"Kalau aku tidak seperti ini, lalu aku harus bagaimana Karin?" tanya Edo.
"Beritahu aku, aku harus bagaimana jika wanita yang aku cintai selama bertahun-tahun tidak lagi mencintaiku? tapi mencintai laki-laki lain?"
"DEGG"
Karin menatap Edo dengan mata berkabut.
"Siapa yang memberitahu Edo, Alea kah? ataukah Pak damar?" Karin memijat pelipisnya.
"Apa saja yang sudah kamu ketahui Do?" tanya Karin pelan, menatap mata Edo, yang terlihat hampa.
"Tidak terlalu banyak." jawab Edo singkat.
Karin menghela nafas panjang, sepertinya Edo marah, dan sangat kecewa padanya.
Karin tak tahu lagi harus bicara apa, mungkin berdiam akan lebih baik , memberikan ruang waktu untuk Edo.
Tiga puluh menit sudah keduanya hanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Dengan menghela nafas yang sekian kali, Karin berdiri dan menatap Edo yang masih dengan pandangan hampanya.
"Baiknya aku pergi dulu, jika kamu masih seperti ini." ucap Karin sedikit kecewa dengan sikap Edo, Dengan berat hati Karin membuka knop pintu dan membukanya.
"Apakah dia lebih berarti daripada aku Rin?" tanya Edo tiba-tiba.
Karin kembali menutup pintu kamar, dan membalikkan badannya menatap ke araj Edo yang menatapnya dengan mata yang penuh kekecewaan. Karin melangkah, duduk kembali di samping Edo,
"Aku harus menjawab apa Do? kalaupun aku bilang, kamu juga sangat berarti bagiku, apakah kamu akan percaya?" Karin menoleh menatap Edo, dengan perasaan bersalah.
"Jika aku sangat berati bagimu, kenapa kamu memilihnya, selama tiga tahun kita bersama, dan selama dua tahun aku mencarimu dan menunggu, apakah kita harus berakhir seperti ini? apa salahku Rin? aku tidak pernah menghianatimu dari dulu, sampai kau pergi tanpa mendengar penjelasanku, aku masih setia padamu." lirih suara Edo dengan kedua tangannya mengemggam erat.
Wajah Karin tertunduk, perasaan bersalahnya semakin menghujam ulu hatinya.
"Aku yang salah Do, kamu tidak salah. Aku yang salah yang tidak memberimu waktu untuk menjelaskan, aku yang salah yang begitu saja pergi tanpa memikirkan perasaanmu. Semua ini terjadi karena salahku." tangis Karin terdengar pelan, sungguh sebenarnya hatinya juga terluka mengingat rasa sakitnya dulu saat dia melihat bukti foto yang di berikan Citra padanya, Dan selama dua tahun dengan hati yang penuh luka, Karin mencoba bangkit walau di hatinya tinggal rasa kebencian dan rasa dendam yang berkepanjangan, hingga Karin tak ingin mengenal cinta selamanya.
"Aku tidak pernah menyalahkanmu Rin, aku hanya bisa meratapi nasibku ini. Apakah ini yang harus aku dapatkan?" rasa sakit dan kecewa ini.
Edo menutup wajahnya dengan kedua tangannya dengan punggungnya yang bergetar. Karin beringsut memeluk Edo erat, tangisnya pecah menyayat hati, Edopun membalas pelukan Karin, dan mendekapnya lebih erat.
"Maafkan aku Do, maafkan aku...jika kamu ingin menghukumku, hukumlah aku atas kesalahanku ini, jika kau ingin membenciku, bencilah aku Do! Asal kamu jangan sedih dan terpuruk lagi. Kamu harus bahagia Do, kamu pantas untuk bahagia, kamu sangat baik." tersendat suara Karin masih dalam pelukan Edo.
"Kamu tidak bersalah Rin, kenapa aku harus memaafkanmu. Andaipun kamu menyakiti hatiku aku akan selalu memaafkanmu. Aku mencintaimu Rin, sangat mencintaimu." tatap Edo lembut dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang Do? aku tidak ingin menyakiti hatimu, dan aku juga tidak bisa meninggalkannya." ucap Karin lirih dengan wajah yang tertunduk.
Berlahan Edo melepas pelukannya,dan mengangkat dagu Karin agar Karin menatapnya.
"Apakah kamu benar-benar mencintainya Rin?" tanya Edo.
"Jawablah dengan jujur." lanjut Edo.
"Apakah aku bisa menceritakannya dari awal, saat aku pergi meninggalkanmu? aku ingin kamu mengetahui semuanya, agar kamu bisa menilainya dari awal. Jika nanti aku salah menurutmu, aku siap menerima apapun hukuman darimu, asal jangan menyuruhku untuk meninggalkan Aska." pinta Karin pada Edo.
Hati Edo terasa teremas perih, andai hati bisa mengeluarkan darah, mungkin hatinya sekarang sudah berdarah-darah.
"Ceritalah Rin, aku mendengarnya." ucap Edo, dan menyadarkan punggungnya di dinding kamar. Karin menghela nafasnya sebelum bercerita apa yang selama ini di alaminya, Dengan suara pelan Karin menceritakan awal saat pergi meninggalkan Edo dengan hati yang sangat terluka, hingga ada kebencian dan rasa dendamnya pada Edo dan pada semua lelaki yang suka menyakiti hati perempuan, hingga Karin mengenal Aska, tentang kesepakatanya dengam Aska, tentang perjanjian kontraknya, hingga soal Aska yang mengidap penyakit Leukemia stadium 4 yang hidupnya tidak akan lama lagi, soal awal perasaannya yang tidak suka sama Aska, hingga kejadian-kejadian yang menyebabkan kedekatannya dengan Aska, dan berakhir saat datangnya sonya dan Mommy Aska, sampai pada cerita di mana Karin mulai menyadari perasaannya pada Aska dan takut akan kehilangan Aska.
Karin menceritakan semuanya tanpa ada yang tersisa, Karin kembali menundukkan wajahnya kembali saat ceritanya telah usai. Edo terdiam, wajah Edo nampak berubah, matanya mulai berkabut dengan sesuatu yang ada di pikirannya,
"Bagaimana menurutmu Do? sekarang apa yang harus aku lakukan?" tanya Karin memberanikan diri.
Edo menoleh ke wajah Karin, di tatapnya manik mata Karin lekat-lekat ada beribu cinta di mata Karin untuk Aska, bukan untuknya lagi.
"Kalau kamu bertanya padaku, kamu harus melakukan apa, jika aku yang menyuruhmu, apakah kamu akan melakukannya?" tanya Edo lirih.
Karin mengangguk pasti.
"Aku akan melakukannya, asal jangan menyuruhku untuk meninggalkan Aska." jawab Karin.
"Jagalah Aska, berikan dia kebahagiaan dan cinta yang bisa membuatnya bersemangat untuk melawan penyakitnya." ucap Edo tanpa melepas tatapannya.
Karin menatap Edo dengan airmata yang sudah mengalir tanpa dia sadar, perkataan Edo bagaikan mimpi indah di siang hari.
Karin menangis terisak-isak menahan rasa bahagianya. Sungguh beban berat yang di rasakannya beberapa hari ini mulai terangkat. Hatinya begitu sangat lega. Di peluknya tubuh Edo sangat erat.
"Aku tidak tahu harus mengucapkan apa lagi Do, selain trimakasih. Aku sangat bahagia hari ini." isak Karin bahagia.
"Aku yang harusnya berterimakasih padamu, jika kamu tidak mengunjungiku, aku tak tahu lagi, mungkin aku bisa gila beneran." sahut Edo dengan tersenyum.
"Aku berhutang budi padamu dan pada Alea , kalian berdua selalu ada untukku, selalu menerima kekuranganku, yang bebal ini. Andai waktu itu aku mendengarkanmu, pasti kamu tidak akan sampai di rumah sakit ini." sesal Karin.
"Ssssttt apa yang kamu bilang, jika memang seperti yang kamu katakan, kamu tidak akan pernah bertemu dengan Aska, laki-laki yang sangat mencintaimu. Apa kamu mau seperti itu?" goda Edo, Wajah Karin bersemu merah.
Saat Karin mau membalas godaan Edo, ponsel Karin bergetar.
"Drrrrtttt,...drrrrtttt" pak damar is calling.
"Do, aku angkat telpon dulu ya." ucap Karin sambil menerima panggilan pak Damar.
Edopun mengangguk santai.
"Ya Pak Damar, ada apa pak? Aska baik-baik saja kan?"
"Den Aska sudah bangun barusan Non, Dokter barusan kemari, Den Aska di anjurkan untuk segera kemo lagi, selagi kondisinya mulai stabil." jelas Pak Damar.
"Kapan kemonya pak?"
"Sekarang Non, sebentar lagi Den Aska di bawa ke kamar kemoterapi."
"Baik Pak Damar, aku sekarang balik."
"Do, apakah aku bisa balik sekarang? ini tadi pak damar bilang jika Aska mau kemo sekarang... jadi...."
"Pergilah Rin, kamu harus di samping Aska saat seperti ini." sela Edo.
"Aku janji besok akan mengunjungimu." janji Karin.
"Menemani Aska tugasmu yang paling penting Rin, aku tidak apa-apa...kalau aku besok keluar dari sini aku pasti mengunjungimu dan Aska." senyum Edo tulus.
"Baiklah Do, aku pergi dulu ya? jaga diri baik-baik ya Do." pesan Karin, sebelum meninggalkan kamar Edo.
Di ruang kemoterapi tubuh Aska terbaring, kemoterapi seminggu yang lalu sudah sangat menyakitkan bagi Aska, entah untuk yang sekarang apa dia bisa melaluinya atau tidak.
Apalagi saat ini Karin tidak ada di sisinya. Pikiran Aska melayang jauh, Entah apa yang di lakukan Karin bersama Edo.
"Bagaimana Aska? sudah siap untuk kita berikan suntikan kemo lagi? suntikan ini semakin tinggi dosisnya karena kemarin tubuh kamu mengalami kemunduran, jadi terasa akan lebih sakit." jelas dokter irwan.
"Dok, apa bisa kemo hari ini jangan pakai suntik, tapi pakai cara yang lain?" tanya Aska gugup. Aska sangat takut dengan jarum suntik.
"Kemo ini lebih aman Aska, kemoterapi sebelumnya juga pakai suntik kan?" dokter irwan balik bertanya.
"Masalahnya kemarin, ada yang nemani saya dok, dan sekarang...
"Dan sekarang silahkan dokter bisa menyuntiknya...karena saya sudah ada di sini, menemani kekasih saya." sela Karin dengan bibir tersenyum memotong ucapan Aska. Aska menatap Karin yang berjalan mendekatinya.
Karin mencium kening Aska, tanpa malu di lihat dokter irwan dan dua perawat lainnya. Wajah Aska memerah pucat, antara malu dan bahagia.
Met malam kk,..
Di chapter ini, masalah antara Edo dan Karin sudah berakhir dengan sangat baik.
tidak ada lagi kebencian dan kesalahpahaman
Dan di chapter ini Aska akan ada proses kemo untuk yang kesekian kalinya.
Pertanyaannya,..
Apakah Edo akan tetap berada di sekeliling Karin dan Aska,..atau menghilang dari kehidupan Karin dan Aska,.
Dan bagaimana dengan kemo Aska, apakah Aska bisa melaluinya,.
Please vote, koment dan bintangnya y kk biar makin semangat. Semakin byk Vote semakin semangat