Sementara itu, Velina tersenyum-senyum melihat Marino yang lebih memilih untuk memakan pie apel daripada menyerangnya secara verbal.
Sepertinya kakaknya itu tahu diri jika ia tak akan bisa mengalahkan Velina dalam perang mulut. Sama halnya untuk hal-hal lainnya, ia lebih suka mengalah dan memilih untuk hanya bekerja dibelakang layar, sama seperti yang dilakukan oleh ayahnya.
Mereka menghabiskan waktu untuk bersenda gurau dan saling menanyakan kabar, hal-hal apa yang terjadi di perusahaan mereka, dan memikirkan strategi perusahaan-perusahaan mereka kedepannya.
Tiba-tiba, Marino teringat sesuatu. Ia lalu mengambil ponsel di saku celananya untuk melihat jam.
Saat itu sudah hampir jam sepuluh malam dan ia pun bangkit berdiri untuk mengganti bajunya.
"Kau mau kemana?" Tanya Velina dengan spontan. Meskipun, pertanyaan seperti itu dalam budaya Vanesia terdengar tidak sopan.
Yaaaaah... Chika, kita samaan, dong! Enggak suka pakai baju ketat! ⊙︿⊙
Tapi gimana atuh, perut seksiku ini nggak bisa dikondisikan. Pakai baju segede apapun tetap aja ngetaaaaaaaaattt (╥_╥)