Yuna's POV
"SURPRISE ...," teriak Winda, Marsha, Divo, Evna, Dera dan ... Gad-ha(?) Aku mematung di depan pintu rumah Dera. Kakiku hendak melangkah mundur, namun Erno yang tepat berada di belakangku menahan dan mendorongku untuk masuk.
'Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday happy birthday
Happy birtdhay to you'
Aku dibuat bingung dengan apa yang terjadi di hadapanku saat ini. Oke ini bulan Oktober tapi, belum tanggal 25 deh. But wait ... sepertinya aku harus memastikan dengan melihat ponselku.
Aku meraba kantong celana mencari ponsel untuk melihat tanggal dan ternyata betapa terkejutnya aku sekarang memang tanggal 25 Oktober. O my-god. Beneran ini tanggal 25?
"AH SHITTTT! GUE LUPA, KALAU GUE ULANG TAHUN!" teriakku jengkel.
"Ih luuu syok kek syok! Bukannya syok, ini malah histeris gak karuan," rutuk Marsha.
Evna membawa kue yang berhiaskan buah ceri dan coklat yang begitu cantik dengan lilin yang berangka sembilan belas di atasnya. "Ni, tiup dulu!" perintah Evna.
Aku kebingungan dan hendk menuruti perintah Evna dengan meniup lilin. Namun, dengan cepat Winda menghalangi. "Eitzz, make a wish dulu, Yun. Semangat banget sih lu," ucap Winda.
Aku menggaruk kepala dengan kikuk, setelah itu memejamkan mata untuk make a wish.
'Gue harap permainan ini belum berakhir dan gue harap, gue bisa menyelesaikannya sampai akhir.' Ntah mengapa ada pikiran jahat yang melintas dipikiranku setelah semua yang mereka berikan ini.
•••
"Sekarang JE-LA-SIN! " perintahku tegas ke enam sahabatku plus Gadha yang juga turut serta.
Marsha dan Evna saling melirik satu sama lain. Sedangkan Erno dan Divo pura-pura tidak mendengarkan, dengan saling bercengkrama. Lalu Winda sibuk menelpon pacarnya. Dan Dera dan Gadha sibuk bermesraan.
Oke, fine! Mereka begitu menyebalkan.
Dengan sebal, aku yang dicuekin melempar satu persatu mereka dengan bantal sofa. Itu berasil, karna telah membuat mereka semua menatap kearahku sekarang.
"Jelasin Div!" Erno menyenggol bahu Divo.
Divo langsung menatap Erno dengan tajam.
"Ogah, lu aja—"
"Oke gua yang jelasin," potong Winda.
Flashback
Author POV
Winda, Dera, Marsha dan Divo sedang berada dirumah Marsha membicarakan ulang tahun Yuna yang menghitung minggu.
"So, apa rencananya?" tanya Dera.
Winda berfikir keras sedangkan Marsha dan Divo sibuk dengan smartphone mereka masing masing.
"WOI!" teriak Dera.
Marsha dan Divo langsung menatap Dera datar. "APAAN?" teriak Divo.
"Rencananya apa geblek," ucap Dera jengkel.
"Buat aja yang anti mainstream. Bukannya Yuna hobby yang begituan?" tanya Divo.
"Leh uga," ucap Marsha sambil mengangguk setuju.
"Yaudah, gue skype Erno dulu." Winda pun mengambil laptopnya didalam tas untuk menghubungi Erno.
Saat ini skype telah terhubung dengan Erno.
"No kata si Divo, kita mau buat rencana anti mainstream buat ultah Yuna," ujar Winda tanpa basa-basi saat layar laptop menampilkan wajah Erno.
"Gue sih, ngikut aja guys. Gue kayaknya bisa pulang deh, pas ulang tahun Yuna," ucap Erno yang berada di sebrang sana.
Marsha berpindah tempat ke depan laptop agar dapat melihat Erno lebih jelas. "No, lu punya ide kagak?" tanyanya.
"Gimana kalau kita libatin Gadha?" usul Erno dengan hati hati.
Mereka bertiga pun langsung menatap Dera. Dera yang ditatap langsung tersenyum tulus. "Gak apa-apa kok. Gue setuju aja."
"Kan belum nanya Der, baper banget lu!" goda Divo.
Dengan senyum yang masih mengembang, ia pun berkata, "gue gak apa-apa beneran. Kalo itu untuk mempererat persahabatan kita, buat kita sama-sama dan buat persahabatan kita lebih berwarna plus seru, yaudah ... gue gak apa-apa. Lagian, gue gak bakal bisa ngehapus masa lalu seseorang. Seandainya Yuna gak pacaran dengan Gadha, mungkin gue juga gak bakal pacaran sama Gadha, ini mungkin udah takdir dan jalan hidup kami bertiga." Dera tersenyum bijak.
"Yaudah deh, Dera udah setuju. Tinggal Gadha aja. Emang Gadha mau? Bukannya selama ini dia ngindarin Yuna?" tanya Marsha.
"Tenang aja nanti gue bujuk dia, woles aja."
"Yaudah deh guys. Gua ngampus dulu ya, gue ada kelas nih. Nanti gue skype lagi oke?" ucap Erno yang berada disebrang sana dan langsung memutuskan skype.
Mereka berempat saat ini sedang menunggu Gadha. Setelah Erno memutuskan skype secara sepihak dengan cepat Dera langsung menghubungi Gadha untuk bertemu dengannya.
Kini Marsha menatap Dera dengan penasaran. "Lu beneran gak apa-apa? Kalau si Gadha masih ada rasa gimana?" tanya Marsha.
"Gak apa-apa kok. Lagian, gue yakin Yuna cuma masalalu Gadha. Kalo gue kan masa depannya, Sha." Dera pun berjalan menuju pintu depan untuk menyambut Gadha yang telah datang.
"Masuk yang," ajak Dera.
"Sini Gadh." Divo melambaikan tangan ke arah Gadha.
"Gini, kita butuh bantuan lu," ucap Winda to the point.
"Apa?" tanya Gadha dengan raut kebingungan.
"Ikut surprise-in Yuna," jawab Winda.
"Sorry gue gak bisa," tolak Gadha langsung tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Dera menatap Gadha dengan wajah memohon. "Yang, tolongin kita deh Yang," pintanya.
Gadha menghela nafasnya dengan kasar. "Gue gak bisa, maaf. Kalian aja, gue gak bisa," tegasnya.
"Kalau gak bisa, berarti kamu masih sayang sama Yuna?" tuduh Dera.
"Gak, bukan gitu ...," Gadha mencoba memberikan isyarat agar Dera mengerti.
"Iyalah. Divo aja gak mau ketemu sama mantannya itu si Re Re itu. Karna belum bisa move on. Disebut namanya aja langsung mewek dianya."
"Aduh, bukan gituu Yang," ucapnya prustasi.
Divo yang namanya dibawa-bawa menatap Dera tajam. "Kenapa jadi bawa-bawa nama gue, dah? Gak usah sebut-sebut namanya lagi deh!" tegas Divo.
"Tuh kan Yang! Benerkan? Kamu gitu, ya? Kayak Divo!" desak Dera.
"Kok gue? Gue pulang nih!" ancam Divo.
"Dih alay lu!" ejek Marsha.
"Ih kayak lu kagak pernah pulang aja kalau lagi ngambek," balas Divo.
"Stop!" perintah winda.
"Gimana Gadh?" tanya Winda.
Gadha melirik ke arah Dera yang saat ini memasang tampang sebal. "OKE!" ucap Gadha pasrah karna tak ingin bertengkar dengan pacarnya— Dera.
Tiga hari lagi adalah ulang tahun Yuna. Rencana pertama sudah dilakukan. Gadha sengaja menanyakan Yuna kepada temannya. Dan beberapa hari kemudian dia menemui Yuna di perpustakaan. Selanjutnya, Erno yang sengaja pulang menemui Yuna dengan nomor misterius seolah-olah itu Gadha, padahal itu Erno yang mempunyai kepentingan mengambil ijazahnya. Dan hari ini rencana selanjutnya. Membuat Gadha dan Yuna bertemu lalu diakhiri oleh Dera yang pura-pura ketabrak. Yang sebenarnya ditabrak oleh supirnya Winda dengan darah yang sengaja dibuat-buat.
Winda, Marsha dan Divo yang berada dikejadian. Hanya memantau dari kejauhan. Mereka tak menyangka rencana itu menjadi sangat lancar, tanpa disengaja pun ternyata Yuna memuluskan rencana mereka.
Tentang rumah sakit, polisi dan sebagainya telah mereka atur sedemikian rupa. Andai, Yuna tahu dan peka sedikit saja, kalau ada kejanggalan disaat kecelakaan itu seharusnya Dera tidak boleh disentuh sebelum anggota medis datang. Tapi sayang, dia tidak menyadarinya.
Sepuluh menit setelah kejadian itu Marsha, Winda dan Divo menghubungi Erno dan Evna untuk rencana selanjutnya. Evna yang berada di asrama hanya diberi tahu melalui sms karena peraturan asrama yang lumayan ketat. Jadi Evna hanya dilibatkan saat dia pulang dari asrama.
Saat Yuna dengan Gadha sedang berbincang, sebenarnya mereka bertiga telah datang. Tapi menunggu waktu yang tepat agar Yuna bisa disalahkan supaya ada alasan untuk memusuhi Yuna; yang merupakan bagian dari rencana. Sebenarnya saat Gadha memeluk Yuna, itu juga termasuk bagian dari rencana.
Winda yang memarahinya, Divo yang tidak percaya lagi padanya dan Dera yang mengusirnya itu juga bagian dari rencana, agar mereka tidak berlama lama dirumah sakit itu. Itulah alasan supaya Yuna tidak kembali. Dan suster yang berada di kamar saat Yuna tiba itu juga sebenarnya ikut membantu mereka.
Flashback Off
Yuna's POV
"Keren," ucapku dengan takjub sembari bertepuk tangan setelah mendengar cerita dari mereka.
"Keren?" ulang mereka bersamaan.
"Iya keren." Aku tersenyum manis. Namun hatiku tidak berkata demikian, 'karena sangking kerennya, pingin gue bales,' rutukku dalam hati.
"So, kalau yang pacaran itu beneran?" tanyaku dengan nada santai.
"Iyaa," ucap Dera pelan mungkin hampir tak terdengar.
"Hmm ...." aku hanya mengangguk seolah mengerti.
"Kenapa Yun? Berharap itu skenario kita yaaaaaa?" celetuk Erno dengan kurang ajarnya.
Winda melotot tajam kearah Erno dan memberikan Erno peringatan. "Erno ...."
Erno hanya tersenyum kikuk.
"Kenapa?" tanyaku dengan tenang namun dengan wajah sendu tak percaya.
"Kenapa?" ulang mereka lagi dengan berbarengan.
"Iya, kenapa kalian buat surprise seperti ini?" ku paksakan tersenyum saat bertanya. Karena aku penasaran sekaligus miris ... dengan hatiku.
"Lu sih, waktu itu milih Gadha dari pada kita. Yaudah biar lu tau rasanya digituin sahabat sendiri!" ujar Erno dengan santainya tanpa berpikir apa yang dia katakan akan menyakiti hatiku.
Aku hanya bisa membisu sembari menatap Erno dengan datar, karena apa yang dia katakan kebenaran yang menyakitkan. Sedangkan yang lainnya berteriak, "ERRRNOOOO!"
•••
Kalau hati hanya buat mainan
Untuk apa aku punya hati
Kalau cinta hanya untuk dipermainkan
Untuk apa aku jatuh hati
Jika aku tak pantas untukmu
Cukup buang aku dan jangan permainkanku demi cintamu
-Yuna Resya Tirka
•••