Setiba di tempat tinggalnya, ia melihat mobil yang dikendarai oleh Reina tadi, terparkir rapi di depan tempat tinggalnya, dan membuatnya menghela napas pelan sebelum lanjut melangkah.
Perasaan bersemangat untuk hal penting hari ini seketika memudar, dengan hanya Haru melihat kendaraan itu. Bagaimana nanti ketika ia mengatakannya dan harus menatap wajahnya?
Sejenak ia hanya membatu ketika berada di depan pintu, sembari mendengarkan suara dari TV yang menyala di balik pintu. Dengan jantung yang berdegup kencang, perasaan gugup untuk menemui Reina yang berada di dalam; yang mungkin sedang duduk menunggu, membuatnya begitu terganggu. Dan untuk mengurangi rasa gugup tersebut, ia pun menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik pelan kepada diri sendiri: "Semoga, hari ini adalah hari keberuntunganku". Kemudian, perlahan ia memutar gagang pintu, lalu masuk ke dalam dengan langkah memelan.
Keningnya mengerut ketika ia berada di dalam, dengan tidak melihat Reina yang sedang menunggunya di ruang tamu. Pikirnya, ketika mendengar suara dari TV yang menyala, Reina sedang duduk malas di ruang tamu sembari menonton acara TV yang berlansung, tetapi nyatanya, hal itu berbeda dari pemikirannya sendiri. Namun, segera perhatiannya teralihkan ke arah dapur ketika melihat bayangan seseorang di dalam sana, dan terdengar suara gaduh dari dalam sana.
Setelah berada di dapur, ia pun dibuat terkejut oleh Reina yang sibuk memasak sesuatu. "Reina!"
"Ah, Youichi! Selamat datang. Duduklah" Seru Reina yang tersenyum manis sembari menarik kursi dari meja makan.
"K-Kau tidak perlu merepotkan diri untuk menyiapkan semuanya". Haru hendak membantu, tetapi Reina tidak membiarkannya dan hanya memintanya untuk duduk menunggu, sampai ia selesai menyiapkan makan malam untuk hari ini.
Haru pun melakukan apa yang dikatakannya. Ia duduk di kursi dengan melipat kedua tangannya, lalu memperhatikan Reina yang sedang sibuk di hadapannya dan membuat wanita itu terlihat berbeda dari sebelumnya.
[…] Sekitar 15 menit kemudian, semuanya pun sudah siap untuk di hidangkan. Segera Reina menyiapkan beberapa piring, dengan Haru yang berdiri untuk ikut membantu. Dan setelah semuanya siap di atas meja, mereka berdua pun segera menyantap makanan tersebut, dengan hanya sedikit bicara.
Walau demikian, Dalam hati, Haru cukup kagum dengan rasa dari makanan ini yang tidak begitu buruk. Ia cukup mengagumi, bahwa seorang yang selalu bersikap manja seperti Reina, juga bisa melakukan hal yang mungkin jarang dilakukan oleh tuan Putri sepertinya.
Setelah menyantap makan malam dan membersihkan semuanya, mereka berdua pun segera berpindah ke ruang tamu untuk menyaksikan acara TV.
"Hmm, aku sangat merindukanmu. Kenapa belakangan ini kau jarang menemuiku? Kau bahkan tidak pernah menghubungi hampir seminggu ini". Tanya Reina, lalu dengan manja menyandarkan kepalanya di pundak Haru. Dan karena terkejut, Haru segera menyingkirkan kepala Reina dan membuat kening wanita itu berkerut. "Youichi-kun! Ada apa denganmu?!"
Haru pun menghela napas, lalu terbata-bata berkata: "Hmm, Reina… a-aku... akan mengatakan hal yang... serius" Kata Haru dengan menatap matanya.
Karena melihat wajah Reina tanpa senyuman seperti sebelumnya, juga tanpa berkata apa-apa, membuat Haru ragu untuk mengatakan apa yang hendak dikatakannya dan berpikir, bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat mengatakannya. Namun, juga karena tidak dapat memikirkan waktu yang tepat lagi, Haru pun memutuskan untuk memberanikan diri. "A-aku… tidak bisa melanjutkan hubungan kita…"
Seketika, setelah Haru mengatakan hal itu, raut wajah Reina berubah terkejut. "H-hah...?"
Haru pun mulai menjelaskan bahwa ia menyukai orang lain; beralasan sama seperti sebelumnya ketika ia ingin mengakhiri hubungannya dengan para wanita yang dikencaninya. Namun, alasan itu, bagi Haru sendiri bukanlah sekedar alasan semata, melainkan suatu kebenaran yang dengan halus ia sampaikan. Ia memang menyukai orang lain, hanya saja orang itu bukanlah seorang wanita.
Tentunya, Reina yang mendengar pernyatan dan juga alasan darinya pun tidak dapat menerima, dan bahkan menganggap bahwa perkataan itu hanyalah sebuah lelucon untuk sekedar mengejutkannya! Dan membuat Haru harus mengulang perkataan yang sama untuk meyakinkan Reina bahwa ia benar-benar serius dengan perkataannya.
Mendengar Haru mengatakan hal itu, membuat Reina semakin membawang, hingga menangis karena merasa tidak terima dengan pernyataan yang tiba-tiba! Sedang Haru, terus berusaha untuk menenangkan Reina yang menangis dan memerah wajahnya. Namun, karena sudah begitu kesal, Reina pun mendorong tubuh Haru, lalu memukul wajahnya dengan cukup keras! Dan berkata: "Brengsek kau! Kau sudah membuatku kecewa! Aku tidak akan memaafkanmu!"
Reina pun pergi dengan membanting pintu setelah mengatakan hal itu, tanpa Haru meminta maaf terlebih dahulu.
[…] Haru tahu, bahwa perkataannya adalah hal yang menyakitkan, tetapi keadaan memaksanya untuk mengakhiri semuanya, dengan harapan, perkataan itu adalah yang terakhir kalinya dan tidak ada lagi wanita selanjutnya.
Hubungan ini akan menjadi terakhir kalinya...
Dengan menyentuh pipinya yang nyeri karena dihantam cukup kerasa oleh seorang yang sedang kesal, ia pun berjalan menuju kamar dan membuang tubuh begitu saja di atas tempat tidurnya.
Perlahan tangannya menarik ponsel dari saku celananya, lalu melihat satu pesan dari Shino sejak beberapa menit yang lalu, dan segera membukanya.
[ Apa kau sudah mengatakannya? ]
Kemudian, Haru pun segera membalas pesan dari Shino yang begitu ingin tahu.
Beep Beep Beep
Baru beberapa detik setelah ia membalas pesan darinya, Shino sudah menghubunginya, lalu ia segera menjawab panggilan tersebut.
"Youichi! Aku tidak percaya kau melakukannya!" Seru Shino ketika Haru baru saja menjawab telepon darinya.
"Bagaimana?! Bagaimana tanggapannya?!" Lanjutnya.
Haru mendesah pelan sebelum menjawab: "Dia benar-benar kesal. Dari semua wanita yang pernah ku kencani, hanya dia yang hampir meretakkan tulang pipiku".
Lantas, mendengar perkataan itu, Shino dibuat tertawa terpingkal-pingkal pada telepon yang sedang berlangsung.
"Aku serius. Aku tidak sedang melucu saat ini". Kata Haru dengan mengusap-usap pipinya.
"Tidak... tidak. Bukan begitu. Aku hanya tidak menyangka jika kau melakukannya—tunggu! Tapi, kenapa kau tiba-tiba saja ingin melakukannya? maksudku, kenapa kau tidak melakukannya sejak dulu? Hmm... jika dipikirkan, hubungan kalian cukup lama ju—ah! Kau dan juga Daiki! pasti ada sesuatu yang terjadi diantara kalian berdua, kan?". Tanya Shino setelah tawanya mereda.
Haru hening sejenak, lalu menghela napas, dan berkata: "H-hah? Hmm... itu... menurutku sudah waktunya untuk mengakhirinya. Hanya itu". Jawab Haru.
Tadinya, ia hendak mengatakan mengenai pertemuannya dengan Daiki di malam lalu dan memberitahunya, bahwa Daiki lah yang memintanya untuk memutuskan hubungannya dengan wanita itu. Namun, setelah ia pikirkan kembali, ia pun mengurungkan niatnya untuk melakukan hal itu.
"Huh... aku ingin beristirahat. Akan kututup teleponnya". Lanjutnya.
"Haah... baik—tunggu! Tunggu sebentar. Apa kau ingin datang ke reuni besok malam?" Seru Shino ketika mengingat mengenai reuni sekolah mereka.
Seketika itu juga, Haru dibuat terkejut. "Reuni?! Besok malam?! Kenapa aku baru mengetahuinya?!"
"Huh, ya, besok malam. Aku juga baru mengetahuinya saat tiba tadi. Bagaimana? Apa kau akan datang?" Jawab Shino, lalu kembali menanyai.
"A-apa Daiki... juga akan datang?" Tanya Haru tanpa menjawab pertanyaan Shino terlebih dahulu.
Terdengar Shino menghela napas. "Aku sudah menghubunginya tadi, dan dia juga akan da—"
"Baik! Aku juga pasti akan datang!" Seru Haru begitu bersemangat; memotong perkataan Shino; dengan tersenyum lebar.
"Huh, baiklah. Kau istirahat saja. Ada hal yang juga harus kuselesaikan malam ini". Kata Shino, lalu munutup teleponnya.
Haru meletakkan ponsel di samping tubuhnya setelah pembicaraan mereka, lalu tersenyum tipis ketika mengingat Daiki yang juga akan datang ke reuni sekolah mereka. Tidak hanya itu, mengingat ia akan kembali bertemu dengan kawan-kawan lama di sekolahnya, membuatnya serasa tidak sabar untuk hari esok.
Setidaknya, reuni itu mengalihkan pemikirannya dari Reina saat ini...
Sampai ketemu besok malam, Daiki...
*****