Marco masuk ke dalam rumah dengan sudut bibir terangkat, Chloe sudah tidak mencintai mantannya berarti dia punya kesempatan untuk merebut hatinya, toh tubuhnya sudah menjadi miliknya, cepat atau lambat hatinya juga akan menjadi miliknya, memikirkan istrinya dia jadi merindukannya padahal belum sepuluh menit mereka berpisah, Marco tidak bisa membayangkan bagaimana empat hari ke depan dia tanpa istrinya di sampingnya. Ahhh...ternyata begini rasanya jatuh cinta.
"mama senang melihat senyummu" Ny. Suri yang sedang duduk di ruang tamu tidak bisa menahan dirinya menggoda anak sulungnya yang biasanya berwajah batu.
Marco berhenti memandang mamanya senyum di wajahnya sudah menghilang berganti dengan ekspresi datarnya yang biasa
"tidak perlu pura-pura mama sudah lihat senyummu tadi, bahkan mama bisa melihat bunga tumbuh di kepalamu"
Marco mengacuhkan mamanya dan melangkah meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya. Ny. Suri melihat kepergian Marco dengan senyum misterius.
Marco baru saja masuk ke kamarnya dan hendak membuka kaosnya ketika pintu kamarnya terbuka dan Jocelyn masuk ke dalam. Kaos Marco sudah setengah terbuka memamerkan otot perutnya, melihat sepupunya masuk dia menurunkan kembali kaosnya dan bertanya dengan dingin
"apa yang kamu lakukan di sini ? siapa yang mengijinkanmu masuk"
"Marco aku mau bicara padamu" jawab Jocelyn sambil melangkah maju
"berhenti di tempatmu ! kita bicara di luar"
"tapi aku sudah di sini, dan aku mau bicara pribadi denganmu"
"cepat keluar ! kita bicara di luar"
"tapi....."
"tidak ada tapi" nada suara Marco tetap dingin
"bukannya dulu aku biasa masuk ke kamarmu ?" Jocelyn kembali melangkah maju
"aku bilang berhenti, kamu balik badan dan keluar dan jangan pernah lagi masuk ke kamarku, aku sudah menikah" kata-kata Marco makin dingin dan sorot matanya juga
"kamu berubah, hanya karna kamu menikah bukan berarti kamu harus marah saat aku masuk ke kamarmu" Jocelyn menekuk wajahnya dengan sedih
"istriku tidak suka ada orang yang seenaknya masuk ke kamar kami"
"ini rumah orang tuamu dan ini kamarmu apa haknya dia melarang orang lain masuk ke sini ?" nada suara Jocelyn penuh dengan ketidak sukaan
"dia punya hak karna dia istriku"
"pelet apa yang di berikan istrimu sampai kamu begitu membelanya, dia tidak cantik, tidak seksi, dan dia hanya seorang barista, aku yakin dia juga pasti tidak pintar..."
"tidak perlu di lanjutkan, sekarang kamu keluar dengan sukarela atau aku akan menyeretmu dengan paksa ?" nada suara Marco sudah berubah dengan kemarahan, dia tidak suka ada orang lain merendahkan istrinya.
Akhirnya dengan terpaksa Jocelyn meninggalkan kamar Marco, kebenciannya pada Chloe makin meningkat, dia benci karna Chloe, Marco berubah.
Setelah Jocelyn keluar dari kamarnya Marco mengunci pintu dan berganti baju, beberapa saat kemudian dia keluar sambil menjinjing koper dan tas laptob, dia mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Jocelyn berdiri di depan kamarnya, tanpa mengatakan apa pun dia meninggalkannya.
"Marco....." Jocelyn mengejarnya tapi Marco mengabaikannya "Marco.....serius ada yang mau aku katakan padamu" Jocelyn meraih lengan Marco.
"lepaskan tanganmu" kata Marco sambil memelototi tangan Jocelyn, dengan lemah dia melepaskan lengan Marco "tidak ada lagi yang perlu di bicarakan, aku sudah mendengar semua keluhanmu" lalu Marco meninggalkan Jocelyn yang masih termangu di tempatnya berdiri.
Melihat Marco kembali mengabaikannya Jocelyn menghentakkan kakinya dan bergumam "lihat saja apa yang bisa kulakukan pada gadis jelek itu" lalu dia berlari kembali ke kamarnya yang berada di sebelah kamar Jason.
🍒🍒🍒🍒🍒
Jocelyn masuk ke kantor Stefan tanpa mengetuk pintu. Stefan yang sedang duduk di balik meja kerjanya sambil menelpon menatapnya dengan heran.
"hai cantik" sapa Stefan setelah menutup telpon "apa yang membawamu mengunjungi tempat kerjaku ?"
Jocelyn duduk di sofa setelah mengelapnya dengan tisu
"aku tidak mau basa- basi, aku ke sini mau minta tolong padamu, pecat gadis jelek itu dari sini"
Stefan menatap sepupunya dengan senyum misterius "kenapa ?"
"karna dia cuma ngotori mata" jawab Jocelyn dengan jijik "lagian apa bagusnya dia sampai Marco mau menikahinya ? pasti dia menipu Marco untuk menikahinya"
"hei nona sudah saatnya kamu bangun dan berhenti agar kamu tidak menyakiti perasaanmu lebih jauh, kamu tau kalau Marco hanya menganggapmu sebagai sepupu tidak lebih jadi carilah lelaki lain yang tidak memiliki hubungan keluarga denganmu untuk di jadikan suami"
"huh kamu kan tidak tau perasaan Marco padaku, aku yakin dia sebenarnya juga mencintaiku hanya dia tidak mau mengakuinya saja, kalau tidak bagaimana dia sejak kecil selali menjaga dan membelaku terlebih lagi saat kamu menjahiliku, kalau bukan cinta lalu itu apa ? playboy kayak kamu mana tau perasaan cinta macam itu" jawab Jocelyn dengan percaya diri.
"justru karna aku playboy aku tau lebih dari siapa pun perasaan Marco terhadapmu, berhentilah bersikap seakan alam semesta hanya berpusat padamu dan belajarlah menjadi dewasa, tidak semua hal yang kamu inginkan selamanya akan menjadi milikmu, sekarang karna kamu datang hanya untuk memuntahkan omong kosong lebih baik kamu pergi, dan jangan merecoki hubungan Marco dan Chloe lebih lagi jangan mencoba siasat apa pun untuk mengganggu Chloe, kalau tidak kamu akan menyesal" Stefan mengibaskan tangannya mengusir Jocelyn
"Stefan ! kamu mengancamku ?" Jocelyn membelalakkan matanya tidak percaya, Stefan memang selalu usil terhadapnya tapi dia tidak pernah mengancamnya, sekarang karna gadis jelek itu Stefan mengancamnya
"itu bukan ancaman, itu peringatan"
Sebuah nada dering ponsel terdengar di luar, pintu kantor Stefan tidak tertutup rapat dan dari luar terdengar suara yang menjawab telepon
"hallo"
"....."
"tidak, aku masih di toko"
"...."
"yah....sorry aku berencana kencan dengan Febiola setelah pulang kerja"
"...."
"bersikaplah yang baik, aku akan mengabulkan permintaanmu untuk menemanimu menghadiri pernikahan sekretarismu sabtu nanti" dan Chloe mematikan ponsel tanpa peringatan.
Chloe hendak memasukkan ponsel ke kantongnya saat seseorang merebut ponselnya. Chloe berbalik dengan raut muka tidak senang
"itu ponselku, kembalikan !"
"sudah berapa lama kamu di sini ? kamu sengaja nguping kan ? menjijikkan" Jocelyn memelototi Chloe dengan tatapan merendahkan
"heh.....siapa yang lebih menjijikkan aku atau kamu ? gadis berparas cantik yang mengidamkan sepupunya, kamu tau kalau di negara kita itu adalah hal yang menjijikkan" balas Chloe dengan nada santai tapi penuh penghinaan. Karna perbedaan tinggi badan dan di tambah lagi Jocelyn memakai sepatu hak 7 cm jadi Chloe melompat, merebut kembali ponselnya dan pergi meninggalkan Jocelyn yang berwajah ungu karna marah, sambil membawa beberapa bungkus biji kopi.
Jocelyn mengepalkan tangannya, menggertakkan giginya, dia rasanya ingin mengunyah gadis jelek itu sampai tulang-tulangnya. Dia belum pernah membenci orang sampai ingin mengunyahnya. Gadis itu bukannya hanya dengan licik merebut pria yang dia cintai, bahkan dia juga menghinanya dengan mulut busuknya.
Stefan menonton perselisahan dua gadis itu dengan seringai di wajahnya, dia berharap Jocelyn tidak akan melakukan sesuatu yang bodoh untuk menggertak Chloe, karna kalau dia melakukannya dia pasti akan menyesalinya. Selama ini Jocelyn terlalu memandang rendah orang lain, egonya terlalu tinggi dan sekarang dia bertemu lawan yang akan menghancurkan ego dan kepercayaan dirinya sampai berkeping-keping. Rasanya dia tidak sabar ingin melihat perselisihan selanjutnya pasti akan sangat menarik, kalau di bikin sinetron kayaknya bakalan bagus dan pasti dapat rating tinggi. Senyum Stefan makin lebar, sambil menggosok kedua tangannya dia kembali ke balik meja kerjanya, menyalakan komputer dan mengawasi rekaman cctv di lantai satu, berharap dia akan menonton adegan yang menghebohkan.