Tiba-tiba Junko menggerakkan jemarinya dengan lembut. Lalu sebuah gumpalan darah keluar dari jemarinya dan darah itu mulai membentuk sebuah tubuh.
"Apa yang sedang dia lakukan?" tanya Denzel.
Tubuh itupun akhirnya menjadi seseorang lelaki dengan rambut ungu yang memakai sebuah kacamata.
"Sebentar! Itu adalah diriku!" pikir Denzel.
Junko pun memperhatikan tubuh itu, lalu berkata,
"Entah mengapa aku selalu berpikir bahwa kamu itu sangatlah manis."
Denzel pun terkejut.
"A---...apa maksudnya?" pikir Denzel kebingungan.
"Hm.. andaikan aku mengenalmu.. aku ingin mengenalmu.." kata Junko.
"H-Hey.. apa maksudnya ini?" kata Denzel panik.
"Jika ada wanita atau gadis lain yang menyentuhmu.. aku berjanji.. akan membunuhnya.. kamu hanyalah milikku." kata Junko.
"A-Astaga.. dia ini..." pikir Denzel.
"Baiklah.. aku akan membaca semua pikiranmu.." kata Junko.
"Aduh, gawat, kemungkinan dia bisa tahu keberadaanku sekarang. Aku sangat panik sekarang." pikir Denzel.
"Oh, jadi namamu adalah Denzel, murid Kannoya Academy, kelas A. Sihirmu adalah teknologi. Unik. Alamat rumahmu ada di jalan **. Dan ulang tahunmu pada tanggal sekian. Aku sekarang paham.. fufufu.." kata Junko.
"Hu.. mengerikan.. seseorang tolonglah aku.." pikir Denzel.
"Dan kamu.. kamu ada di sekitar sini rupanya sekarang." kata Junko.
"TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK.. TAMATLAH RIWAYATKU!" Pikir Denzel.
"Mungkin aku akan mencarimu.." kata Junko.
Junko pun mulai mendekati daerah persembunyian Denzel.
"DIA BENAR-BENAR MENYADARIKU! GAWAT!" pikir Denzel.
Denzel pun berusaha untuk mengendap-endap untuk pergi dari sana.
"Ah, rupanya kamu di sana." kata Junko.
"Tidak... habislah sudah..." pikir Denzel.
"BELUM.. INI BELUM BERAKHIR! AAAHH!" kata Denzel sambil berlari sekencang-kencangnya menjauh dari Junko.
"Hey, kamu! Jangan lari!" kata Junko sambil mengejar Denzel.
"SIAPAPUN! SIAPAPUN! TOLONG AKU!" teriak Denzel panik.
Junko masih mengejarnya dari belakang.
"TOLONG AKU! AKU BENAR-BENAR DALAM KEADAAN GAWAT!" teriak Denzel.
Tetapi, malangnya, tidak ada seorangpun yang mendengar teriakan Denzel.
Tiba-tiba, tubuh Denzel terhenti.
"Astaga, aku tidak bisa bergerak." pikir Denzel.
"Yah, Denzel, itu adalah salah satu sihirku. Aku mengendalikan pergerakan tubuhmu dari aliran darahmu." kata Junko.
"Gawat.." pikir Denzel.
Dengan perlahan, Junko mendekati Denzel.
"Sudah.. berakhir riwayatku ini.." pikir Denzel.
"Aduh-aduh.. kamu berlari sangat kencang ya.." kata Junko.
"Tolong.. aku.." teriakan yang terakhir ia teriakkan sepertinya tidak terdengar oleh siapapun juga.
"Habislah aku.." pikirnya.
"Tidak apa-apa, kau tidak akan habis.. fufufu.." kata Junko.
Junko berpikir sebentar.
"Hm.. aku meninggalkan tubuh palsu Denzel di sana. Aku akan memanggilnya." kata Junko.
Tak lama kemudian, tubuh itu datang kepada Junko.
"Ah, sudah, tugasmu itu sudah selesai.." kata Junko sambil mengulurkan tangannya kepada tubuh palsu itu.
Tubuh palsu itu pun berubah menjadi darah dan darah itu terserap ke dalam tangan Junko.
Lalu Junko memandang ke arah Denzel.
"Tenang saja.. kau akan baik-baik saja denganku.. kau pasti akan menikmati di saat-saat kita bersama.. suatu saat nanti.." kata Junko. Sepertinya dia sedang melamun sambil berbicara sendiri.
"Kita pasti akan selalu bersama.. waah indahnya.. andaikan aku mengenalmu lebih lama.. kita pasti sudah bersenang-senang..haah.." kata Junko.
"Sebentar, aku bisa menggerakkan tubuhku. Mungkin ini karena dia melamun." pikir Denzel.
Lalu Denzel mulai menggerakkan tubuhnya, perlahan-lahan ia mulai pergi saat Junko masih melamun.
"KESEMPATAN EMAS INI!" pikir Denzel dengan senang sambil berlari kencang menjauh dari Junko.
"AKHIRNYA AKU BEBAS!" pikir Denzel.