Unduh Aplikasi
5.14% Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 9: Jalan Hidup!

Bab 9: Jalan Hidup!

" Bagaimana keadaan papi, mas?" tanya Tata sedih, matanya sembab karena dia tidak berhenti menangis.

" Masih belum siuman! Dokter Tony bilang kita menunggu 24 jam ke depan!" jawab Yusman.

" Dia pasti sembuh'kan mas?" tanya Tata.

" Beliau pasti sembuh! Papimu orang yang kuat yang pernah mas temui!" jawab Yusman. Tata mengusap pipinya yang berlinang airmata.

" Sudahlah, Ta! Ada mas disini! Papai akan baik-baik saja!" hibur Yusman. Sesampai mereka di RS, Tata langsung ke ICU, meninggalkan Yusman yang memarkir mobilnya.

" Kamu boleh melakukan apa saja yang kamu suka sekarang! Tapi setelah kita nikah, kamu harus tunduk dengan kata-kataku!" ucap Yusman lirih.

Tata berlarian menuju kamar ICU, dari jauh dilihatnya mami dan buleknya sedang duduk di ruang tunggu.

" Mami!" panggil Tata.

" Taaaaa!" sahut mami Tata.

" Sudah, jangan menangis lagi! Kita do'akan saja papimu baik-baik saja!" kata bulek Resti. Tata memeluk maminya yang terduduk lunglai di kursi. Tidak berapa lama kemudian, Yusman datang membawa makanan.

" Mi! Mami makan dulu, ya! Dari semalam mami nggak makan apa-apa!" ucap Yusman.

" Aku nggak nafsu makan, Yus!" jawab Mami. Tiba-tiba seorang dokter keluar dari ruang ICU.

" Keluarga bapak Panji Wardani?" tanya dokter.

" Iya, dok! Saya anaknya!" jawab Tata yang langsung berdiri menemui dokter itu.

" Bapak anda sudah sadar, tapi masih belum pulih! Kami akan memindahkannya ke kamar! Tolong diurus kamarnya!" ucap Dokter itu.

" Ya, Tuhan! Terima kasih!" ucap Mami Tata.

Papi Tata di pindah ke kamar VVIP, karena Tata ingin papinya bisa istirahat dan berobat dengan tenang. Tata dan seluruh keluarga besar sangat senang dengan berita papi. Mereka satu-prsatu datang melihat papi Tata tapi bergantian dan sehari hanya boleh 3 orang saja.

" Cah ayu!" panggil papinya.

" Papi sudah nggak sanggup ngurusin perusahaan!" ucap panji.

" Papi nggak boleh bilang gitu! Kan ada mas yusman!" jawab Tata.

" Ada yang papi ingin bicarakan sama kamu!" ucap Panji.

" Apa?" tanya Tata.

" Papi tidak mau perusahaan papi dipegang oleh Yusman!" kata Panji. Tata terkejut mendengar ucapan papinya.

" Kenapa?" tanya Tata lagi.

" Papi mendapat laporan dari orang kepercayaan papi jika mama Yusman itu seorang materialistis! Dia suka sekali menghabiskan uang hanya untuk membeli pakaian dan bepergian ke luar negeri!" tutur papinya.

" Bukankah itu hal biasa, pa!" jawab Tata.

" Satu hal yang membuat papi memikirkan lagi menyerahkan perusahaan dibawah kepemimpinan Yusman adalah maminya itu ternyata suka berjudi!" ucap papinya lirih.

" Astaga! Apa Yusman juga begitu?" tanya Tata.

" Yusman bukan tipe pria seperti itu, tapi papi takut Yusman akan memberikan apapun yang diminta mamanya karena dia sangat menghormati dan menyayangi mamanya itu! Dan perusahaan akan bangkrut lama-lama!" jawab Panji.

"Pelan-pelan, pi! Jangan dipaksakan!" kata Tata mengelus dada papinya.

" Papi sebenarnya berat meminta ini sama kamu! Tapi, papi harap kamu berhenti kuliah disitu dan ambil kuliah jurusan bisnis!" pinta panji. Tata terkejut mendengar permintaan papinya, kakinya terasa lemas, setahun lagi kuliahnya dan dia harus meninggalkannya?

" Maafkan papi, cah ayu! Karena papi mau perusahaan ini kamu yang pegang! Bukan suamimu!" kata panji. Tata tidak tega menolak permintaan papinya yang telah berjuang untuk hidup demi menyampaikan hal ini padanya.

" Beri Tata waktu ya, pi!" ucap Tata. Panji menganggukkan kepalanya. Tata memikirkan semua jerih payahnya selama kuliah di kampus SSS. Apakah dia harus melepas begitu saja semua impiannya? Tata menghela nafas panjang, ditatapnya papinya yang tertidur di brankar. Wajah papinya sudah mulai terlihat sedikit kerutan-kerutan.

Tata mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan di sebuah butik karena karyanya, tapi dia menolak semuanya, karena dia telah memutuskan akan kuliah bisnis selama 2 tahun di Negara yang sama tapi di kampus SSZ jurusan bisnis. Panji meminta Tata merahasiakan hal itu pada siapapun, terutama Yusman.

" Cincin kamu mana, cah ayu?" tanya papinya.

" Kok selama kamu disini papi nggak pernah melihatnya?" tanya Panji lagi. Tata memejamkan matanya. Sialan lo, Val! Gue harus jawab apa?

" Itu...Cincinnya ...ketinggalan di kamar mandi apartement Tata, pi!" jawab Tata sekenanya.

" Ya, sudah! Lain kali nggak usah dilepas-lepas! Apa Yusman tahu? Papi kuatir terjadi salah paham nantinya!" kata Panji.

" Iya, Pi! Mas Yusman memang belum tahu!" kata Tata. Jangan sampai dia menyadarinya, kalo nggak nanti akan ada perang dingin bahkan perang dunia kedua! batin Tata. Dan Tata sangat malas untuk berdebat masalah kecil seperti ini.

" Masalah kecil? Kamu anggap cincin itu masalah kecil? Apa kamu memang tidam mau bertunangan denganku dari awal?" kata Yusman dengan nada meninggi, sesuai prediksi Tata, jika Yusman akan marah saat dia tahu Tata tidak memakai cincin itu.

" Ta! Cincin itu adalah tanda pengikat kita! Tanda bahwa kamu telah menjadi milikku! Tanda bahwa orang lain tidak bisa lagi memilikimu atau menyukaimu!" tutur Yusman.

" Sudahlah, mas! Gue minta maaf, ini memang keteledoran gue! Gue kemarin terburu-buru, makanya cincin itu tertinggal di kamar mandi!" jawab Tata menyesal.

" Kali ini mas maklumi! Tapi lain kali mas nggak mau terulang lagi!" ucap Yusman akhirnya. Tata bisa bernafas lega setelah Yusman mengatakan itu.

" Tapi ada syaratnya!" ucap Yusman tiba-tiba.

" Apa?" tanya Tata kaget.

" Iya! Ada syaratnya! Aku akan memaafkanmu tapi dengan syarat, jika tidak kamu lakukan, aku akan memutuskan pertunangan ini!" ucap Yusman. Tata kaget, masih jelas terdengar ucapan maminya,

" Nduk! Mami harap kamu bisa menikah dengan Yusman! Karena dia yang menyelamatkan mami saat mami jatuh dari tangga. Jika Yusman tidak ada waktu itu, mami mungkin akan pergi meninggalkanmu dan papimu! "

Balas budi? Apakah seperti ini rasanya? Gue memang menyukai mas Yusman, bahkan saat gue SMA dulu, gue sangat menyayanginya. Gue nggak bisa ngapa-ngapain kalo nggak lihat dia, tapi kenapa perasaan itu sekarang tidak ada? Sekarang gue menganggap dia adalah sosok pria matang yang mampu membahagiakan gue di masa depan dan itu karena orang tua gue! batin Tata. Seperti pepatah jawa bilang "Tresno jalaran soko kulino" jadi semoga dengan kebiasaan yang gue lakukan tiap hari pada saat nanti gue sudah nikah sama dia, cinta akan datang pada gue. Bukannya sekarang gue nggak cinta sama dia, tapi lebih tepatnya perasaan gue ini disebut apa, ya? Tau, ah! Gue bingung mendeskripsikannya. Lo thor? Apa namanya perasaan gue yang sekarang ini? (author hanya geleng-geleng kepala) Giman sih thor? Kan lo yang ciptain karakter gue? Gue tahu! Lo nggak tahu sebutannya yaaaaa? Lo nggak tahu kosakatanya kan? (author mengangguk dengan malu-malu)

" Ta! Diajak ngomong malah melamun!" tegur Yusman saat melihat Tata hanya diam tapi sesaat kemudian senyum-senyum sendiri.

" Eh, iya mas!" jawab tata kaget.

" Kamu harus cium mas!" ucap Yusman lirih di telinga Tata.

" Apa?" teriak Tata.

" Shhhh! Kamu nih, kayak tarzan aja!" ucap Yusman.

" Abis mas ada-ada aja permintaannya!" jawab Tata.

" Kita udah tunangan Ta! Masa iya ciuman aja nggak boleh?" ucap Yusman. Tiba-tiba mami Tata datang dan Tata terselamatkan dari bibir mesum Yusman. Hihihihi! Rasain! Emang enak nggak jadi ngerasain bibir Tata? Nggak papa, ntar lagi aku nikah sama dia! Aku bisa nikmati dia dari ujung rambut sampe ujung kaki, wekkkk! Dasar otak mesum! Papi Tata boleh pulang jika keadaannya besok sudah stabil.


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C9
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk