Unduh Aplikasi
61.11% The Hunter: Sang Malam / Chapter 10: SMA Andalas

Bab 10: SMA Andalas

Matahari sore hampir terbenam. Sinar orennya menyilaukan mata. Safira menatap matahari di depannya dengan perasaan takjub dan gelisah. Takjub karena pertama kali melihat pemandangan laut berwarna keorenan akibat pantulan matahari senja. Gelisah karena memikirkan nasibnya harus sekolah di tempat terpencil.

Pikiran Safira melayang-layang. Ia mempertanyakan keputusan mama dan pamannya yang menyekolahkannya di sebuah tempat antah berantah. Saat mama menyebutkan sekolah di tempat yang mampu 'menjaga keamanan', Safira bertanya-tanya adakah tempat semacam itu di dunia ini?

Bukankah tidak ada tempat yang aman untuk berlindung? Bahkan keluarga pun bukan tempat yang aman. Setidaknya Safira menyadari itu ketika ia mulai duduk di bangku SMP. Ia mendengar dari teman-teman SMPnya yang menginjak usia remaja bahwa mereka tidak memiliki tempat 'aman' untuk berlindung.

Orangtua yang suka pulang malam. Kadang bertengkar di hadapan anak-anak. Orangtua yang tidak mau mendengar keluh kesah anak remaja mereka. Menuntut anak remaja mereka untuk hidup sesuai ekspektasi mereka.

Tapi untunglah Safira tidak mengalami ini semua. Mamanya memang single parents yang kadang harus pulang larut malam untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor. Mamanya juga punya banyak masalah namun memilih untuk menceritakan sisi baik dari permasalahan yang di hadapi agar Safira tidak ikutan panik. Baginya mama adalah tempat teraman di dunia ini.

Apakah sekolah itu mampu memberikan rasa aman yang sama dengan yang diberikan oleh mama? Safira tidak yakin.

Perahu yang dinaiki Safira menepi. Safira turun dari perahu sambil membawa ransel dan koper kecilnya yang berat. Ia melihat sekeliling pelabuhan kecil pulau itu. Sepi.

"Permisi, Pak," Safira memanggil pengemudi perahu. "Dari sini saya harus kemana?"

"Kamu ikuti saja jalan setapak ini. Nanti diujung jalan aka nada dua cabang. Belok kanan saja karena itu arah sekolah. Kalau belok kiri kamu nanti sampai di perkampungan," jelas si bapak.

Safira manggut-manggut.

[Rupanya tempat seperti ini ada perkampungan juga ya]

Safira menelusuri jalan setapak. Tidak ada lampu di sepanjang jalan. Penerangan Safira hanya bersumber pada sisa-sisa cahaya matahari yang hampir terbenam. Satu hal yang bisa ia lihat adalah di sisi kanan dan kiri jalan ditutupi pagar tanaman. Di balik pagar tanaman itu ratusan pohon tumbuh rapat membuat Safira seolah berjalan di tengah hutan.

Jalan setapak ini cukup panjang. Sudah berjalan selama 10 menit Safira tidak melihat keberadaan ujung jalan yang dimaksud bapak pengemudi perahu. Butiran-butiran keringat mulai membasahi dahinya.

Entah kenapa perasaan Safira berubah tidak enak. Ia merasa diikuti. Sekelebat bayangan hitam mengendap-endap dari balik pepohonan.

Safira mempercepat langkahnya. Beberapa kali koper yang dibawanya tersandung kerikil-kerikil.

Tiba-tiba sesuatu melompat dari balik pagar tanaman. Matanya menyala. Tanpa berpikir panjang Safira berlari kencang sambil menarik kopernya.

[Makhluk apakah itu?!]

Safira berbelok ke kanan tepat di ujung jalan. Napasnya mulai tersenggal-senggal. Safira berlari menelusuri jembatan yang ada diatas sungai kecil. Makhluk itu masih mengejarnya.

Bruk!

Safira terjatuh. Koper yang dibawanya terpental. Safira berusaha bangkit berdiri tapi kakinya terkilir. Safira hampir tidak bisa menggerakkan kaki kirnya.

Makhluk itu semakin mendekat. Mata Safira terbelalak karena yang mengejarnya adalah… seekor anjing. Anjing besar setinggi 1.5 meter dengan bulu hitam dan mata kuning menyala. Dengan bentuknya, anjing ini lebih mirip serigala raksasa.

Anjing itu mengerang marah. Ia memelototi Safira yang sedang menahan sakit. "Toloonggggg!!!"

[Tamatlah riwayatku]

"Digo!" panggil sebuah suara dari arah belakang Safira. Seorang pria muncul membawa obor berlari kecil kearah Safira.

Makhluk yang dipanggil Digo itu berhenti mendekat. Ia merundukkan kepalanya.

"Tenang, Digo. Dia bukan musuh," pria itu memberi tahu anjing itu. Dengan isyarat tangan, anjing raksasa bernama Digo itu meninggalkan Safira dan menghilang di balik pepohonan.

Safira tercengan dan tidak bisa mencerna apa yang terjadi di depan matanya.

[Aku selamat]

"Kamu tidak apa-apa?" pria itu membungkuk. Safira bisa melihatnya dengan jelas. Pria itu memiliki kulit coklat dengan rambut pendek.

"Aku baik-baik saja. Tapi kakiku terkilir," kata Safira menahan sakit.

Pria itu mengecek kaki Safira. "Siapa namanu?"

"Namaku Safira," Safira berusaha tidak berteriak ketika pria itu melilitkan kain ke kaki kirinya yang terkilir.

"Apa yang sedang kamu lakukan disini, Safira?"

"Aku mau menuju sekolah."

Pria itu manggut-manggut. "Kalau begitu naiklah ke punggungku, aku akan mengantarmu ke sekolah."

Safira terlalu lelah untuk curiga pada orang. Tanpa disuruh dua kali, Safira naik ke punggung itu. Mereka berdua menyusuri jalan yang mengarah ke sekolah.

"Ngomong-ngomong, namaku Keanu," kata pria itu.

Di balik punggung Keanu, Safira bisa mencium bau kayu manis. Sepertinya itu jenis parfum yang dipakai Keanu.

Berjalan diam selama sepuluh menit, Safira dan Keanu sampai ke sebuah gerbang tinggi. Di balik gerbang Safira bisa melihat jelas sebuah bangunan tua klasik bercat putih. Di depan gedung itu ada halaman luas yang ditumbuhi beraneka pohon dan bunga. Ketika menengok keatas gedung ada sebuah papan kayu tebal yang diukir dengan tulisan besar: SMA Andalas.


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C10
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk