Tak terasa 2 tahun sudah berlalu,
.
.
.
.
.
.
Di suatu lapangan luas yang penuh rumput di pulau Bali,
"Akhirnyaaa!" Seru seorang gadis dengan pakaian serba hitam.
"Benar-benar nyaris sekali..." keluh seorang lelaki gundul.
"Tidak ada yang tidak lulus kan?" Tanya seorang lelaki berambut kecoklatan tua.
"Mana mungkin kita rela tidak lulus.." keluh seorang gadis dengan sebuah kerudung.
"Endhang benar." Jawab seorang gadis berambut hitam.
"Oh, syukurlah." Jawab lelaki berambut kecoklatan tua itu.
Tiba-tiba angin berhembus dengan lembut, lelaki itu sedikit terkejut dan dengan spontan ia segera menutup mukanya dengan lengannya. Tak lama, ia melihat ke arah langit biru.
"....."
Lalu lelaki itu mengambil suatu benda dari kantung celananya, lalu mengarahkannya di depan sinar matahari yang menyinari mereka semua. Ia memandangi sebuah pin berbentuk seekor burung phoenix emas kecil.
"... terimakasih..."
Secara perlahan, lelaki itu mulai tersenyum hangat penuh bahagia. Tiba-tiba, yang tadinya hanya lapangan penuh rumput, bunga-bunga kecil mulai bermekaran. Pohon-pohon mulai berbuah dan daunnya bertambah banyak.
"Tanpamu.... aku sudah tidak ada..... meskipun aku belum mengenalmu, bahkan namamu aku tidak tahu.... aku sangat berterimakasih, gadis berambut merah...." pikir lelaki itu.
"Mari kita bertemu lagi...."
.
.
"I Made Arnawa.... untuk merayakan kelulusan kita dan perpisahan kita sekali lagi.... ayo kita bermain di pantai." Kata seorang lelaki bertubuh besar dan berkulit hitam.
"Ide bagus, Dhaffa." Jawab lelaki berambut kecoklatan itu.
Lalu mereka semua pergi bersama untuk merayakan perpisahan mereka.
.
"Teman-teman.... terimakasih." Kata lelaki berambut kecoklatan itu, I Made Arnawa.
"I Made Arnawa.... sudahlah. Kita adalah teman, itu sudah sewajarnya." Jawab seorang gadis dengan kerudung.
"Begitu....." jawab I Made Arnawa. Lalu ia tersenyum,
"Teman-teman.... mari kita saling bersatu dan membantu satu dengan yang lainnya meskipun kita berasal dari pulau yang berbeda-beda. Kita ini Indonesia. Meskipun kita berpisah saat ini, hati kita tetap satu."
"Hehe, I Made Arnawa, kamu cocok sebagai pembicara." Kata seorang gadis dengan rambut hitam.
"Eh? Benarkah?" Kejut I Made Arnawa.
Lalu mereka tertawa bersama.
Tak lama, mereka berpelukan,
"Teman-teman... suatu saat.... mari kita bertemu lagi."
Mereka berusaha untuk menahan kepedihan perpisahan itu, karena mereka akan berpisah sangat jauh. Ada yang ke Bangka Belitung, ada yang ke Papua, ada yang ke Jawa, ada yang ke Nusa Tenggara Barat, dan ada yang menetap, tetapi sebagian besar berpindah.
I Made Arnawa melihat ke arah langit,
"Gadis berambut merah..... semoga kamu baik-baik saja juga."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sementara itu,
"Yukina, sudah siap?"
Yukina keluar dengan berpakaian kelulusannya itu. Seorang lelaki berambut kecoklatan menunggunya.
"Ayo, kita akan pergi ke rumahmu." Kata lelaki itu.
"Tapi, Ardolph..." kata Yukina ragu.
Ardolph melihat ke arah Yukina, Yukina terlihat sangat cemas.
"Bagaimana... jika mereka sudah tidak menerimaku?" Tanya Yukina sambil melihat ke arah tubuhnya.
Ardolph membelai kepala Yukina.
"Masih ada kita, tapi sepertinya kedua orang tuamu tidak akan menolakmu kok." Jawab Ardolph dengan lembut.
Tak lama, klakson mobil terdengar,
"Ayo, cepatlah!" Kata seorang gadis berambut keunguan dari dalam mobil.
"Odelia, Albern, tidak apa-apa ini?" Tanya Yukina.
"Tidak apa-apa kok! Aku sudah ada SIM." Jawab Albern.
Lalu Ardolph segera membukakan pintu untuk Yukina dan membiarkan Yukina masuk terlebih dahulu. Setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil, Albern segera menjalankan mobilnya.
Yukina melihat pemandangan di balik jendela mobil. Yukina sedikit terpesona, ia melihat bangunan kokoh sekolah Kannoya Academy. Yukina menyentuh kaca mobil dan tersenyum, ia yakin ia akan merasa rindu akan hari-hari di mana ia bersekolah pada sekolah Kannoya Academy.
.
.
.
Setelah beberapa jam, mereka sampai pada stasiun kereta api yang berada jauh dari kota di mana Kannoya Academy didirikan.
Albern, Odelia, Ardolph, dan Yukina segera turun dari mobil mereka. Lalu mereka segera menaiki kereta api. Albern dan Odelia duduk bersebelahan dan mereka terlihat sangat tenang. Ardolph melihat ke arah Yukina, Yukina terlihat cemas. Oleh karena itu, Ardolph memegang tangan kiri Yukina,
"Tenanglah..." kata Ardolph sambil tersenyum.
Tetapi Yukina masih belum bisa tenang.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tak lama, mereka sudah berada di kota lain. Yukina sedikit terpesona akan kota yang sudah ia tidak lihat selama 8 tahun. Sinar matahari masih bersinar terang.
Lalu mereka berjalan kaki sedikit lama. Lalu mereka sampai pada sebuah rumah biasa yang penuh dengan bunga. Seorang wanita berambut merah sedang menyirami bunga-bunga pada taman itu.
"Goodluck, Yukina." Kata Odelia secara perlahan.
Lalu secara perlahan, Yukina berjalan masuk. Ia merasa gemetar dan gugup, perasaannya campur aduk. Apakah ia akan diterima? Atau ia akan diusir karena apa yang telah ia lakukan?
Tak lama, wanita itu segera menoleh ke arah di mana Yukina berjalan masuk. Wanita itu masih mengamat-amati Yukina.
"I-Ibu.." kata Yukina secara perlahan dengan gugup.
Lalu, wanita itu terkejut, hingga ia menjatuhkan alat penyiram bunga yang ia bawa.
"Y-Yu...."
Lalu wanita itu tak dapat menahan air matanya, dan wanita itu segera berlari ke arah Yukina dan memeluknya erat-erat. Yukina terkejut dengan reaksi ibunya.
"Yukina!" Tangis wanita itu.
Secara perlahan, Yukina memeluk kembali tubuh ibunya,
"I-Ibu..." kata Yukina dengan nada yang bergemetar.
.
.
"Ibu, maafkan aku..." tangis Yukina sambil memeluk ibunya dengan erat.
"Maafkan aku karena aku sudah melarikan diri dari rumah..... maafkan aku karena sudah melakukan banyak sekali hal yang buruk..... maafkan aku-" tangis Yukina, tetapi ibunya segera memotong kata-kata Yukina,
"Aku sangat senang kamu kembali, aku yakin hari ini akan datang..."
"I-Ibu? Ibu tidak marah? Ibu tidak kecewa?" Tanya Yukina.
Wanita itu mengusap air matanya, lalu tersenyum kepada Yukina sambil berkata,
"Untuk apa aku marah? Tidak ada alasan untuk itu..... yang terpenting, kamu sudah kembali, itu adalah hadiah Tuhan yang terbaik untukku."
Lalu Yukina tidak dapat menahan air matanya lagi.
"Benar-benar tidak apa-apa-" tanya Yukina.
Lalu wanita itu mengusap air mata Yukina.
"Anakku yang baik, aku sudah mendengar semuanya.... mulai dari di mana kamu masuk ke dalam penahanan, sekolah terserang untuk pertama kalinya, lalu kota diangkat dari tanah, para pesawat-pesawat asing yang datang, menyelamatkan kakak temanmu, diculik, hingga pergi ke Bali. Semuanya sudah kudengar..... tentunya aku khawatir, tetapi rupanya aku bangga sekali bahwa putriku sudah menjadi pahlawan bagi banyak orang. Tidak ada yang salah dari itu, bahkan itu adalah hal yang sangat mulia."
"Kalau-" kata Yukina hendak sedikit membantah, tetapi ibunya segera memotong perkataan Yukina lagi,
"Orang-orang tak bersalah yang terbunuh? Dengar.... itu bukanlah salahmu. Kamu tidak dapat mengendalikan sihirmu saat itu, artinya kamu tidak berniat untuk membunuh mereka. Hal itu juga terjadi pada anak lelaki itu kan? Yang kau selamatkan." Kata wanita itu dengan lembut.
Lalu, setelah wanita itu mengucapkan kata-kata tadi, bunga-bunga bermekaran, pohon-pohon berbunga meskipun belum saatnya, daun-daun bertambah banyak. Angin berhembus dengan lembut melewati tubuh mereka semua. Lalu, hujan rintik terjadi, tetapi matahari tetap bersinar terang, sehingga sebuah pelangi muncul dengan jelas.
Tak lama, pintu rumah itu terbuka, dua orang anak segera berlari ke arah Yukina sambil berteriak,
"KAKAK!"
Lalu mereka segera memeluk Yukina.
"Name, Nomu..." kata Yukina sambil memeluk mereka kembali. Lalu wanita itu memeluk anak-anaknya.
Seorang pria muncul dari pintu, lalu segera mendatangi mereka semua dengan sedikit kebingungan. Tetapi saat melihat rambut merah Yukina, ia segera mengetahui, bahwa putrinya sudah kembali. Ia segera memeluk istrinya dan anak-anaknya.
.
.
"...shshdhsdbdn."
"Tahan, Albern...." bisik Odelia sambil mengusap air matanya.
.
.
"HUWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA! YUKINAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" Tangis Kurosa dengan amat kencang, lalu berlari ke arah Yukina dan memeluknya.
"KUROSA?! SEJAK KAPAN--" Kejut Odelia. Lalu, tak lama,
"Kurosa! Duuuh.... Kurosa curang!" Keluh Asuka yang segera menyusul Kurosa dan memeluk Yukina juga.
"Eeh... tu-tunggu!" Kejut Toshiko yang segera menyusul Asuka.
"Teman-teman?" Kejut Yukina.
Lalu seluruh teman-teman sekelasnya berlari ke arah Yukina dan memeluknya,
"SYUKURLAAAAAAAAAAH!"
"YUKINAAAAAAAAAAAAA! KITA AKAN RINDU LHO!"
"Selamat, Yukina..."
Tiba-tiba ia teringat akan hari pertama ia masuk ke dalam Kannoya Academy, di mana semuanya menyambutnya dengan hangat (meskipun ada 1 anak mengacau).
Yukina tersenyum dan ia meneteskan air matanya lagi.
"Teman-teman....." tangis Yukina.
.
.
"Aku bersyukur aku dapat mengenal kalian."
Terimakasih atas dukungannya dan waktunya hingga membaca sampai sejauh ini. Ini adalah chapter terakhir dari Kannoya Academy. Memang untuk endingnya saya menggunakan time skip agar tidak terlalu panjang (jika ingin dilanjutkan dari kelas 10-12 susah juga, saya kehabisan ide hehe). Intinya, saya sangat berterimakasih (^ω^ʃƪ) dan juga selamat melanjutkan aktivitas kalian. See you
~Kannoya Academy ꒰๑˃͈꒳˂͈๑꒱ノ