuka website kerajaan dan menemukan bahwa banyak orang menjulukinya sebagai 'Cinderella Queen' karena ia menikah dengan seorang Raja padahal ia cuma orang biasa.
"Aku menyesal membelikanmu ponsel," suara penuh protes itu membuat Redd melirik. Namun ia mengabaikannya dan memilih fokus lagi ke layar.
"Aku serius."
"Ck," Redd menjerit kesal saat handphonenya ditarik dan dilempar ke lantai degan bunyi kelotak keras. Wanita itu mendelik, menatap pelaku yang balas menatap tajam.
"Apa?"
"Apa yang kau lakukan Alexander!?"
Richard memutar matanya malas. "Jangan mengacuhkan aku dengan ponselmu!"
"Kenapa?" Redd membalas sewot. "Aku mau baca berita."
"Berita apanya?" Richard mendengus sebelum menarik Redd mendekat padanya. Wanita itu memberontak tapi Richard kukuh dengan pelukannya.
"Lepaskan aku!"
"No. No," guman Richard sambil mencium tekuk Redd dan menempelkan punggung telanjang wanita itu ke dadanya. Redd mencoba menjauh, tapi menyerah saat sebuah tangan hangat menyentuh pinggangnya dengan cara yang menyenangkan.
Sudah nyaris empat bulan ia menjadi istri dari orang nomor satu di Chevailer itu, dan sudah cukup baginya untuk menghapal segala hal tentang Richard. Terutama di bagian ranjang. Well, sungguh. Richard itu manusia dengan hormon paling luar biasa yang pernah di tahu. Pria itu selalu punya cara untuk membuat Redd setuju untuk bersenang-senang di atas sprei semalaman, sekalipun Redd menolaknya habis-habisan sebelumnya.
"Apa kau akan pergi ke gedung parlemen nanti?" bisik Redd sembari memejamkan mata erat-erat. Menikmati godaan yang ditujukan pada pusat tubuhnya.
"Sepertinya," Richard menjawab malas, berkebalikan dengan tangannya yang makin tak terkendali.
Wanita itu menggerang saat bayangan orgasme makin dekat di kepalanya, ia nencengkeram lengan Richard erat. Mendesah panjang saat pada akhirnya ia terdorong jauh ke puncak. Nafasnya tersengal, menderu di antara kecupan lembut Richard di tekuk dan lehernya.
"Mandi?" tawar Raja itu.
"Mandi," nada Redd memperingatkan. "Hanya mandi tidak yang lain."
"Aku jamin untuk pagi ini. Ya."
Redd mengangguk saat Richard bangkit dan menggendongnya ke kamar mandi. Pria itu mendudukannya di dalam bathup sementara tangannya sibuk menyalakan keran.
"Richard," panggil Redd saat hening menyapa mereka untuk waktu yang lama. Redd mendongak, mengikuti tubuh tanpa pakaian suaminya yang mengambil sabun di sisi mereka sebelum kemudian ikut masuk ke dalam bathup.
"Ya?" pria itu menyahutnya sambil menarik Redd untuk duduk di antara pahanya. "Ada apa?"
"Menurutmu apa yang membuat seseorang ingin mencelakai keluarga kerajaan?"
"Kenapa kau bertannya begitu?" tanya Richard.
"Hanya penasaran," guman Redd.
Sebulan yang lalu ia memaksa Richard mengunjungi tim forensik rumah sakit untuk melihat pelaku penyerangannya. Pria itu awalnya marah, tapi pada akhirnya ia mengizinkan saat Redd merengek nyaris menangis. Wanita itu masih ingat dengan jelas, tubuh pria itu ditaruh dalam lemari mayat dan membeku karena suhu.
Wajahnya menunjukkan bahwa usianya mungkin baru awal dua puluh tahunan, rambutnya pirang dan bola matanya hijau. Redd pikir ia mungkin akan merasa ketakutan atau apapun, namun nyatanya ia hanya merasakan perasaan kosong. Seolah pria itu bukan orang yang sama, bukan pria di malam itu.
"Aku iya kan?" kalimat bernada tenang itu membuat lamunan Redd hancur. Wanita itu melirik ke balik bahunya, melihat Richard yang asik menyiram bahunya dengan air yang baru terisi setengah.
"Apa?"
"Kau tidak mendengar aku iya kan?"
Redd mengerjab. "Maaf."
"Jangan memikirkan hal itu," guman Raja itu. "Pelakunya tidak akan berani menyakitimu lagi. Aku menjamin."
"Begitukah?"
Richard menaikkan bahu acuh, mengambil sabun di sisi bathup dan mulai menyabuni seluruh tubuh istrinya. "Aku sudah bilang aku akan membunuhnya. Maka aku akan benar-benar melakukannya."
"Tranformasi Raja mesum menjadi Raja psikopat memang menarik ya kan?"
"Jangan konyol," Richard melingkarkan tangannya menyabuni perut dan dada Redd. "Aku serius soal itu."
Redd menghela nafas. "Aku akan baik-baik saja. Aku punya Justin sekarang, dia bisa menjagaku."
"Pria muda konyol kelewat semangat," nada Richard penuh sarkasme.
Ratu itu terkekeh, "Kau dan iri dengkimu itu busuk sekali ya?"
Richard mendengus. "Aku tidak. Justin memang kelewat semangat, tapi ia merupakan yang terhebat diantara para calon pengawal Ratu yang lain."
"Nah kan. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan."
"Omong kosong," Richard mendengus lagi. Ia kemudian membalik badan Redd dan menaruh sabun di tangan wanita itu. "Giliranmu."
Redd tertawa, mengusap sabun itu di tangannya hingga berbusa dan mulai membersihkan badan Richard. Membiarkan saja saat tangan pria itu membelai pinggulnya dan mengancam akan melakukan hal yang lebih jauh.
"Justin itu adalah pria yang menyenangkan, dia banyak membuatku ingat pada Edmund."
"Edmund?" alis Richard naik.
"Ya. Mereka sama berisiknya dan hangat."
Lengan Richard memeluknya posesif. "Semudah itukah bagimu untuk membicarakan pria lain di depan suamimu? Telanjang? Di dalam bak mandi?"
"Mungkin?" Redd tersenyum nakal. "Cemburumu itu memang sexy sekali ya?"
"Nakal," geram Richard sebelum membenamkan diri tajam ke dalam Redd. "Kau memang nakal."
Redd terengah di antara tawa dan rasa penyesuaian diri pada benda yang memenunhinya. "Peraturannya hanya mandi bajingan."
"Sayangnya," Richard menarik hingga ujung. "Peraturan itu dibuat untuk dilanggar," dan hujaman gila itu membuat Redd kehilangan kesadarannya akan akal sehat.
Well, dia sudah bilangkan? Richard itu pria dengan hormon yang menggila.
....