Reflectia menyilangkan kedua tangannya dan membukuk ke depan. Dari sekeliling tubuhnya, gunungan-gunungan cermin muncul dan mengarah kepada tubuh Shivering Hatred. Shivering Hatred diam saja dan melirik, menghebuskan nafas, dan membekukan semua gunungan-gunungan cermin itu.
.
Sementara itu,
"TEMAN-TEMAN! GAWAT! HOEEEEEE! REFLECTIA MEMBELOT!" kata Kurosa sengan sihir telepatinya secara panik.
"Benarkah?" kejut Yukina.
"IYA! APALAGI DIA BISA MEMALSUKAN BUKTI! SEMUA PASUKAN BERHATI-HATILAH!" kata Kurosa.
"Apakah itu benar?" tanya pak gubernur sedikit curiga.
"BENAR!" kata Kurosa.
.
Kurosa melompat dan meluncur ke arah Reflectia dari atas.
"Dark Light Soul!" kata Kurosa.
Setengah tubuhnya diselimuti oleh sihir gelap dan setengahnya lagi dengan terang.
"Dark Light Wings!" kata Kurosa.
Dari punggung Kurosa, sayap dengan sihir gelap yang berbentuk mirip dengan sayap burung gagak dan sayap dengan sihir terang yang berbentuk mirip dengab sayap burung merpati muncul. Kurosa menyilangkan kedua tangannya, kedua sayapnya ikut menyilang di depan tubuhnya. Lalu Kurosa membuka silangan tangannya, dan kedua sayap Kurosa membesar dan menghempaskan semua cermin yang sudah dibekukan oleh Reflectia.
Reflectia melapisi seluruh ruangan dengan sihirnya. Kurosa melihat bayangannya sendiri, begitu juga dengan Shivering Hatred. Reflectia tersenyum pada bayangannya.
"Manisnya..." kata Reflectia.
Dari cermin-cermin itu, 4 Reflectia keluar dari cermin.
"Dia bertambah!" kejut Kurosa.
"Gelapkan." kata Shivering Hatred.
"EEEEH?" Kejut Kurosa.
"lakukan." kata Shivering Hatred.
"b-baiklah...." jawab Kurosa gugup.
"Dark soul... Raven wings that protect and secure." kata Kurosa.
Kedua pasang sayap Kurosa menjadi gelap seperti sayap burung gagak. Kurosa memutar tubuhnya searah jarum jam. Kedua sayap Kurosa ikut berputar bagaikan baling-baling helikopter, cepat dan cepat. Tak lama ruangannya menjadi gelap.
Shivering Hatred menapakkan kaki kirinya di atas lantai, seluruh permukaan dibekukan olehnya.
"Kalian lupa.."kata Reflectia.
Tak lama lampu menjadi menyilaukan sekali. Kurosa tersontak kaget dan terjatuh ke atas lantai. Matanya sakit oleh karena perubahan cahaya yang sangat tiba-tiba itu.
Reflectia tersenyum. Reflectia menciptakan gunungan-gunungan cermin yang menerjang ke arah Shivering Hatred dengan cepat. Shivering Hatred bersiap.
Reflectia tersenyum seolah-olah ia tahu bahwa ia akan menang. Shivering Hatred segera tahu bahwa ia ada sebuah rencana, tetai Shivering Hatred tidak tahu apa itu.
Cermin-cermin itu membelok dan menghindari Shivering Hatred dengan lincah. Shivering Hatred tersontak terkejut. Ia mengira ia akan dikurung, jadi ia segera menghadap ke belakang. Tetapi tidak.
Cermin-cermin itu mengarah ke arah Kurosa yang masih kesilauan dengan cahaya yang ada (jika ia dalam mode dark soul, sensivitas pada cahaya akan meningkat pesat).
Shivering Hatred segera berlari kepada Kurosa. Shivering Hatred berusaha untuk membekukan cerminnya, tetapi rambatan sihirnya melemah oleh karena cahaya lampu yang terang benerang. Tak peduli lagi, Shivering Hatred menutupi tubuh Kurosa dari cermin-cermin yang ada di depannya. Shivering Hatred menaungi tubuh Kurosa yang kecil itu.
Tak lama, cermin-cermin yang banyak meretakkan diri, dan karena tata letak mereka saling berhadapan, retakan-retakannya lebih banyak dari yang seharusnya sehingga.....
.
.
Darah mencucur dari tubuh Shivering Hatred. Kurosa yang sudah mulai terbiasa dengan terang cahaya, mulai membuka kedua matanya, dan ia terkejut.
Dari pundak kanan Shivering Hatred, hingga pinggul kirinya, hanya itu yang tersisa dari tubuh wanita dingin itu. Sisa tubuhnya tergeletak di atas lantai.
"Tch...Murid Kannoya Academy memang licik dan kejam!" kata Reflectia secara tiba-tiba.
"Oh jangan tidak lagi..." pikir Kurosa.
Tak lama pasukan-pasukan muncul dan mengarahkan senjata ke dalam ruangan.
"Mana mungkin kalian percaya--"kata Kurosa, tetapi ia terkejut. Semua cermin yang ada berubah bentuk persis seperti sihir yang Kurosa miliki.
"....Jadi begini cara kerja Reflectia...." pikir Kurosa yang sudah tidak bisa apa-apa.
"Ia bahkan ingin menghancurkan tubuh pahlawan itu, Shivering Hatred." kata Reflectia sambil menunjuk ke arah Kurosa.
Reflectia berakting tak berdaya, dan dia bagus dalam hal itu.
"Diamlah.....gadis bodoh ini tidak berbuat demikian..." kata Shivering Hatred.
Shivering Hatred terbatuk.
"Lagipula....Sihirnya lebih memberi kerusakan pada area tubuh, bukan pada suatu titik.... Tebasan pedang seperti ini.... Merupakan sihir yang berjenis merusak pada satu titik, hanya saja titik-titiknya banyak sehingga dapat membelah tubuhku." kata Shivering Hatred.
Para pasukan masih berfokus.
Shivering Hatred hanya memejamkan kedua matanya.
"Mana mungkin kalian percaya dengannya? Dia tersakiti, mungkin saja ia salah mengira diriku dengan Kurosa." kata Reflectia.
Para pasukan saling melihat dan menganguk. Melihat itu, Shivering Hatred merasa bahwa sudah berakhir.
"Sepertinya... Dari dulu...Tidak ada yang percaya padaku...." pikir Shivering Hatred.
.
.
.
.
.
.
.
James Junior High School mengadakan acara berkemah, tapi sebuah tragedi terjadi.
Angin berhembus lamban, langit malam tak menunjukkan bulan yang biasanya menunjukkan keindahannya. Burung Hantu bernyanyi-nyanyi di hutan.
Shivering Hatred, atau Allea Ace, datang kepada teman-temannya dengan sedikit luka.
"maaf.... Chayton, tapi Mackenzie tertimbun oleh timbunan batu di dalam gua yang kami lewati.... maaf.... Aku sangat lemah sehingga tidak dapat menyelamatkannya..." tangis Allea Ace, yang sekarang adalah Shivering Hatred.
"Apa? Mackenzie? Bagaimana bisa?" Kejut Jack, sahabat Chayton.
"Tak dapat dipercaya.." kata Chayton sedih.
"INI SEMUA SALAHMU! KENAPA KAMU MEMISAHKAN DIRI DARI KAMI SEHINGGA MENCELAKAKAN MACKENZIE? HAH?!" Teriak Jack dengan kasar.
"Mackenzie adalah kekasih Chayton, tetapi yang marah justru Jack... Yang benar mana ini?" tawa salah satu teman perempuan mereka.
"BERISIK! INI SEMUA SALAH ALLEA!" Teriak Jack.
"Eh? Ada apa ini? Kok berteriak-teriak?" Tanya seorang gadis yang datang tiba-tiba pada perkemahan. Ia segera berlari dan bergabung pada pembicaraan mereka.
"Jadi begini, Fiona, sahabat tidak bergunamu, Allea, membuat Mackenzie dalam bahaya sehingga ia meninggal dunia." kata Jack kesal.
"Apa?!" kejut Fiona.
"Bukan begitu... Fiona, kamu tahu aku kan? Aku tidak akan membunuh, dia yang menyelamatkanku. Ini semua memang salahku, tetapi ini bukanlah niatku." Kata Allea.
"Aku tahu kamu...Tak kusangka, karena kamu menyukai Chayton, kamu membunuh Mackenzie! Aku tidak tahu jika kamu sanhatlah egois, Allea! Memang selama ini kamu membicarakannya denganku, tapi .... Tak kusangka kamu serius... Kamu adalah manusia terburuk!" kata Fiona, sahabat Allea.
"A-Apa?" kejut teman-teman di sekitarnya.
Allea terkejut sekali, ia sangat dikhianati dengan sahabatnya.
Chayton yang tadinya sangat tenang, sekarang meledak-ledak. Ia segera memukuli Allea habis-habisan tanpa henti hingga para pembina datang.
"DASAR KAMU!"
"sungguh tak bermoral..."
"kriminal..."
"egois..."
"menjijikan.."
semua makian meluncur pada Allea yang tidak bersalah itu.
"Aku menyesal menjadi sahabatmu!"
Kata-kata itulah yang paling menusuk hati Allea, seharusnya ia yang berkata demikian.
Allea tak bisa berkata apapun karena pukulan Chayton dan teman-temannya.
.
.
Sepulangnya, ayahnya, yang adalah seorang pahlawan ternama, sangat kecewa dan marah pada Allea.
"Apakah didikanku kurang?! Sepertinya begitu!"
Ayah Allea memukulinya dengan cambuk berduri es.
"Apa yang kurang kuajarkan padamu?! Tak kusangka seluruh ajaran ayahmu ini kau lupakan begitu saja!"
Allea berusaha untuk berbicara kembali,
"Ayah...Bukan begitu.."
"LALU BAGAIMANA?!"
Allea terkejut dan terdiam, selama ini ia tidak pernah melihat ayahnya semarah ini.
"Tch! Aku tahu! Aku tahu! Kamu memilih untuk menjadi penjahat kan?!"
"Sungguh, aku malu memiliki anak sepertimu!"
.
Kedua orang tua Mackenzie datang kepada keluarga Ace, yaitu keluarga Allea. Keluarga Ace meminta maaf sebesar-besarnya pada mereka karena Mackenzie adalah satu-satunya anak yang mereka punya.
"Jikalau boleh, lakukanlah apa yang baik di mata kalian." kata ayah Allea.
Ibu Mackenzie datang kepada Allea.
"Aku minta maa--" kata Allea yang tak lama ia merasa tercekik.
Ibu Mackenzie mencekik leher Allea dengan kuat dan mengangkat tubuhnya, sehingga Allea tergantung.
Kulit leher pada bagian kirinya mulai robek besar, dagingnya mulai terlihat, darah mencucur dari lehernya. Masih belum selesai, ibu Mackenzie memberi cengkraman kuat terakhir pada leher Allea. Darah mengalir keluar dengan deras, bagaikan air sungai yang tertutup lalu dibuka secara tiba-tiba saat penuh.
Ibu Mackenzie melepaskan cengkramannya. Allea terjatuh di atas tanah. Kedua orang tua Allea hanya melihatnya dan dari kedua mata mereka seperti mengatakan bahwa Allea pantas mendapatkan itu.
.
.
Allea dikeluarkan dari sekolah, karena bukti pembunuhannya jelas.
.
.
Allea meminta pada kedua orangtuanya agar ia bersekolah jauh-jauh dari sekolah asalnya, kalau bisa di negeri lain. Akhirnya Allea bersekolah jauh sekali dari James Junior High School.
Tapi, entah mengapa ia tetap bertemu dengan Fiona.
"Hai Allea, lama tak jumpa ya." kata Fiona ramah.
Allea masih merasa dikhianati, ia menjawab Fiona,
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"kenapa bertanya? Kita kan sahabat! Selamanya!" kata Fiona.
Allea merasa sangat kesal dengan kalimat Fiona. Ia geram.
"Omong kosong. Menjauhlah dariku." kata Allea berusaha untuk menghindari permasalahan. Tapi...
"Apa? Kasar sekali... Padahal dulu kita sudah berjanji untuk menjadi sahabat selamanya. Tetapi kamu memberontak. Kamu mengkhianatiku dengan berkata bahwa aku membunuh teman sekelas kita. Aku sudah memaafkanmu lho... ternyata sebaiknya aku tidak bergaul lagi denganmu." Kata Fiona sambil memasang muka sedih. Allea menjadi semakin kesal dengan Fiona.
Malangnya, saat Fiona berkata demikian, teman-teman baru Allea yang siap menyambutnya, mendengar hal itu.
"apakah itu benar?"
"kalau dilihat-lihat, gadis berambut putih itu memang memiliki muka seram."
"aaah...Jahatnya."
"Apa maksudmu? bukankah seharusnya aku yang berkata begitu?" kata Allea yang sudah tidak tahan.
"Apa? Sekarang kamu menfitnahku? Aku yang tidak bersalah seperti ini..." kata Fiona sambil mengeluarkan sedikit air mata.
"Semua perkataan Fiona benar! Allea memang tidak pantas menjadi teman siapapun!" kata seorang gadis lainnya yang tiba-tiba muncul.
"Memangnya kamu siapa?" Tanya Allea.
"Kamu tahu? Semenjak kamu mengkhianatinya... hanya aku yang berada di sisinya saat dia sedih." kata gadis itu.
"kenapa? kenapa?" pikir Allea.
Semua teman-teman barunya memandang Allea dengan tatapan risih. Mereka semua percaya pada teman Fiona.
Allea semakin tertekan.
.
.
Sepulangnya, ia merasa sangat frustrasi. Ia membongkar meja belajarnya dan menemukan banyak sekali hadiah dari Fiona. Ia sangat marah. Ia melemparkan semua hadiah itu, merusaknya, merobeknya, dan beberapa dibakar. Dan ia menemukan sebuah gelang rajut dengan manik-manik yang bertuliskan 'best friend forever'. Melihat itu Allea menjadi sangat geram, ia memutuskan semua tali pada gelang itu. Ia mengambil manik-manik itu dan membantingnya ke atas lantai berkali-kali hingga hancur berkeping-keping.
"Omong kosong!"
"Khianat!"
Allea sangat kesal, ia ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya.
Air matanya keluar sendiri.
"kenapa ini? kenapa ini? KENAPA KAMU MENANGIS?!" kata Allea frustrasi pada dirinya.
"Jika aku menangis....Aku yakin Fiona tol*l itu akan senang dan merencanakan hal-hal jahat lainnya! BERHENTILAH MENANGIS, BODOH!" Pikir Allea kesal.
Tetapi air matanya tak kunjung berhenti.
"DASSSAAAAARGHHHHRGHH!" teriak Allea kesal sambil menekan kedua matanya keras-keras.
"Freeze.." kata Allea perlahan.
Dari kedua tangannya, sihir es merambat pada permukaan bola matanya. Ia membekukan kedua matanya sendiri dengan lapisan es tipis.
Ia menghela-hela nafasnya. Ia berusaha menenangkan dirinya.
Setelah tenang, ia melihat sebuah foto saat ia masih SD, berdua dengan Fiona.
"Teman sejak SD.....Tapi tidak seperti yang kubayangkan ..." pikir Allea.
Allea mengambil foto itu, lalu merobek-robeknya.
Ia melihat sebuah kertas.
"Hero name : Snow Fairy. By Fiona :3"
"Aku tidak akan pernah menggunakan nama ini.....Bahkan aku tidak akan mengatakan namanya lagi!" kata Allea.
Allea merobek-robek kertas itu.
Semua kertas yang ia robek ia kumpulkan. Lalu ia bawa pada perapian dan ia bakar semuanya.
.
.
Saat Kuliah, Allea berkuliah sangat jauh, di Kanada.
Tapi,
"Allea, lama tak bertemu."
"APA?! DIA LAGI?!" Pikir Allea.
Benar, Fiona berkuliah pada universitas yang sama.
"MENGAPA IA SELALU MENGIKUTIKU?!" Pikir Allea kesal.
Allea memutuskan untuk diam dan pergi meninggalkan Fiona.
"Hump...Kasar sekali..." kata Fiona.
Allea sudah kesal, ia sudah tahu bahwa Fiona akan membuat cerita lagi.
.
.
Benar, Fiona mengatakan hal yang buruk tentang Allea dan semuanya mempercayainya.
.
.
"Semenjak kematian Mackenzie, aku tidak bisa hidup dengan tenang." pikir Allea.
"Bukan semenjak itu....Semenjak Fiona menjadi bangs*t!" pikir Allea kesal.
"Tapi sekarang aku sudah tidak begitu marah....Aku biasa-biasa saja. Aku juga tidak peduli jika semua orang tidak mempercayaiku sekarang. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku tidak peduli." pikir Allea.
.
.
.
.
"Tidak memiliki teman, kata banyak orang itu adalah masalah besar. Tapi buktinya, saat aku memiliki teman dan sahabat, hidupku jadi sengsara. Lebih baik aku tidak memiliki teman sejak dini kalau begini." pikir Allea.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"TEMBAK!"
Semua pasukan menembaki Reflectia.
"Ho? Kalian berpihak padanya?" tanya Reflectia.
Reflectia membuat banyak cermin, lalu meretakannya. Karena bayangan cermin saling memantulkan, kerusakan yang diterima akan semakin besar.
"Selamat tinggal!" kata Reflectia.
"Tidak..... ice connector, provoke." kata Allea secara perlahan.
Allea mengarahkan satu-satunya tangan saat ini, yaitu tangan kirinya, ke arah cermin-cermin yang muncul. Udara dingin bertiup dengan cepat pada cermin-cermin milik reflectia.
Cermin-cermin Reflectia retak besar, tetapi semua pasukaj baik-baik saja.
Tubuh Shivering Hatred semakin terluka.
"Shivering Hatred!" kejut Kurosa.
"Kesempatan! Jangan disia-siakan! Tembak!"
Semua pasukan menembak ke arah Reflectia.
Reflectia menciptakan banyak cermin lagi.
Shivering Hatred mengarahkan tangan kirinya lagi, dan semua retakan pada cermin itu hanya merusak tubuh Shivering Hatred.
Salah satu peluru melesat dan menembus semua lapisan cermin itu. Peluru itu mengenai telinga kanan Reflectia.
"Tch..Dasar...Berani-beraninya menodai pahlawan!" kata Reflectia.
"KAMU BUKANLAH PAHLAWAN! SHIVERING HATREDLAH PAHLAWAN SEJATINYA!" teriak Kurosa.
"Apa katamu? Pengkhianat itu?" tanya Reflectia.
"KAMULAH PENGKHIANATNYA! AKU TAHU CIRI-CIRI ORANG YANG DIKHIANATI!" teriak Kurosa.
Kurosa berkata begitu sambil mengingat Albern, dan menurut Kurosa kelakuan Albern sama persis dengan kelakuan Shivering Hatred. Dingin, tak ingin mudah percaya, ingin sendiri, menaruh curiga pada yang lainnya.
Seorang pasukan berlari dan menerobos cermin-cermin itu. Lalu ia memukul kepala Reflectia dengan sangat keras sehingga Reflectia terjatuh tak sadar.
Pasukan-pasukan segera mengamankan Reflectia.
.
.
.
.
.
"Gadis bodoh.....Siapa kamu?" tanya Shivering Hatred.
"Aku Kurosa. Hikari Kurosa." kata Kurosa sambil tersenyum.
"Kurosa....Mengapa kamu mempercayaiku?" Tanya Shivering Hatred.
"Karena aku bodoh, seperti yang kamu bilang. Aku sudah mempercayai Kannoya Academy dan itupun tak akan berubah seabadpun. Mendengar kamu membela Toshiko ..... Lebih tepatnya kamu tidak asal tuduh....Dan juga, kedua matamu.... Aku mengenal kedua mata itu." kata Kurosa.
"...."
"Entah mengapa, kedua matanya juga mengingatkanku pada seseorang..." pikir Shivering Hatred.
"Sejauh yang kulihat, Shivering Hatred memang dingin dan kasar, tapi dalamnya sangatlah hangat dan baik. Dengan mengatakan tidak ada seorangpun yang percaya padamu.....Sepertinya itu tidak benar..." kata Kurosa.
"...."
"kamu pasti berpikir 'bagaimana kamu mengetahuinya?' . Karena, aku membacanya dari gerak-gerik matamu. Mata keputusasaan....Itulah yang kulihat." kata Kurosa.
"Memangnya siapa yang percaya padaku?" pikir Shivering Hatred.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku percaya padamu lho."
.
.
.
.
.
.
.
.
Shivering Hatred akhirnya ingat.
.
.
.
.
.
.
.
"M-Mackenzie....Enak ya bisa berpacaran dengan Chayton....Pasti kamu bahagia..." kata Allea yang tersesat di hutan dan ditemukan oleh Mackenzie yang sebenarnya juga tersesat.
"Begitu? Kamu pasti menyukainya ya.." kata Mackenzie.
Allea terkejut, ia takut jika Mackenzie akan marah.
Mackenzie menepuk pundak Allea sambil tersenyum.
"K-Kamu tidak marah?" tanya Allea.
"Kenapa harus marah? Maksudmu cemburu? Hahaha! Meskipun nanti Chayton hidup bersama denganmu, aku tak masalah kok! Menyukai seseorang itu memang tidak bisa dipilih-pilih.." kata Mackenzie.
"EEEH?! Yang benar?!" kejut Allea.
"Hahaha...Jika nantinya dia mencintaimu...Sebaiknya aku relakan saja, memaksakan seseorang untuk mencintai kita adalah hal yang jahat. Karena aku menyayanginya, aku akan berusaha agar membuatnya bahagia, meskipun tidak denganku." kata Mackenzie santai.
"A-Apa maksudnya?" tanya Allea.
"Yah....Semua akan berkata bahwa aku gila, tapi aku benar-benar tidak apa-apa jika dia berakhir denganmu kok." kata Mackenzie.
"apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanya Allea.
"Karena...Kamu cantik, anak pahlawan, kuat, dan yang penting...Baik dan mencintai." kata Mackenzie.
"Jadi..." kata Allea yang masih tidak percaya akan reaksi Mackenzie.
"Benar.... Aku percaya padamu. Kamu pasti melindunginya dengan berbagai cara jika ia dalam bahaya, aku percaya itu. Karena, kamu mencintainya, meskipun kamu tidak bersamanya, tapi kamu pasti mau menolong saat ia susah kan?" tanya Mackenzie.
"T-Tentu saja!" kata Allea.
"Begitulah. Semangat, Allea." kata Mackenzie.
.
.
Tak lama mereka berjalan bersama, mereka berdua terpaksa memasuki sebuah gua karena adanya hujan.
"Mackenzie, kamu masuk dulu, nanti kamu bisa masuk angin." kata Allea.
"Kenapa? Aku akan baik-baik saja kok." kata Mackenzie.
"Karena aku penyihir es, aku akan tahan masuk angin. Aku tidak ingin kamu sakit." kata Allea.
Mackenzie tersenyum,
"Kamu terasa seperti pahlawan sekarang." katanya bangga telah memiliki teman sekelas seperti Allea.
.
.
Mackenzie masuk ke dalam, tetapi sesuatu yang tak terduga terjadi. Gua itu tidak stabil. Batu-batunya membuat Mackenzie terjatuh semakin masuk ke dalam gua.
"MACKENZIE!" Kejut Allea.
Allea segera menggunakan sihir es miliknya untuk menangkap tubuh Mackenzie.
Saat menggunakan sihirnya, sayangnya es milik Allea menyenggol sebuah batu dengan keras, sehingga batu-batu di atas mereka mulai berjatuhan.
"ALLEA! LARI!" kata Mackenzie.
"MANA MUNGKIN AKU BEGITU! KAMU TERJEBAK!" tangis Allea.
"Tapi jika kamu di sini....Tidak akan ada yang melindungi Chayton. Ia akan kesepian. Gua ini aneh, terbuat dari tumpukan-tumpukan batu. Jika kamu diam di sini, seluruh gua ini akan runtuh. Ini seperti jebakan aneh." kata Mackenzie.
"Chayton...." kata Allea sambil membayangkan muka tampannya.
"ya....sekarang...PERGILAH! Berjanjilah padaku..Lindungilah Chayton bagaimanapun juga, dan juga ...Saat kamu menjadi pahlawan, lindungilah semuanya seperti kamu melindungi Chayton!" kata Mackenzie.
Allea mengeluarkan air matanya.
"B-Baik.." kata Allea yang lalu meninggalkan Mackenzie.
"Kamu mungkin berpikir 'aku bisa melapisi seluruh gua ini dengan es' , tapi tidak akan bisa....Itu akan menghabiskan staminamu dan tidak akan menyelamatkan siapapun, karena batu-batu ini kuat dan berat.." kata Mackenzie.
Allea berlari keluar dengan menangis.
"Padahal aku ingin melakukan itu tapi...." pikir Allea.
"Maaf...Mackenzie.....Kamu lebih layak untuk Chayton tapi.....maafkan aku! Aku akan melakukan apa yang kaupesankan! Aku berjanji!" pikir Allea sambil menangis.
Hujan membasahi tubuh Allea, sama seperti air matanya yang membasahi mukanya. Hujan itu melambat, seolah-olah ikut berduka bersama Allea. Allea berjalan sebentar, lalu cuaca kembali cerah.
Allea segera pergi dan mencari teman-temannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Mengingat Mackenzie yang berambut coklat tua kehitaman, dan kedua mata Mackenzie yang berwarna biru berlian, anehnya....
Shivering Hatred melihat Mackenzie yang sedang memangkunya dan tersenyum.
"Kamu adalah pahlawan hebat." kata Mackenzie.
"Mackenzie?" kejut Shivering Hatred perlahan.
"Eh? Siapa itu?" Tanya Kurosa yang sedang memangkunya.
Tak lama, Mackenzie berubah menjadi Kurosa.
"Kurosa...." kata Shivering Hatred.
Shivering Hatred tersenyum dan mengeluarkan air mata.
"HOEEEEE?! KAMU TERSENYUM DAN MENANGIS!" Kejut Kurosa.
"Kurosa....Berjanjilah...Jadilah pahlawan yang hebat." kata Shivering Hatred.
"Tentu saja." kata Kurosa.
"Lindungilah orang yang kamu sayangi, meskipun ia tidak bersamamu. Lindungilah semua rakyat, jangan berpihak pada yang jahat. " kata Shivering Hatred.
"Ya..Aku akan melakukannya. Seperti saat tuan pahlawan melindungiku." kata Kurosa.
Shivering Hatred semakin tersenyum,
"Tidak...Kamu pasti dapat melindunginya dengan lebih hebat lagi. Aku percaya padamu." kata Shivering Hatred.
"Baiklah, serahkan padaku!" kata Kurosa dengan ceria.
Shivering Hatred menutup kedua matanya.
"Mackenzie.....Kurosa..." kata Shivering Hatred.
"Ya?" tanya Kurosa.
"Aku...Tidak akan .....Lupa." kata Shivering Hatred.
"Terimakasih, tuan pahlawan." kata Kurosa.
Shivering Hatred sudah tidak merespon.
Kurosa masih tersenyum, ia berusaha untuk menahan air matanya.
"Jika aku menangis, mereka juga akan sedih." pikir Kurosa.
Kurosa berdiri di atas kedua kakinya, lalu melihat ke arah para pasukan di sekitarnya. Kurosa memberikan hormat dengan menaruh tangan kanannya pada kepala bagian kanan dengan telapak tangan lurus di depan alis.
Semua pasukan ikut menghormat.
Kurosa menurunkan tangannya, lalu ia menghormat dengan cara yang sama pada mayat Shivering Hatred.
.
.
.
.
.
.
"Aku percaya padamu...."
Perkataan itulah yang paling menyentuh Kurosa. Selama ini, Shivering Hatred menganggapnya sebagai gadis bodoh. Tapi, saat ini, ia menanggapnya sebagai orang yang dapat dipercaya sebagai pahlawan. Kurosa merasa senang, tapi terharu juga.
Semua pasukan hening, menghormati jasa Shivering Hatred. Mereka semua merasa bersalah bahwa telah mencurigai Shivering Hatred.
"Es memanglah dingin, tapi di dalamnya ada air murni yang membuat es itu transparan." kata Kurosa tanpa mengetahui apa yang telah ia katakan.