Unduh Aplikasi
2.75% The Forgotten Princess. / Chapter 17: Hutang budi

Bab 17: Hutang budi

Georgina tersenyum lebar saat melihat ketiga pria mesum yang ingin berbuat kurang ajar padanya saat ini sudah terikat di sebuah tiang listrik secara bersamaan tanpa menggunakan pakaian, Gina memaksa ketiga pria itu untuk melepaskan semua pakaiannya dan hanya menyisakan celana dalam saja. Belum cukup disitu Gina menuliskan sebuah tulisan di tubuh ketiga pria itu dengan kalimat 'Aku seorang pria mesum'.

"Hukuman ini masih belum apa-apa dan ingatlah jika suatu saat aku melihat kalian melakukan hal semacam ini lagi maka aku tak akan segan,"ucap Gina pelan dihadapan ketiga pria yang mulutnya sudah disumpal dengan sapu tangan mereka masing-masing itu.

Ketiga pria itu hanya menganggukkan kepalanya perlahan dengan mata berkaca-kaca dan sebelum Gina pergi ia sempat menghancurkan ponsel ketiga pria itu dengan menginjaknya secara bersamaan, melihat cara Gina menghancurkan ponsel ketiga pria itu pun semakin gentar. Mereka tak bisa membayangkan betapa kuatnya kaki Gina.

Karena hari sudah semakin sore dan Gina sudah lelah ia pun memutuskan segera pergi dari tempat itu, meninggalkan para korbannya yang sudah tak berdaya. Satu hal yang Gina syukuri adalah tak adanya kamera cctv di sekitar tempat ia memberikan pelajaran pada para penyerangnya tadi, tepat saat Gina kembali ke halte sebuah bus datang. Tanpa berpikir dua kali Gina pun langsung naik, ia benar-benar tak memperdulikan ketiga pria yang sudah ia buat babak belur itu.

"Sepertinya aku harus sering berlatih mulai besok, tanganku terasa sedikit sakit,"ucap Gina pelan saat melalukan streching pada pergelangan tangannya yang sebelumnya ia gunakan untuk bertarung.

Setelah 20 menit bus yang membawa Gina akhirnya tiba di halte yang berada paling dekat dengan apartemen Gina, dengan penuh semangat Gina turun dari bus. Ia sempat mengangkat kedua tangannya ke udara karena baru saja terbangun dari tidur singkatnya yang hanya 15 menit itu, Gina menatap langit Barcelona yang mulai menguning di ufuk barat. Rencananya untuk pulang lebih cepat gagal karena diikuti ketiga pria yang sudah ia beri pelajaran itu, karena merasa seluruh tubuhnya terasa tak nyaman Gina pun memutuskan untuk berlari di lapangan yang berada disekat apartemennya. Ia harus melatih kekuatan kakinya kembali, walau bagaimana pun ia sudah lama sekali tak berolahraga karena sibuk mengurus sang ibu yang sakit parah. Tanpa melepas sepatu dan jaket yang melekat ditubuhnya Gina berlari di lapangan sepakbola sebanyak tiga putaran dengan kecepatan sedang.

"Hahhh...sepertinya aku harus sering-sering berlari, seluruh ototku terasa kaku,"ucap Gina dengan nafas naik turun setelah ia menyelesaikan putaran terakhirnya.

Beruntung di sekitar lapangan ada vending machine sehingga ia tak kesulitan mencari minum, setelah merasa keringat yang melekat ditubuhnya kering Gina pun memutuskan untuk naik ke apartemennya karena hari sudah gelap. Karena ingin melatih ototnya Gina memutuskan untuk menggunakan tangga darurat daripada lift, penyerangan yang terjadi hari ini membuat Gina sadar bahwa seorang gadis yang bepergian seorang diri itu adalah hal yang sangat berbahaya. Karena itu mau tak mau Gina harus bersiap, saat ini ia seorang diri di negara orang yang mana itu sangat berbahaya baginya. Setelah berjalan kaki akhrinya Gina sampai di kamarnya yang masih terkunci rapat, tanpa menunggu lama Gina pun langsung masuk kedalam kamarnya.

"Terima kasih sudah melindungiku dari atas sana, bu. Aku tahu ibu selalu bersamaku, terus jaga Gina bu. Tujuan Gina masih panjang, Gina belum bertemu dengan pria jahat itu,"ucap Georgina pelan saat berada dibawah kucuran shower.

Kediaman keluarga Sanders

"Dimana otakmu, Rosa? Sudah tahu itu tas limited edition terbaru milikku. Kenapa juga kau melemparnya begitu saja, hah!!"pekik Selena dengan keras pada adiknya Rosa.

Rosa yang sedang menikmati makan malamnya nampak tak memperdulikan ucapan sang kakak, ia justru terus menikmati spagetti kesukaannya dengan lahap tanpa rasa bersalah setelah melempar tas kesayangan kakaknya ke sofa.

"Rosa!!!"

Brak

Rosa memukul meja dengan keras saat kesabarannya sudah habis.

"Aku sedang makan, tak bisakah kau diam, Selena?"jerit Rosa tak kalah keras.

"Kau yang mencari masalah denganku, Rosa. Kau yang sudah merusak tas terbaruku, dasar gadis bar-bar yang tak punya sopan santun!!"sahut Selena memaki adiknya dengan suara meninggi.

"Selena kau!!!"

"Sudah...sudah...ada apa lagi ini?" hardik seorang pria tua yang tengah berjalan menggunakan tongkat bersama istrinya dengan suara meninggi.

"Granpa, ini salah Rosa. Rosa yang sudah merusak barang kesayanganku,"jawab Selena dengan cepat, menjelaskan apa yang terjadi pada kakeknya yang baru datang.

"Apa barang kesayangan? Tas itu baru berumur dua hari, aku yakin dalam lima hari kedepan kau pasti sudah memiliki barang kesayangan lainnya, Selena,"ejek Rosa tak mau kalah.

"Kau..."

"Diam, mau sampai kapan kalian bertengkar seperti ini? Apa kalian berdua tak menghargai kakek?" Yohanes Sandres kembali berteriak dengan suara keras memotong perkataan Selena.

Wajah Selena dan Rosa pun langsung pucat, kedua kakak adik itu langsung menundukkan wajahnya ke bawah menatap lantai. Meski Julian Sanders adalah kepala keluarga tapi tetap saja kekuasan penuh di rumah itu masih dipegang oleh Yohanes Sanders, ayah Julian. Sehingga semua orang lebih takut pada Yohanes ketimbang Julian.

Vanessa dan Julian yang baru kembali dari pertemuan bisnis dengan rekan kerja Julian nampak terkejut saat melihat kedua anak gadis kesayangannya berdiri disamping meja makan dengan kepala tertunduk dihadapan sang kakek, tanpa pikir panjang Vanessa pun langsung berlari menghampiri kedua putri kesayangannya. Seperti biasa ketika mereka dimarahi.

"Ada apa ini, Dad? Ini sudah malam, kenapa harus memarahi kedua gadis baik ini?"tanya Vanessa lembut sambil merangkul kedua putrinya.

Yohanes diam, ia tak menjawab pertanyaan menantunya. Kedua matanya justru menatap sang putra yang baru bergabung dengan mereka di ruang makan.

"Disiplinkan anak-anakmu, Julian. Mereka sudah dewasa bukan anak kecil lagi,"ucap Yohanes Sanders dengan keras.

Julian langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Baik Dad, maafkan aku yang masih kurang disiplin mendidik mereka."

Yohanes menyipitkan kedua matanya yang sudah rabun. "Mereka sudah dewasa, jangan sampai keluarga Del Cano kecewa. Ingat pernjanjian kita dulu pada mereka."

Seluruh tubuh Rosa dan Selena pun langsung mengigil saat nama keluarga Del Cano disebut dan hal itu langsung disadari Vanessa.

"Tapi mereka masih kecil Dad, anak-anakku belum dewasa. Tak mungkin kita menyerahkannya pada keluarga mafia itu,"sahut Vanessa dengan cepat, ia tahu kemana arah pembicaraan sang ayah mertua.

Yohanes Sanders mengalihkan wajahnya dan menatap Vanessa dengan tajam. "Kalau kau menolak maka kau akan tahu konsekuensinya apa, jadi bersiaplah. Keluarga kita sudah banyak sekali berhutang pada mereka, aku rasa baik Selena ataupun Rosa pasti siap menjadi Nyonya Del Cano dimasa depan."

"Siapa yang mau menikah dengan kakek-kakek seperti orang itu, kalau granpa mau ya sudah granpa saja yang menikah dengannya,"jerit Selena dengan keras selebum akhirnya ia pergi dari ruang makan menuju kamarnya yang ada dilantai dua.

"Aku juga tak mau. Aku mau menjadi seorang model, aku tak mau menikah muda,"pekik Rosa ikut panik dan langsung menyusul sang kakak menuju kamarnya sendiri.

Bersambung


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C17
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk