Fire Core masih berlari ke dalam.
"Sahabatku...Sahabatku..."
Kata-kata ini terngiang di dalam pikiran Fire Core.
"Sahabatku....Sahabatku...."
Fire Core menggenggam kalung yang kemarin ia beli.
"Sahabatku....Sahabatku...."
.
.
.
.
.
"Sahabatku....Sahabatku..."
.
.
.
.
.
"Lian Mei-Yin! Ayo!"
"Baik!"
Seorang gadis kecil berambut hitam mengkilap segera mengikuti gadis berambut biru tua itu.
Mereka berdua adalah sahabat sejak taman kanak-kanak.
"Annchi Kiew, ayo!"
"Ah, rupanya waktu kita sudah berakhir, sampai jumpa besok, Lian." kata gadis berambut biru tua itu.
"Baik." jawab Lian Mei-Yin.
Memang mereka berdua adalah sahabat, tetapi Annchi Kiew memiliki sahabat-sahabat lainnya juga selain dengan Lian Mei-Yin.
.
.
"Sepertinya aku pulang saja deh." pikir Lian.
Saat perjalanan pulang, Lian Mei-Yin terkejut.
"Annchi!" kejut Lian Mei-Yin saat melihat Annchi diserang oleh sahabat-sahabatnya sendiri.
"Ada apa dengan teman-temannya?" pikir Lian Mei-Yin.
Lian Mei-Yin segera berdiri di depan Annchi, sahabatnya itu.
"Menjauhlah dari Annchi!" teriak Lian Mei-Yin.
"Ho? Kalau tidak, kenapa?" tanya teman-temannya itu.
Lalu mereka berusaha untuk menarik tangan Annchi untuk diserang lagi.
"Tch, ada apa dengan kalian?!" kata Lian Mei-Yin kesal.
"Dasar bocah ingusan, memangnya kamu bisa apa?" tanya teman-temannya itu.
"Menjauhlah dari Annchi!" teriak Lian Mei-Yin.
" Berisik!" kata salah satu temannya sambil mendorong Lian Mei-Yin hingga ia terjatuh.
Mereka mulai menyakiti Annchi Lagi.
"Hentikan!" kata Lian Mei-Yin yang berusaha untuk berdiri lagi.
Teman Annchi menginjak tubuh Lian Mei-Yin.
"Aargh!"
"Begini saja sudah tidak bisa apa-apa! Bagaimana mau jadi pahlawan kalau begini?" tanya temannya itu.
Lian Mei-Yin jadi kesal, tetapi ia juga mulai berpikir,
"Jika aku tidak dapat menyelamatkan Annchi meskipun aku tidak memiliki sihir, bagaimana mungkin aku bisa menjadi pahlawan.... Teman Annchi ada benarnya.."
"Kalau begitu...." kata Lian Mei-Yin yang berusaha untuk menyingkirkan kaki temannya itu. Tetapi ia terlalu lemah.
"Sudahlah, lari saja! Daripada kamu terluka seperti Annchi!"
"Mana mungkin.....AKU BEGITU?!" teriak Lian Mei-Yin. Tubuhnya memanas.
"Kenapa dengan tubuhnya?" kejut temannya itu.
"HHHHAAARGH!" teriak Lian Mei-Yin.
Api mulai keluar dari mata kirinya. Api itu sangat besar hingga membakar salah satu kaki temannya itu.
Temannya itu terkejut karena kakinya telah dibakar. Lian Mei-Yin segera berdiri di atas kedua kakinya.
Lian Mei-Yin melihat bahwa teman-teman itu ketakutan, dan menggunakannya sebagai sebuah kesempatan.
Lian Mei-Yin menghajar teman-temannya itu, sementara api masih menyala pada mata kirinya.
Kulit mata Lian Mei-Yin mulai terbakar.
Ia masih menghajar teman-temannya hingga mereka semua melarikan diri.
Setelah mereka semua melarikan diri, api pada mata kirinya mulai padam. Lian Mei-Yin mulai kehilangan kesadaran.
Akhirnya, Lian Mei-Yin terjatuh.
.
.
Keesokan harinya, ia terbangun di dalam kamarnya. Mata kirinya dibalut dengan kain pembalut luka. Karena bingung, Lian Mei-Yin melepaskan balutan itu.
Saat balutan itu terlepas dan ia memutuskan untuk bercermin, ia jadi ketakutan dengan dirinya sendiri. Matanya sangat merah dan urat-urat darahnya kelihatan, kulit di sekitar katanya yang tadinya berwarna putih, sekarang berwarna merah padam.
"A-Apa yang terjadi?" kejut Lian Mei-Yin.
Ia berusaha untuk mengingat apa yang telah terjadi.
"Begitu.... Aku menolong Annchi, sahabatku.... Tapi aku membakar diriku..." pikir Lian Mei-Yin.
Lian Mei-Yin kembali membalut mata kirinya.
Ia mulai bersiap-siap untuk bersekolah.
.
.
Sesampainya di sekolah, tidak ada yang menyapanya. Annchi absen hari ini.
Semuanya melihat Lian Mei-Yin dengan tatapan waspada.
Lian Mei-Yin segera duduk di atas bangkunya dan bersiap untuk pelajaran.
.
.
Sepulang sekolah, ia ditemui oleh seorang wanita tua.
"Mulai sekarang, aku akan membimbingmu agar kamu dapat mengendalikan sihir apimu. Ibumu, Yueyin, meminta tolong padaku." kata wanita itu.
Lian Mei-Yin hanya diam saja.
"Karena sihir api itu berbahaya, dan jika itu melukai pengguna itu sendiri, maka itu artinya kamu tidak bisa mengendalikan sihirmu." kata wanita itu.
Wanita itu melihat pada Lian Mei-Yin.
"Ayo, ikut aku." kata wanita itu sambil membalikkan tubuhnya.
Lian Mei-Yin mengikutinya.
.
.
.
Pelatihan itu sangat ketat. Sejak jam pulang sekolahnya, ia tidak memiliki waktu istirahat sama sekali hingga jam tidur malam.
Beberapa minggu kemudian ia merasa tertekan. Lian Mei-Yin meminta untuk istirahat, satu hari saja, tetapi bukannya diberi istirahat, justru ia diberi pelatihan yang lebih ketat. Jika ia tidak lolos pada latihan itu, ia tidak boleh pulang.
.
.
"Aku lelah dengan pelatihan ini..." keluh Lian Mei-Yin pada gurunya.
"Tetapi jika kamu tidak mengikuti pelatihan ini, kamu tidak akan bisa mengendalikan sihir apimu! Kamu akan membakar dirimu, atau lebih parah, kamu akan membakar orang-orang yang kamu sayangi!" kata wanita itu dengan tegas.
"Sihir api...Sihir api... SUDAHLAH! AKU MUAK! AKU BERSUMPAH TIDAK AKAN PERNAH MENGGUNAKANNYA LAGI! LAGIPULA KAMU TIDAK PERNAH MEMBERIKU ISTIRAHAT! BESOK ADALAH HARI ULANG TAHUN ANNCHI, AKU TIDAK AKAN MENGIKUTI PELATIHANMU! Sampai jumpa!" kata Lian Mei-Yin yang sudah kesal.
Wanita itu membiarkan Lian Mei-Yin.
.
.
Keesokan harinya, Lian Mei-Yin datang pada pesta ulang tahun Annchi di rumahnya, ia tahu bahwa Annchi akan mengadakan pesta, tapi entah mengapa ia tidak mendapatkan undangannya.
Saat Lian Mei-Yin datang, suasana yang riuh segera menjadi hening.
"Ada apa ini? Oh, apakah itu karena luka bakarku yang tidak kubalut ya?" pikir Lian Mei-Yin.
Teman-teman yang hadir mulai saling berbisik-bisikan seolah-olah tidak ingin didengar oleh yang lainnya. Mereka berbisik-bisik sambil menatap tajam ke arah Lian Mei-Yin.
.
Akhirnya Annchi muncul dengan pakaian yang indah. Semuanya menjadi senang, kecuali..
"Sedang apa kamu di sini?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Annchi pada sahabatnya, Lian Mei-Yin, membuat Lian Mei-Yin terkejut.
"Aku datang untuk bersenang-senang denganmu...Eto...Meskipun kamu ...Tidak memberi undangan padaku.... Aku tahu kapan ulang tahunmu...Ah ini, selamat ulang tahun." kata Lian Mei-Yin sambil memberikan hadiah pada Annchi.
Annchi diam saja, menatap Lian Mei-Yin dengan dingin.
"Eh...Ada apa?" tanya Lian Mei-Yin.
"Lebih baik kamu tinggalkan tempat ini." kata Annchi.
Perkataan itu membuat Lian Mei-Yin sangat terkejut, perkataan yang sangat tidak biasa diucapkan oleh seorang sahabat.
"T-Tapi.." kata Liam Mei-Yin sambil mendekati Annchi.
"JANGAN DEKAT-DEKAT!"
Lian Mei-Yin terdiam.
"Ada apa dengannya..." pikirnya.
Lian Mei-Yin menunduk.
"Baiklah, aku tahu." jawab Lian Mei-Yin sambil menunduk.
Ia membalikkan tubuhnya, membelakangi Annchi sahabatnya, dan pergi ke pintu keluar.
Semua teman-temannya mulai bersenang-senang saat Lian Mei-Yin sudah tidak berada di ruangan itu.
Lian Mei-Yin merasa sangat sedih. Angin berhembus kepadanya bagaikan ingin menghibur dirinya itu. Lian Mei-Yin berjalan dengan perlahan.
"Lebih baik aku pulang dan latihan." pikir Lian Mei-Yin.
.
"Tch...Kenapa? Jika persahabatan kita runtuh hanya karena sihirku....Aku lebih baik tidak memiliki sihir." pikir Lian Mei-Yin sedih.
Ia melihat telapak tangan kirinya, lalu ia menempelkan tangan kirinya pada mata kirinya.
.
.
"Cepat sekali pestanya. Ada apa?" tanya wanita itu.
"Aku tidak mengikutinya." kata Lian Mei-Yin sedih.
"Ada apa? Bukannya kamu yang ingin?" tanya wanita itu.
"S-Suasananya...Aku tidak suka." kata Lian Mei-Yin.
"Kamu lebih suka latihan kan? Baiklah, kalau begitu, kita berlatih lagi." kata wanita itu.
"Baik.." jawab Lian Mei-Yin.
Akhirnya ia mulai berlatih tanpa henti lagi.